Nasib Si Lumbung Pangan Kampung Nimbokrang, Asa Itu Masih Ada
loading...
A
A
A
JAYAPURA - Asa membangkitkan kembali pertanian di Kampung Nimbokrang terus berkecamuk dalam relung hatinya. Lahan garapan milik warga transmigrasi seluas lebih dari 10 hektar yang dulunya subur dengan palawija dan jeruk ini, kini berubah bak hutan belantara.
Adalah sosok Brigaader Polisi Yoyong Kuncoro. Anggota Polsek Nimbokrang yang ditugasi mengemban fungsi Babinkamtibmas di Kampung Nimbokrang ini berfikir keras agar lahan-lahan itu kembali bisa ditanami.
Memang bukan perkara mudah, kala awal permasalah ditinggalkannya lahan itu membelukar oleh warga adalah menyangkut sengketa bersama pihak adat yang masih mengklaim belum rampungnya pembayaran lahan garapan milik warga transmigrasi era 70-an di wilayah ini.
(Baca juga:) Desak Audit Dana Otsus, Pemerintah Diminta Bentuk Tim Independen
Semangat kaum muda Nimbokrang bersama pihak adat bahkan sudah mencoba mencari penyelesaian hingga ke DPR RI kala itu dan UP4B (Uapaya Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat) di Jakarta.
Melalui Komat (Komunitas Anak Trans) bersama perwakilan adat, bergerak ke Jakarta difasilitasi DPD RI untuk menuntut penyelesaian lahan garapan warga transmigrasi ini.
Informasi kala itu, sudah ada win-win solution yang disampaikan dalam pertemuan, dengan mengajukan pembayaran ulayat melalui program pemberdayaan. Sayangnya, tindak lanjut dari pertemuan itu seolah mandeg, gool petani segera menggarap lahannya jauh dari harap hingga kini.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Jayapura Rasino yang juga mantan Kepala Kampung Karya Bumi Besum yang juga turut dalam perjuangan ke Jakarta kala itu, sangat berharap lahan tidur di Nimbokrang bisa dimanfaatkan.
Dalam kesempatan panen raya Kedelai varietas Galunggung di Kampung ini beberapa waktu lalu, Rasino mengakui permasalahan ulayat menjadi awal lahan garapan tersebut mangkrak.
(Baca juga: Lomba Kampung Sehat Berbuah Manis, Mataram Hampir Keluar dari Zona Merah Corona )
"Harapan kita lahan ini bisa kembali dimanfaatkan seperti dulu ditahun 80-an yang terkenal dengan padi kedelai dan jeruk. Memang yang membuat lahan seperti ini akibat permasalahan hak ulayat dengan masyarat adat,"kata Rasino.
Pihaknya berharap pemerintah bersama adat dan warga masyarakat Transmigrasi bisa duduk dan mencari jalan keluar terbaik atas persoalan tersebut. Intinya, persoalan ulayat hendaknya menjadi keseriusan Pemerintah daerah, sehingga Nimbokrang bisa kembali menjadi lumbung pangan Kabupaten Jayapura.
"Harus ada solusi, supaya lahan-lahan ini tidak dibiarkan begitu saja dan bisa menjadi lahan produktif, dan harapannya bisa menjadikan sumber ekonomi bagi warga masyarakat,"ucapanya.
Semua curah pikir warga Nimbokrang masih bergulat dengan nasib lahan-lahan yang sangat potensial ini. Asa ini rupanya juga menghantui Brigpol Yoyong Kuncoro sejak fungsi Babinkamtibmas itu disematnya.
"Saya sangat berharap lahan-lahan ini kembali bisa ditanami seperti dulu," kata dia, Jumat (24/7/2020).
Keinginannya itu diakuinya terus disampaikan kepada para pejabat dan dinas terkait termasuk pihak DPR Provinsi Papua dan Kabupaten Jayapura yang bertandang ke Kampung Nimbokrang. Selaku pengayom bersama Babinsa Koramil Genyem siap mengawal lahan-lahan tidur tersebut bisa dibuka kembali.
"Ini harus diperjuangkan, ya kami hanya bisa menyampaikan keluh ini ke pejabat atau DPR yang datang. Kami sebagai perpanjangan pimpinan bersama Babinsa siap mengawal. Kami sangat berharap lahan ini bisa ditanami kembali,"ucapnya lagi.
Untuk diketahui, Kampung Nimbokrang merupakan kampung administratif Distrik Nimbokrang. Pada era tahun 1980-an, kampung ini sangat dikenal masyarakat luas sebagai kampung lumbung pangan terbaik Kabupaten Jayapura. Penghasilan utama warganya adalah dari sektor pertanian, baik berupa tanaman Padi, Kedelai dan palawija lain, termasuk perkebunan jeruk.
Tak hanya pertanian, di kala itu dan masih eksis hingga saat ini adalah sektor peternakan. Warga juga cukup produktif dalam hal peternakan sapi. Namun seiring waktu, slogan lumbung pangan itu kini sirna, persoalan sengketa lahan garapan dengan pemilik ulayat membuat semangat bertani warga redam seketika.
Dan bahkan untuk terus membuat dapur ngebul, warga harus mencari sektor lain yang bisa mendatangkan income, sektor jasa dan industri misalkan.
Saat ini, akan banyak kita jumpai para pengusaha meubeler di Nimbokrang, sumber daya yang mencukupi dan hasil jual menjanjikan membuat usaha meubel diminati, hingga sektor pertanian mulai ditinggalkan.
Hal ini tentu harusnya menjadi PR (Pekerjaan Rumah) pemerintah, kebutuhan pokok bidang pangan alangkah lebih baik jika mampu dihasilkan dari wilayahnya sendiri, bukan dari wilayah lain, atau bahkan harus mendatangkan dari luar daerah. Terlebih dimasa Pandemi COVID-19.
Adalah sosok Brigaader Polisi Yoyong Kuncoro. Anggota Polsek Nimbokrang yang ditugasi mengemban fungsi Babinkamtibmas di Kampung Nimbokrang ini berfikir keras agar lahan-lahan itu kembali bisa ditanami.
Memang bukan perkara mudah, kala awal permasalah ditinggalkannya lahan itu membelukar oleh warga adalah menyangkut sengketa bersama pihak adat yang masih mengklaim belum rampungnya pembayaran lahan garapan milik warga transmigrasi era 70-an di wilayah ini.
(Baca juga:) Desak Audit Dana Otsus, Pemerintah Diminta Bentuk Tim Independen
Semangat kaum muda Nimbokrang bersama pihak adat bahkan sudah mencoba mencari penyelesaian hingga ke DPR RI kala itu dan UP4B (Uapaya Percepatan Pembangunan Provinsi Papua dan Papua Barat) di Jakarta.
Melalui Komat (Komunitas Anak Trans) bersama perwakilan adat, bergerak ke Jakarta difasilitasi DPD RI untuk menuntut penyelesaian lahan garapan warga transmigrasi ini.
Informasi kala itu, sudah ada win-win solution yang disampaikan dalam pertemuan, dengan mengajukan pembayaran ulayat melalui program pemberdayaan. Sayangnya, tindak lanjut dari pertemuan itu seolah mandeg, gool petani segera menggarap lahannya jauh dari harap hingga kini.
Anggota Komisi B DPRD Kabupaten Jayapura Rasino yang juga mantan Kepala Kampung Karya Bumi Besum yang juga turut dalam perjuangan ke Jakarta kala itu, sangat berharap lahan tidur di Nimbokrang bisa dimanfaatkan.
Dalam kesempatan panen raya Kedelai varietas Galunggung di Kampung ini beberapa waktu lalu, Rasino mengakui permasalahan ulayat menjadi awal lahan garapan tersebut mangkrak.
(Baca juga: Lomba Kampung Sehat Berbuah Manis, Mataram Hampir Keluar dari Zona Merah Corona )
"Harapan kita lahan ini bisa kembali dimanfaatkan seperti dulu ditahun 80-an yang terkenal dengan padi kedelai dan jeruk. Memang yang membuat lahan seperti ini akibat permasalahan hak ulayat dengan masyarat adat,"kata Rasino.
Pihaknya berharap pemerintah bersama adat dan warga masyarakat Transmigrasi bisa duduk dan mencari jalan keluar terbaik atas persoalan tersebut. Intinya, persoalan ulayat hendaknya menjadi keseriusan Pemerintah daerah, sehingga Nimbokrang bisa kembali menjadi lumbung pangan Kabupaten Jayapura.
"Harus ada solusi, supaya lahan-lahan ini tidak dibiarkan begitu saja dan bisa menjadi lahan produktif, dan harapannya bisa menjadikan sumber ekonomi bagi warga masyarakat,"ucapanya.
Semua curah pikir warga Nimbokrang masih bergulat dengan nasib lahan-lahan yang sangat potensial ini. Asa ini rupanya juga menghantui Brigpol Yoyong Kuncoro sejak fungsi Babinkamtibmas itu disematnya.
"Saya sangat berharap lahan-lahan ini kembali bisa ditanami seperti dulu," kata dia, Jumat (24/7/2020).
Keinginannya itu diakuinya terus disampaikan kepada para pejabat dan dinas terkait termasuk pihak DPR Provinsi Papua dan Kabupaten Jayapura yang bertandang ke Kampung Nimbokrang. Selaku pengayom bersama Babinsa Koramil Genyem siap mengawal lahan-lahan tidur tersebut bisa dibuka kembali.
"Ini harus diperjuangkan, ya kami hanya bisa menyampaikan keluh ini ke pejabat atau DPR yang datang. Kami sebagai perpanjangan pimpinan bersama Babinsa siap mengawal. Kami sangat berharap lahan ini bisa ditanami kembali,"ucapnya lagi.
Untuk diketahui, Kampung Nimbokrang merupakan kampung administratif Distrik Nimbokrang. Pada era tahun 1980-an, kampung ini sangat dikenal masyarakat luas sebagai kampung lumbung pangan terbaik Kabupaten Jayapura. Penghasilan utama warganya adalah dari sektor pertanian, baik berupa tanaman Padi, Kedelai dan palawija lain, termasuk perkebunan jeruk.
Tak hanya pertanian, di kala itu dan masih eksis hingga saat ini adalah sektor peternakan. Warga juga cukup produktif dalam hal peternakan sapi. Namun seiring waktu, slogan lumbung pangan itu kini sirna, persoalan sengketa lahan garapan dengan pemilik ulayat membuat semangat bertani warga redam seketika.
Dan bahkan untuk terus membuat dapur ngebul, warga harus mencari sektor lain yang bisa mendatangkan income, sektor jasa dan industri misalkan.
Saat ini, akan banyak kita jumpai para pengusaha meubeler di Nimbokrang, sumber daya yang mencukupi dan hasil jual menjanjikan membuat usaha meubel diminati, hingga sektor pertanian mulai ditinggalkan.
Hal ini tentu harusnya menjadi PR (Pekerjaan Rumah) pemerintah, kebutuhan pokok bidang pangan alangkah lebih baik jika mampu dihasilkan dari wilayahnya sendiri, bukan dari wilayah lain, atau bahkan harus mendatangkan dari luar daerah. Terlebih dimasa Pandemi COVID-19.
(msd)