Tudingan Budak Jepang Bikin Ricuh Penyusunan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
loading...
A
A
A
Penyusunan naskah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di kediaman Laksamana Maeda ternyata diwarnai perselisihan sengit antara kelompok tua dan muda.
Ricuh pada 17 Agustus dini hari itu dipicu lontaran sarkas kaum muda yang menyebut kelompok tua sebagai budak-budak Jepang. Yang dituding merasa terhina dan meradang.
Kaum muda terang-terangan menyatakan tidak rela para budak Jepang ikut menandatangani naskah proklamasi. Yang mereka maksud dengan budak-budak Jepang adalah tokoh-tokoh golongan tua yang dinilai bukan bagian pergerakan nasional.
Mereka dinilai hanya kumpulan oportunis belaka, yang mendapat kursi karena pengabdiannya kepada pemerintah militer Dai Nippon (Jepang).
“Karena pernyataan itu timbullah heboh, terutama dari pihak yang merasa dirinya disebut budak-budak Jepang,” demikian dikutip dari buku Seputar Proklamasi Kemerdekaan, Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang (2015).
Dalam situasi yang panas itu, Sukarni, yakni perwakilan tokoh muda yang sempat menculik Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok, tampil ke muka.
Sukarni, pemuda radikal asal Blitar Jawa Timur yang juga kader Tan Malaka itu usul, hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan. Yakni Soekarno-Hatta selaku atas nama bangsa Indonesia.
Usulan Sukarni diterima dan sekaligus mendinginkan suasana yang dipicu tudingan budak-budak Jepang. Namun usulan adanya ungkapan revolusioner “merebut kekuasaan” dari Sukarni telah memantik perdebatan baru.
Ricuh pada 17 Agustus dini hari itu dipicu lontaran sarkas kaum muda yang menyebut kelompok tua sebagai budak-budak Jepang. Yang dituding merasa terhina dan meradang.
Kaum muda terang-terangan menyatakan tidak rela para budak Jepang ikut menandatangani naskah proklamasi. Yang mereka maksud dengan budak-budak Jepang adalah tokoh-tokoh golongan tua yang dinilai bukan bagian pergerakan nasional.
Mereka dinilai hanya kumpulan oportunis belaka, yang mendapat kursi karena pengabdiannya kepada pemerintah militer Dai Nippon (Jepang).
“Karena pernyataan itu timbullah heboh, terutama dari pihak yang merasa dirinya disebut budak-budak Jepang,” demikian dikutip dari buku Seputar Proklamasi Kemerdekaan, Kesaksian, Penyiaran, dan Keterlibatan Jepang (2015).
Dalam situasi yang panas itu, Sukarni, yakni perwakilan tokoh muda yang sempat menculik Soekarno-Hatta untuk dibawa ke Rengasdengklok, tampil ke muka.
Sukarni, pemuda radikal asal Blitar Jawa Timur yang juga kader Tan Malaka itu usul, hanya Bung Karno dan Bung Hatta yang menandatangani teks Proklamasi Kemerdekaan. Yakni Soekarno-Hatta selaku atas nama bangsa Indonesia.
Usulan Sukarni diterima dan sekaligus mendinginkan suasana yang dipicu tudingan budak-budak Jepang. Namun usulan adanya ungkapan revolusioner “merebut kekuasaan” dari Sukarni telah memantik perdebatan baru.