Pelanggaran PPDB Selalu Terulang, Pemerintah Diminta Tindak Tegas Oknum Sekolah
loading...
A
A
A
BANDUNG - Forum Aksi Guru Indonesia (FAGI) Jawa Barat meminta pemerintah menindak tegas oknum sekolah yang melakukan pelanggaran pada proses penerimaan peserta didik baru ( PPDB ). Ketegasan diperlukan untuk memberi efek jera bagi para oknum sekolah.
Menurut Ketua FAGI Jabar Iwan Hermawan, pelanggaran PPDB selalu saja terjadi setiap tahunnya. Bahkan pelanggaran PPDB terjadi pada pra, pelaksanaan, dan pasca PPDB. Hal itu terjadi karena tidak ada ketegasan.
"Persoalannya karena tidak ada ketegasan dari pemerintah, dinas pendidikan, inspektorat, siber pungli dan lainnya untuk memberikan sanksi kepada yang melakukan pelanggaran," kata Iwan.
Baca juga: Dinas Pendidikan Jabar Bikin Skema Antisipasi Praktik Curang PPDB 2023
Jika ketegasan dilakukan, lanjut dia, bisa memberi efek jera. Namun ketegasan itu juga mesti ada komitmen kuat semua pihak. Jangan di satu sisi pejabat tegas, tapi dibelakang masih melakukan praktek titip menitip siswa.
Menurut dia, praktik jual beli kursi diduga masih saja terjadi. Misalnya secara online kuota hanya 32, tetapi setelah masuk kelas ada 36 siswa. Artinya ada 4 siswa titipan yang tidak mendaftar secara online. Belum lagi jika banyak siswa titipan, sekolah sampai berani membuka satu kelas.
"Ini yang sering terjadi pada saat PPDB, ya tahun sekarang bisa jadi terjadi lagi sesuai dengan prediksi dari FAGI Jawa Barat, " imbuh dia.
Sebelumnya, Ketua FAGI Jabar Iwan Hermawan, setidaknya ada tiga fase indikasi kecurangan yang terus terjadi setiap tahunnya. Yaitu fase pra, saat pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan PPDB.
"Pada fase pra, indikasi kecurangan biasa berupa manipulasi KK, manipulasi nilai raport, sertifikat aspal PPDB, dan penyediaan kuota kursi kosong atau speling oleh sekolah, " jelas Iwan, Selasa (6/6/2023).
Menurut dia, manipulasi KK dilakukan dengan mendekatkan kartu keluarga ke sekolah-sekolah favorit. Modusnya ikut ke keluarga orang lain di sekitar kompleks perumahan atau rumah-rumah yang mendekati sekolah favorit.
"Dan itu seringkali terjadi dan itu boleh secara hukum karena warga negara boleh tinggal di mana saja di seluruh Indonesia," katanya.
Kemudian pada fase pelaksanaan PPDB, kecurangan bisa terjadi dengan melibatkan oknum operator. Oknum tersebut bisa saja melakukan rekayasa data, sehingga calon peserta didik bisa diterima.
Sedangkan fase ketiga atau pasca PPDB, yaitu melalui komersialisasi pengisian bangku kosong. Menjamurnya titipan dari berbagai pihak, dan penambahan rombongan belajar.
Menurut Ketua FAGI Jabar Iwan Hermawan, pelanggaran PPDB selalu saja terjadi setiap tahunnya. Bahkan pelanggaran PPDB terjadi pada pra, pelaksanaan, dan pasca PPDB. Hal itu terjadi karena tidak ada ketegasan.
"Persoalannya karena tidak ada ketegasan dari pemerintah, dinas pendidikan, inspektorat, siber pungli dan lainnya untuk memberikan sanksi kepada yang melakukan pelanggaran," kata Iwan.
Baca juga: Dinas Pendidikan Jabar Bikin Skema Antisipasi Praktik Curang PPDB 2023
Jika ketegasan dilakukan, lanjut dia, bisa memberi efek jera. Namun ketegasan itu juga mesti ada komitmen kuat semua pihak. Jangan di satu sisi pejabat tegas, tapi dibelakang masih melakukan praktek titip menitip siswa.
Menurut dia, praktik jual beli kursi diduga masih saja terjadi. Misalnya secara online kuota hanya 32, tetapi setelah masuk kelas ada 36 siswa. Artinya ada 4 siswa titipan yang tidak mendaftar secara online. Belum lagi jika banyak siswa titipan, sekolah sampai berani membuka satu kelas.
"Ini yang sering terjadi pada saat PPDB, ya tahun sekarang bisa jadi terjadi lagi sesuai dengan prediksi dari FAGI Jawa Barat, " imbuh dia.
Sebelumnya, Ketua FAGI Jabar Iwan Hermawan, setidaknya ada tiga fase indikasi kecurangan yang terus terjadi setiap tahunnya. Yaitu fase pra, saat pelaksanaan, dan pasca pelaksanaan PPDB.
"Pada fase pra, indikasi kecurangan biasa berupa manipulasi KK, manipulasi nilai raport, sertifikat aspal PPDB, dan penyediaan kuota kursi kosong atau speling oleh sekolah, " jelas Iwan, Selasa (6/6/2023).
Menurut dia, manipulasi KK dilakukan dengan mendekatkan kartu keluarga ke sekolah-sekolah favorit. Modusnya ikut ke keluarga orang lain di sekitar kompleks perumahan atau rumah-rumah yang mendekati sekolah favorit.
"Dan itu seringkali terjadi dan itu boleh secara hukum karena warga negara boleh tinggal di mana saja di seluruh Indonesia," katanya.
Kemudian pada fase pelaksanaan PPDB, kecurangan bisa terjadi dengan melibatkan oknum operator. Oknum tersebut bisa saja melakukan rekayasa data, sehingga calon peserta didik bisa diterima.
Sedangkan fase ketiga atau pasca PPDB, yaitu melalui komersialisasi pengisian bangku kosong. Menjamurnya titipan dari berbagai pihak, dan penambahan rombongan belajar.
(msd)