Mantan Napiter Minta Dilibatkan dalam Program Deradikalisasi Pemerintah
loading...
A
A
A
SEMARANG - Para mantan narapidana terorisme (napiter) meminta untuk dilibatkan dalam program-program deradikalisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Mereka berpandangan jika itu dilakukan akan lebih efektif karena memiliki ikatan emosional.
Sasaran deradikalisasi adalah mereka yang terpapar paham radikal, termasuk dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI), organisasi yang dilarang beroperasi di Indonesia karena melakukan aksi teror.
Hal itu diungkapkan Joko Priyono alias Karso (50) mantan napiter pentolan kelompok Neo JI kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Prof. Rycko Amelza Dahniel ketika halalbihalal dan silaturahmi kebangsaan dengan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) di Kota Semarang.
“Kami berharap ada pendekatan-pendekatan baru, intinya untuk meluruskan hal-hal yang tidak sesuai. Ada dialog dengan kami, bagaimana kami bertemu, istilahnya ngopi bareng, jadi deradikalisasi dengan bahasa yang lain,” ungkap Karso yang dulu divonis 4 tahun penjara karena keterlibatannya dengan Neo JI, dikutip Senin (8/5/2023).
Karso mengemukakan, mereka yang terpapar paham radikal dari kelompok JI ataupun Neo JI jumlahnya cukup banyak, khususnya di Kota Semarang dan sekitarnya.
Menurutnya, Yayasan Persadani termasuk Komunitas Walisongo di Kota Semarang bisa digandeng untuk kerja-kerja deradikalisasi agar lebih efektif. Karso mencontohkan apa yang sudah dilakukan Kepala Densus 88/Antiteror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom dengan pola-pola humanisnya dalam rangka deradikalisasi.
“Walaupun saya tidak masuk Yayasan Persadani, tetapi saya bersedia membantu yayasan ini. Semarang ini khas, kita lebih paham mereka, mohon maaf ya Pak (Rycko), sebab saya pernah susah senang bersama mereka,” lanjutnya.
Hal senada dikatakan Ketua Yayasan Persadani, Sri Puji Mulyosiswanto. Dia meminta BNPT mendukung penuh kegiatan-kegiatan yayasan ataupun mantan napiter yang positif di Jawa Tengah. Tak terkecuali Yayasan Persadani.
Salah satu bentuk dukungannya dengan memfasilitasi ketika mereka mendampingi para tahanan ataupun narapidana terorisme di penjara, termasuk ketika mengunjungi anggota keluarga mereka.
“Ketika kami hendak ke penjara, juga mengunjungi anggota keluarga mereka (tahanan ataupun napiter) tentunya perlu operasional. Di Jawa Tengah sekarang ada 4 komunitas mantan napiter, Yayasan Persadani, Paguyuban Bahurekso, Paguyuban Podomoro dan Yayasan Gema Salam,” kata Sri Puji.
Sementara itu, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengemukakan hal senada. Dia juga menginginkan para mantan napiter bisa berbagi pengalaman kepada mereka yang masih radikal.
“Membantu berbagi pengalaman, mendapatkan hidayah mereka kepada mereka yang masih di luar maupun di dalam tapi belum tersentuh hatinya, tentu dengan berbagai cara pengalaman masing-masing,” ungkap peraih Adhi Makayasa Akpol 1988 ini.
Rycko mengajak semuanya terus menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mempererat rasa kebangsaan dan toleransi di antara perbedaan yang ada.
Pada kegiatan itu dihadiri pula Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jateng Haerudin dan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang. Sementara dari BNPT, hadir pula Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikaliasi Mayjen TNI Nisan Setiadi dan Direktur Pencegahan Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid. Kanit Identifikasi dan Sosialisasi Satgas Wilayah Jateng Densus 88/Antiteror Polri AKBP Bambang Prasetyanto hadir mewakili Densus 88/AT.
Kegiatan dihadiri 45 mantan narapidana terorisme, tersebar dari wilayah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kota Salatiga, termasuk dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Beberapa istri mantan napiter juga hadir pada kegiatan itu.
Lihat Juga: Lakpesdam PBNU: Moderasi Beragama dan Cinta Tanah Air Kunci Hadapi Ideologi Transnasional
Sasaran deradikalisasi adalah mereka yang terpapar paham radikal, termasuk dari kelompok Jamaah Islamiyah (JI), organisasi yang dilarang beroperasi di Indonesia karena melakukan aksi teror.
Hal itu diungkapkan Joko Priyono alias Karso (50) mantan napiter pentolan kelompok Neo JI kepada Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Prof. Rycko Amelza Dahniel ketika halalbihalal dan silaturahmi kebangsaan dengan Yayasan Putra Persaudaraan Anak Negeri (Persadani) di Kota Semarang.
“Kami berharap ada pendekatan-pendekatan baru, intinya untuk meluruskan hal-hal yang tidak sesuai. Ada dialog dengan kami, bagaimana kami bertemu, istilahnya ngopi bareng, jadi deradikalisasi dengan bahasa yang lain,” ungkap Karso yang dulu divonis 4 tahun penjara karena keterlibatannya dengan Neo JI, dikutip Senin (8/5/2023).
Karso mengemukakan, mereka yang terpapar paham radikal dari kelompok JI ataupun Neo JI jumlahnya cukup banyak, khususnya di Kota Semarang dan sekitarnya.
Menurutnya, Yayasan Persadani termasuk Komunitas Walisongo di Kota Semarang bisa digandeng untuk kerja-kerja deradikalisasi agar lebih efektif. Karso mencontohkan apa yang sudah dilakukan Kepala Densus 88/Antiteror Polri Irjen Pol Marthinus Hukom dengan pola-pola humanisnya dalam rangka deradikalisasi.
Baca Juga
“Walaupun saya tidak masuk Yayasan Persadani, tetapi saya bersedia membantu yayasan ini. Semarang ini khas, kita lebih paham mereka, mohon maaf ya Pak (Rycko), sebab saya pernah susah senang bersama mereka,” lanjutnya.
Hal senada dikatakan Ketua Yayasan Persadani, Sri Puji Mulyosiswanto. Dia meminta BNPT mendukung penuh kegiatan-kegiatan yayasan ataupun mantan napiter yang positif di Jawa Tengah. Tak terkecuali Yayasan Persadani.
Salah satu bentuk dukungannya dengan memfasilitasi ketika mereka mendampingi para tahanan ataupun narapidana terorisme di penjara, termasuk ketika mengunjungi anggota keluarga mereka.
“Ketika kami hendak ke penjara, juga mengunjungi anggota keluarga mereka (tahanan ataupun napiter) tentunya perlu operasional. Di Jawa Tengah sekarang ada 4 komunitas mantan napiter, Yayasan Persadani, Paguyuban Bahurekso, Paguyuban Podomoro dan Yayasan Gema Salam,” kata Sri Puji.
Sementara itu, Komjen Pol Rycko Amelza Dahniel mengemukakan hal senada. Dia juga menginginkan para mantan napiter bisa berbagi pengalaman kepada mereka yang masih radikal.
“Membantu berbagi pengalaman, mendapatkan hidayah mereka kepada mereka yang masih di luar maupun di dalam tapi belum tersentuh hatinya, tentu dengan berbagai cara pengalaman masing-masing,” ungkap peraih Adhi Makayasa Akpol 1988 ini.
Rycko mengajak semuanya terus menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan mempererat rasa kebangsaan dan toleransi di antara perbedaan yang ada.
Pada kegiatan itu dihadiri pula Kepala Badan Kesbangpol Provinsi Jateng Haerudin dan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kota Semarang. Sementara dari BNPT, hadir pula Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikaliasi Mayjen TNI Nisan Setiadi dan Direktur Pencegahan Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwahid. Kanit Identifikasi dan Sosialisasi Satgas Wilayah Jateng Densus 88/Antiteror Polri AKBP Bambang Prasetyanto hadir mewakili Densus 88/AT.
Kegiatan dihadiri 45 mantan narapidana terorisme, tersebar dari wilayah Kabupaten Cilacap, Kabupaten Banyumas, Kabupaten Batang, Kabupaten Kendal, Kota Semarang, Kabupaten Semarang, Kabupaten Grobogan, Kabupaten Kudus, Kota Salatiga, termasuk dari wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Beberapa istri mantan napiter juga hadir pada kegiatan itu.
Lihat Juga: Lakpesdam PBNU: Moderasi Beragama dan Cinta Tanah Air Kunci Hadapi Ideologi Transnasional
(shf)