Tudingan Budak Jepang Bikin Ricuh Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Rabu, 09 Agustus 2023 - 06:18 WIB
loading...
Tudingan Budak Jepang Bikin Ricuh Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Potret penyusunan naskah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di kediaman Laksamana Maeda. Foto/Istimewa
A A A
Penyusunan naskah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di kediaman Laksamana Maeda ternyata diwarnai perselisihan sengit antara kelompok tua dan muda.

Ricuh pada 17 Agustus dini hari itu dipicu lontaran sarkas kaum muda yang menyebut kelompok tua sebagai budak-budak Jepang. Yang dituding merasa terhina dan meradang.

Kaum muda terang-terangan menyatakan tidak rela para budak Jepang ikut menandatangani naskah proklamasi. Yang mereka maksud dengan budak-budak Jepang adalah tokoh-tokoh golongan tua yang dinilai bukan bagian pergerakan nasional.

Mereka dinilai hanya kumpulan oportunis belaka, yang mendapat kursi karena pengabdiannya kepada pemerintah militer Dai Nippon (Jepang).



“Karena pernyataan itu timbullah heboh, terutama dari pihak yang merasa dirinya disebut budak-budak Jepang,” demikian dikutip dari buku Seputar Proklamasi Kemerdekaan, Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang (2015).

Dalam situasi yang panas itu, Sukarni, yakni perwakilan tokoh muda yang sempat menculik Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok, tampil ke muka.

Sukarni, pemuda radikal asal Blitar Jawa Timur yang juga kader Tan Malaka itu usul, hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan. Yakni Soekarno-Hatta selaku atas nama bangsa Indonesia.



Usulan Sukarni diterima dan sekaligus mendinginkan suasana yang dipicu tudingan budak-budak Jepang. Namun usulan adanya ungkapan revolusioner “merebut kekuasaan” dari Sukarni telah memantik perdebatan baru.

Kalimat merebut kekuasaan dalam teks Proklamasi Kemerdekaan dinilai sebagai pemaksaan.

“Apakah merebut itu berarti merebut senjata dari tangan prajurit Jepang yang menjalankan perintah Sekutu?,” demikian tertulis dalam Sutan Sjahrir, Demokrat Sejati, Pejuang Kemanusiaan.

Menurut Laksamana Maeda, Nishijima dan Miyoshi yang turut hadir di ruangan itu, orang Jepang jelas bersimpati dan mendukung kemerdekaan Indonesia. “Tapi mereka juga tidak ingin membahayakan diri mereka sendiri”.

Setelah melalui perdebatan keras, kata yang disepakati akhirnya adalah “pemindahan kekuasaan”. Lewat pukul 04.00 Wib dini hari, perumusan naskah Proklamasi Kemerdekaan tuntas.



Naskah diketik oleh Sayuti Melik dengan mendasarkan pada draft yang telah mengalami perubahan-perubahan yang disetujui. Orang-orang mulai pergi satu persatu.

Setelah mengambil makanan di dapur untuk sahur, Bung Karno melangkah ke luar ruangan. Hatta menyusul seusai membuka sekaleng ikan sarden dan mencampurnya dengan telur.

Pada pukul 05.00 Wib, Laksamana Maeda yang sempat tidur kembali terjaga. Ia turun dari lantai dua rumahnya. Masih ada dua tiga orang terlihat bersantai di ruang tamu.

Maeda mengambil minum sambil mengedarkan makanan kecil kepada tamu-tamu yang terlihat letih karena kurang tidur. Melangkah ke pintu depan, ia melihat fajar yang mulai merekah.

Lima jam kemudian atau tepat pukul 10.00 Wib, Soekarno yang didampingi Hatta mengumandangkan teks Proklamasi Kemerdekaan RI di beranda rumah Jalan Pegangsaan Timur 56.
(ams)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2670 seconds (0.1#10.140)