NTT Perlu Terapkan Gagasan Fransiscus Go Soal Kepemimpinan Adaptif dan Relevan
loading...
A
A
A
KUPANG - Konsep kepemimpinan daerah yang adaptif dan relevan dari praktisi bisnis dan pemerhati ketenagakerjaan Fransiscus Go perlu diaplikasikan di Nusa Tenggara Timur (NTT). Hal itu diungkapkan pengamat kebijakan publik dan otonomi daerah GMT Institute Agustinus Tetiro.
Urgensi aplikasi ini sejalan dengan perubahan zaman yang cepat dan terjadi dalam jumlah gigantis.
"Adaptif dan relevan memang menjadi kata kunci untuk kepemimpinan di daerah seperti NTT. Jika pemimpin tidak adaptif,kita akan terus tertinggal. Sementara, kalau pemimpin tidak relevan, kebijakan-kebijakannya akan tercerabut dari akar dan konteks daerah," jelas Gusti, sapaan Agustinus Tetiro, dalam sebuah focus group discussion (FGD), Rabu (7/6/2023)
Pernyataan Gusti itu menanggapi pemikiran Frans Go yang tertuang dalam sebuah artikel berjudul "Pemimpin Daerah dalam Pusaran Perubahan". Frans Go berpendapat, menghadapi perubahan zaman, transformasi model dan gaya kepemimpinan menjadi keharusan.
Transformasi itu harus dirancang lebih kontekstual sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah. Kontekstualisasi model dan gaya kepemimpinan membutuhkan pola pikir dan pola tindakan yang adaptif dan relevan, sehingga pada gilirannya pemimpin daerah dapat menjadi pemimpin yang efektif dalam menghadirkan kesejahteraan bersama.
Menurut Gusti, adaptasi terhadap perkembangan teknologi dengan segala disrupsi yang ada di dalamnya adalah suatu hal yang tidak dikompromi. Jika ingin maju, adaptasi adalah keharusan. Dalam konteks NTT, pemimpin yang adaptif diperlukan untuk membaca segala derap perubahan agar tidak ketinggalan zaman.
Gusti mengangkat contoh sederhana bahwa jika selama ini NTT hanya mengirimkan tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak terampil, maka pemimpin adaptif perlu mempersiapkan generasi pekerja yang terdidik dan terampil serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bidang teknologi dan bisnis digital.
"Begitu juga, adalah sebuah bencana jika pemimpin di NTT kemudian menjadi irrelevan, tidak memahami konteks daerahnya. Pemikiran Pak Frans Go tentang relevansi pemimpin perlu dibaca dalam konteks NTT," ungkap Gusti.
Gusti mengungkapkan, pemimpin yang relevan memahami daerahnya dengan benar, dengan data valid dan pengalaman yang otentik. Daerah seluas NTT dan berbentuk kepulauan membutuhkan pemimpin yang bisa dengan genial memahami banyak pola pikir dan pola tindak masyarakat berdasarkan adat-istiadat, agama dan beragam latar belakang lainnya.
"Pemimpin di NTT bisa disebut relevan kalau bisa dengan cerdas memilah dan memilih kebijakan sesuai daerah masing-masing. Apa yang pas dan cocok di Sumba tentu saja tidak serta-merta cocok di Alor dan di Belu. Begitu juga sebaliknya," tandas Gusti.
Lebih lanjut, Gusti mengatakan, pribadi dengan pemikiran dan karya besar seperti Frans Go perlu mendapatkan ruang dan peluang untuk semakin banyak tampil di konteks NTT, bahkan bisa dipertimbangkan untuk menjadi pemimpin di daerah 3T seperti di NTT.
Hal ini beralasan, karena Frans Go tidak hanya berpikir dari ruang kosong, tetapi merupakan hasil refleksinya setelah sekian lama berjibaku dalam dunia bisnis dan ketenagakerjaan, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi anak-anak NTT, baik di NTT maupun di luar NTT seperti di Jakarta, Yogya, dan kota-kota lainnya.
"Kita perlu memperkenalkan wajah baru untuk harapan baru bagi NTT, Pak Frans Go bisa menjadi salah satu pilihan yang sesuai dengan konteks NTT sini-kini," pungkas Gusti.
Urgensi aplikasi ini sejalan dengan perubahan zaman yang cepat dan terjadi dalam jumlah gigantis.
"Adaptif dan relevan memang menjadi kata kunci untuk kepemimpinan di daerah seperti NTT. Jika pemimpin tidak adaptif,kita akan terus tertinggal. Sementara, kalau pemimpin tidak relevan, kebijakan-kebijakannya akan tercerabut dari akar dan konteks daerah," jelas Gusti, sapaan Agustinus Tetiro, dalam sebuah focus group discussion (FGD), Rabu (7/6/2023)
Pernyataan Gusti itu menanggapi pemikiran Frans Go yang tertuang dalam sebuah artikel berjudul "Pemimpin Daerah dalam Pusaran Perubahan". Frans Go berpendapat, menghadapi perubahan zaman, transformasi model dan gaya kepemimpinan menjadi keharusan.
Transformasi itu harus dirancang lebih kontekstual sesuai kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah. Kontekstualisasi model dan gaya kepemimpinan membutuhkan pola pikir dan pola tindakan yang adaptif dan relevan, sehingga pada gilirannya pemimpin daerah dapat menjadi pemimpin yang efektif dalam menghadirkan kesejahteraan bersama.
Menurut Gusti, adaptasi terhadap perkembangan teknologi dengan segala disrupsi yang ada di dalamnya adalah suatu hal yang tidak dikompromi. Jika ingin maju, adaptasi adalah keharusan. Dalam konteks NTT, pemimpin yang adaptif diperlukan untuk membaca segala derap perubahan agar tidak ketinggalan zaman.
Gusti mengangkat contoh sederhana bahwa jika selama ini NTT hanya mengirimkan tenaga kerja yang tidak terdidik dan tidak terampil, maka pemimpin adaptif perlu mempersiapkan generasi pekerja yang terdidik dan terampil serta memiliki pengetahuan dan keterampilan yang baik dalam bidang teknologi dan bisnis digital.
"Begitu juga, adalah sebuah bencana jika pemimpin di NTT kemudian menjadi irrelevan, tidak memahami konteks daerahnya. Pemikiran Pak Frans Go tentang relevansi pemimpin perlu dibaca dalam konteks NTT," ungkap Gusti.
Gusti mengungkapkan, pemimpin yang relevan memahami daerahnya dengan benar, dengan data valid dan pengalaman yang otentik. Daerah seluas NTT dan berbentuk kepulauan membutuhkan pemimpin yang bisa dengan genial memahami banyak pola pikir dan pola tindak masyarakat berdasarkan adat-istiadat, agama dan beragam latar belakang lainnya.
"Pemimpin di NTT bisa disebut relevan kalau bisa dengan cerdas memilah dan memilih kebijakan sesuai daerah masing-masing. Apa yang pas dan cocok di Sumba tentu saja tidak serta-merta cocok di Alor dan di Belu. Begitu juga sebaliknya," tandas Gusti.
Lebih lanjut, Gusti mengatakan, pribadi dengan pemikiran dan karya besar seperti Frans Go perlu mendapatkan ruang dan peluang untuk semakin banyak tampil di konteks NTT, bahkan bisa dipertimbangkan untuk menjadi pemimpin di daerah 3T seperti di NTT.
Hal ini beralasan, karena Frans Go tidak hanya berpikir dari ruang kosong, tetapi merupakan hasil refleksinya setelah sekian lama berjibaku dalam dunia bisnis dan ketenagakerjaan, terutama dalam penyediaan lapangan pekerjaan bagi anak-anak NTT, baik di NTT maupun di luar NTT seperti di Jakarta, Yogya, dan kota-kota lainnya.
"Kita perlu memperkenalkan wajah baru untuk harapan baru bagi NTT, Pak Frans Go bisa menjadi salah satu pilihan yang sesuai dengan konteks NTT sini-kini," pungkas Gusti.
(nag)