Kisah Karamah Kiai Kholil Bangkalan, Ulama Karismatik Guru Panutan Pendiri NU
loading...
A
A
A
Karena bersyukur permintaanya dikabulkan, maka santri tersebut menyembelih seekor sapi untuk shodaqoh. Namun santri tersebut kecewa saat pelaksanaan tahlil.
Sebab, Kiai Kholil Bangkalan hanya membaca Laa Illaha Illallah sebanyak tiga kali, serta ditutup dengan bacaan Muhammadurrasulullah lalu diakhiri doa. Tahlil berlangsung sangat singkat dan padat.
Karena penasaran, beberapa hari kemudian santri datang lagi menemui Kiai Kholil Bangkalan. Dia kemudian mengutarakan isi hatinya. ”Kyai, saya kan sudah menyembelih sapi, masak tahlil hanya tiga kali?” tanya santri tersebut.
Kemudian Kiai Kholil Bangkalan dengan tenang memberi jawaban. ”Kamu masih punya satu ekor yang lebih besar kan di rumah? Besok dibawa ke sini ya!”
Nah, keesokan harinya santri tersebut kembali lagi menghadap Mbah Kholil dengan menuntun seekor sapi berukuran besar. ”Besar juga ya sapi kamu, lebih besar daripada yang disembelih saat tahlilan kemarin,” kata Mbah Kholil sambil menepuk-nepuk sapi.
Santri tersebut tersenyum dan sedikit bangga mendengar pujian tersebut. Selanjutnya di depan para santri lainnya, Mbah Kholil meminta dibuatkan timbangan besar dari glugu (batang kelapa) dan dibawakan secarik kertas.
Setelah timbangan dari pohon kelapa telah jadi, sapi milik santri ditambatkan di sisi kiri. Timbangan pun timpang, berat sebelah.
Namun yang membuat takjub, Mbah Kholil kemudian menulis kalimat tahlil tiga kali dan kalimat muhammadurrasulullah, yang sama persis saat memimpin tahlil di kediaman santri tersebut. Kertas tersebut kemudian ditaruh di timbangan sebelah kanan.
Ajaibnya, timbangan jadi berat sebelah ke kanan. Sapi gemuk yang ada di sebelah kiri jadi kalah berat dengan selembar kertas yang ditulis Kiai Kholil Bangkalan. Semua santri yang menyaksikan terkaget-kaget.
Sebab, Kiai Kholil Bangkalan hanya membaca Laa Illaha Illallah sebanyak tiga kali, serta ditutup dengan bacaan Muhammadurrasulullah lalu diakhiri doa. Tahlil berlangsung sangat singkat dan padat.
Karena penasaran, beberapa hari kemudian santri datang lagi menemui Kiai Kholil Bangkalan. Dia kemudian mengutarakan isi hatinya. ”Kyai, saya kan sudah menyembelih sapi, masak tahlil hanya tiga kali?” tanya santri tersebut.
Kemudian Kiai Kholil Bangkalan dengan tenang memberi jawaban. ”Kamu masih punya satu ekor yang lebih besar kan di rumah? Besok dibawa ke sini ya!”
Nah, keesokan harinya santri tersebut kembali lagi menghadap Mbah Kholil dengan menuntun seekor sapi berukuran besar. ”Besar juga ya sapi kamu, lebih besar daripada yang disembelih saat tahlilan kemarin,” kata Mbah Kholil sambil menepuk-nepuk sapi.
Santri tersebut tersenyum dan sedikit bangga mendengar pujian tersebut. Selanjutnya di depan para santri lainnya, Mbah Kholil meminta dibuatkan timbangan besar dari glugu (batang kelapa) dan dibawakan secarik kertas.
Setelah timbangan dari pohon kelapa telah jadi, sapi milik santri ditambatkan di sisi kiri. Timbangan pun timpang, berat sebelah.
Namun yang membuat takjub, Mbah Kholil kemudian menulis kalimat tahlil tiga kali dan kalimat muhammadurrasulullah, yang sama persis saat memimpin tahlil di kediaman santri tersebut. Kertas tersebut kemudian ditaruh di timbangan sebelah kanan.
Ajaibnya, timbangan jadi berat sebelah ke kanan. Sapi gemuk yang ada di sebelah kiri jadi kalah berat dengan selembar kertas yang ditulis Kiai Kholil Bangkalan. Semua santri yang menyaksikan terkaget-kaget.