Sejahterakan Petani, Pemkab Ngawi Minta Wilmar Perluas Kemitraan
loading...
A
A
A
NGAWI - Pemkab Ngawi berharap PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) memperluas kemitraan dengan petani (farmer engagement program). Kemitraan itu bertujuan membantu meningkatkan kesejahteraan petani .
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi Supardi mengatakan, sejak awal pihaknya telah meminta WPI untuk menggandeng langsung petani dalam bisnisnya. Hal itu sesuai dengan semangat pemkab yang ingin memotong mata rantai dalam penjualan gabah.
"Baru Wilmar yang benar-benar bermitra dengan petani. Kalau bisa kami ingin seperti ini sampai seterusnya" kata Supardi kepada wartawan, Minggu (17/9/2023).
Menurutnya, kemitraan dengan WPI terbukti positif karena petani mendapatkan harga yang layak. Sebelum WPI masuk, informasi mengenai harga gabah ke petani sangat terbatas sehingga akses ke pasar minim dan harga lebih banyak ditentukan tengkulak.
Pihaknya berharap, WPI bersedia menambah luas lahan kemitraan dengan petani yang saat ini mencapai 800 hektare (ha). Dengan total luas lahan sawah 50.715 ha, produksi gabah di Ngawi saat ini mencapai 882.000 ton per tahun, yang menempati posisi tertinggi keenam di Indonesia.
Kebutuhan beras di Ngawi saat ini sebesar 10% per tahun dari total produksi, sehingga perlu ada investasi penggilingan besar agar gabah petani terserap. Tahun ini pihaknya menargetkan produksi gabah meningkat menjadi 850-900 ton. "Peluang masih banyak untuk kemitraan," ujarnya.
Supardi menilai, masuknya WPI tidak menyebabkan pengusaha penggilingan padi di daerah tersebut gulung tikar. Mereka justru bersinergi agar sama-sama hidup dan berkembang.
Hal itu terjadi karena adanya kesadaran yang tumbuh dari pelaku usaha penggilingan yang ingin terus dapat mengikuti perkembangan zaman. "Saat ini ada 135 penggilingan kecil dan empat perusahaan penggilingan besar. Semuanya bersinergi," jelasnya.
Ratna Esminar, salah satu pelaku usaha penggilingan di Ngawi mengaku merasakan manfaat bermitra dengan WPI karena adanya kepastian harga, kelancaran pembayaran, dan akses pasar. Hal itu tidak hanya berimbas terhadap kelangsungan bisnisnya, tetapi juga para petani yang telah bermitra dengannya.
"Dulu saya harus cari-cari pembeli, minim info harga, sistem pembayaran antar pembeli beda. Kalau saya inginnya ada kontinuitas dan kepastian," katanya.
Kemitraan tersebut telah membantu mengembangkan usaha karena kemampuan perusahaan dalam menyerap gabah, terutama saat panen raya. Dia mencontohkan, sebelum bermitra, dia hanya memproses gabah maksimal 10 ton per hari hanya jika ada pembeli yang pasti. Belum lagi proses pembayaran yang baru cair lima hari kemudian sehingga berimbas terhadap pembayaran ke petani.
"Dulu saya beli sesuai kemampuan penggilingan. Sekarang saya bisa beli sesuai stok gabah. Dulu 1 rit (8-10 ton), sekarang bisa 5 rit. Bisnis saya tetap jalan, saya juga membeli gabah petani untuk disuplai ke perusahan," ungkap Ratna yang telah menjalani usaha penggilingan sejak 1997.
Sebagai pelaku penggilingan, Ratna menyadari perlunya mengikuti perkembangan zaman yang memerlukan update teknologi mengolah gabah. Ratna menyadari jika tidak bermitra, dia akan kesulitan update teknologi. "Yang saya lakukan adalah bagaimana mendapat manfaat dengan adanya perusahaan," ujarnya.
Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Ngawi Supardi mengatakan, sejak awal pihaknya telah meminta WPI untuk menggandeng langsung petani dalam bisnisnya. Hal itu sesuai dengan semangat pemkab yang ingin memotong mata rantai dalam penjualan gabah.
"Baru Wilmar yang benar-benar bermitra dengan petani. Kalau bisa kami ingin seperti ini sampai seterusnya" kata Supardi kepada wartawan, Minggu (17/9/2023).
Menurutnya, kemitraan dengan WPI terbukti positif karena petani mendapatkan harga yang layak. Sebelum WPI masuk, informasi mengenai harga gabah ke petani sangat terbatas sehingga akses ke pasar minim dan harga lebih banyak ditentukan tengkulak.
Pihaknya berharap, WPI bersedia menambah luas lahan kemitraan dengan petani yang saat ini mencapai 800 hektare (ha). Dengan total luas lahan sawah 50.715 ha, produksi gabah di Ngawi saat ini mencapai 882.000 ton per tahun, yang menempati posisi tertinggi keenam di Indonesia.
Kebutuhan beras di Ngawi saat ini sebesar 10% per tahun dari total produksi, sehingga perlu ada investasi penggilingan besar agar gabah petani terserap. Tahun ini pihaknya menargetkan produksi gabah meningkat menjadi 850-900 ton. "Peluang masih banyak untuk kemitraan," ujarnya.
Supardi menilai, masuknya WPI tidak menyebabkan pengusaha penggilingan padi di daerah tersebut gulung tikar. Mereka justru bersinergi agar sama-sama hidup dan berkembang.
Hal itu terjadi karena adanya kesadaran yang tumbuh dari pelaku usaha penggilingan yang ingin terus dapat mengikuti perkembangan zaman. "Saat ini ada 135 penggilingan kecil dan empat perusahaan penggilingan besar. Semuanya bersinergi," jelasnya.
Ratna Esminar, salah satu pelaku usaha penggilingan di Ngawi mengaku merasakan manfaat bermitra dengan WPI karena adanya kepastian harga, kelancaran pembayaran, dan akses pasar. Hal itu tidak hanya berimbas terhadap kelangsungan bisnisnya, tetapi juga para petani yang telah bermitra dengannya.
"Dulu saya harus cari-cari pembeli, minim info harga, sistem pembayaran antar pembeli beda. Kalau saya inginnya ada kontinuitas dan kepastian," katanya.
Kemitraan tersebut telah membantu mengembangkan usaha karena kemampuan perusahaan dalam menyerap gabah, terutama saat panen raya. Dia mencontohkan, sebelum bermitra, dia hanya memproses gabah maksimal 10 ton per hari hanya jika ada pembeli yang pasti. Belum lagi proses pembayaran yang baru cair lima hari kemudian sehingga berimbas terhadap pembayaran ke petani.
"Dulu saya beli sesuai kemampuan penggilingan. Sekarang saya bisa beli sesuai stok gabah. Dulu 1 rit (8-10 ton), sekarang bisa 5 rit. Bisnis saya tetap jalan, saya juga membeli gabah petani untuk disuplai ke perusahan," ungkap Ratna yang telah menjalani usaha penggilingan sejak 1997.
Sebagai pelaku penggilingan, Ratna menyadari perlunya mengikuti perkembangan zaman yang memerlukan update teknologi mengolah gabah. Ratna menyadari jika tidak bermitra, dia akan kesulitan update teknologi. "Yang saya lakukan adalah bagaimana mendapat manfaat dengan adanya perusahaan," ujarnya.
(poe)