Perang Paregreg Picu Bencana Kelaparan Majapahit dan Melemahnya Armada Perang
loading...
A
A
A
RAJA Wikramawardhana menyatukan dua wilayah Kerajaan Majapahit yang sebelumnya terpecah jadi wilayah barat dan timur. Kedua wilayah ini menyatu kembali usai Majapahit Barat di bawah pimpinan Wikramawardhana berhasil memenangi Perang Paregreg dari Bhre Wirabhumi.
Perang saudara antar pewaris Kerajaan Majapahit memang berakhir. Namun Majapahit mengalami kerugian sangat besar karena peperangan ini dan banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
Di antaranya pada 1405, daerah Kalimantan Barat direbut oleh Kerajaan China. Kerajaan Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar perdagangan kemudian berdaulat dan merdeka dari Majapahit. Demikian pula, Brunei yang terletak di sebelah utara Pulau Kalimantan itu turut melepaskan diri.
Fakta terlepasnya daerah-daerah jajahan Majapahit menunjukkan bahwa Wikramawardhana tidak memiliki angkatan perang yang tangguh, sebagaimana sewaktu pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk.
Dalam buku "Perang Bubat 1279 Saka : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit", pasukan Majapahit kerap kalah perang ketika menghadapi kerajaan-kerajaan yang dahulunya merupakan daerah bawahan.
Di masa pemerintahan Wikramawardhana misalnya, pasukan Majapahit mengalami kegagalan total saat menyerang Melayu.
Bahkan pasukan Majapahit tersebut diporak-porandakan oleh pasukan Melayu di suatu padang yang sekarang dikenal dengan Padang Sibusuk.
Kata "Sibusuk" menggambarkan mayat-mayat pasukan Majapahit yang telah membusuk.
Di samping menanggung kerugian atas terlepasnya beberapa daerah kekuasaan Majapahit, Wikramawardhana pun berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming (Penguasa China).
Pihak China mengetahui kalau di Jawa ada dua kerajaan yakni Majapahit Barat dan Majapahit Timur. Karenanya Laksamana Chengho segera dikirim sebagai duta besar untuk mengunjungi kedua kerajaan itu.
Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Chengho sedang berada di Majapahit Timur. Sebanyak 170 orang China itu ikut menjadi korban dalam peristiwa Perang Paregreg.
Atas insiden tersebut, Raja Wikramawardhana didenda ganti rugi oleh Dinasti Ming sebanyak 60.000 tahil.
Sampai 1408, Wikramawardhana baru dapat mengangsur sebanyak 10.000 tahil. Karena kasihan pada Wikramawardhana, Kaisar Yung-lo membebaskan denda itu. Peristiwa ini dicatat Ma-huan (sekretaris Cheng-ho) dalam bukunya yang bertajuk Ying-ya-sheng-lan.
Kemudian 20 tahun semenjak berakhirnya Perang Paregreg atau tepatnya pada tahun 1426, Majapahit dilanda bencana kelaparan.
Sebagaimana Perang Paregreg bencana kelaparan pun telah menelan korban Majapahit. Terdapat dugaan bahwa bencana kelaparan itu yang menyebabkan Kaisar Yung-lo membebaskan utang Wikramawardhana pada Dinasti Ming.
Akibat dari bencana kelaparan yang melanda Majapahit itu tidak hanya membawa korban rakyat kecil, namun pula anggota keluarga istana.
Mereka yang turut menjadi korban dari bencana itu, antara lain: Bhre Tumpel, Bhre Lasem, dan Bhre Wengker. Bhre Tumapel yang meninggal pada tahun 1427 itu dicandikan di Lokerep dengan nama Asmarasaba.
Pada tahun yang sama Wikramawardhana atau Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama pun tutup usia.
Sejak kemangkatan Wikramawardhana yang arwahnya dicandikan di Bayalangu dengan nama Wisesapura, tahta kekuasaan Majapahit kemudian dikuasai putrinya yakni Sri Suhita, Raja Majapahit ke-6 atau raja wanita Majapahit ke-2 sesudah Tribhuwana Wijayatunggadewi.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
Perang saudara antar pewaris Kerajaan Majapahit memang berakhir. Namun Majapahit mengalami kerugian sangat besar karena peperangan ini dan banyak daerah bawahan yang melepaskan diri.
Di antaranya pada 1405, daerah Kalimantan Barat direbut oleh Kerajaan China. Kerajaan Palembang, Melayu, dan Malaka yang tumbuh sebagai bandar perdagangan kemudian berdaulat dan merdeka dari Majapahit. Demikian pula, Brunei yang terletak di sebelah utara Pulau Kalimantan itu turut melepaskan diri.
Fakta terlepasnya daerah-daerah jajahan Majapahit menunjukkan bahwa Wikramawardhana tidak memiliki angkatan perang yang tangguh, sebagaimana sewaktu pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi dan Hayam Wuruk.
Dalam buku "Perang Bubat 1279 Saka : Membongkar Fakta Kerajaan Sunda vs Kerajaan Majapahit", pasukan Majapahit kerap kalah perang ketika menghadapi kerajaan-kerajaan yang dahulunya merupakan daerah bawahan.
Di masa pemerintahan Wikramawardhana misalnya, pasukan Majapahit mengalami kegagalan total saat menyerang Melayu.
Baca Juga
Bahkan pasukan Majapahit tersebut diporak-porandakan oleh pasukan Melayu di suatu padang yang sekarang dikenal dengan Padang Sibusuk.
Kata "Sibusuk" menggambarkan mayat-mayat pasukan Majapahit yang telah membusuk.
Di samping menanggung kerugian atas terlepasnya beberapa daerah kekuasaan Majapahit, Wikramawardhana pun berhutang ganti rugi pada Dinasti Ming (Penguasa China).
Pihak China mengetahui kalau di Jawa ada dua kerajaan yakni Majapahit Barat dan Majapahit Timur. Karenanya Laksamana Chengho segera dikirim sebagai duta besar untuk mengunjungi kedua kerajaan itu.
Pada saat kematian Bhre Wirabhumi, rombongan Chengho sedang berada di Majapahit Timur. Sebanyak 170 orang China itu ikut menjadi korban dalam peristiwa Perang Paregreg.
Atas insiden tersebut, Raja Wikramawardhana didenda ganti rugi oleh Dinasti Ming sebanyak 60.000 tahil.
Sampai 1408, Wikramawardhana baru dapat mengangsur sebanyak 10.000 tahil. Karena kasihan pada Wikramawardhana, Kaisar Yung-lo membebaskan denda itu. Peristiwa ini dicatat Ma-huan (sekretaris Cheng-ho) dalam bukunya yang bertajuk Ying-ya-sheng-lan.
Kemudian 20 tahun semenjak berakhirnya Perang Paregreg atau tepatnya pada tahun 1426, Majapahit dilanda bencana kelaparan.
Sebagaimana Perang Paregreg bencana kelaparan pun telah menelan korban Majapahit. Terdapat dugaan bahwa bencana kelaparan itu yang menyebabkan Kaisar Yung-lo membebaskan utang Wikramawardhana pada Dinasti Ming.
Akibat dari bencana kelaparan yang melanda Majapahit itu tidak hanya membawa korban rakyat kecil, namun pula anggota keluarga istana.
Mereka yang turut menjadi korban dari bencana itu, antara lain: Bhre Tumpel, Bhre Lasem, dan Bhre Wengker. Bhre Tumapel yang meninggal pada tahun 1427 itu dicandikan di Lokerep dengan nama Asmarasaba.
Pada tahun yang sama Wikramawardhana atau Bhra Hyang Wisesa Aji Wikrama pun tutup usia.
Sejak kemangkatan Wikramawardhana yang arwahnya dicandikan di Bayalangu dengan nama Wisesapura, tahta kekuasaan Majapahit kemudian dikuasai putrinya yakni Sri Suhita, Raja Majapahit ke-6 atau raja wanita Majapahit ke-2 sesudah Tribhuwana Wijayatunggadewi.
Lihat Juga: Kisah Kitab Kuno Nagarakretagama Deskripsikan Kerajaan Besar yang Berkuasa di Pulau Jawa
(shf)