Hari Otonomi Daerah, Wujudkan Indonesia Unggul dengan Inovasi Pelayanan Publik
loading...
A
A
A
JAKARTA - Menginjak usia 27 tahun, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri telah mencapai tahap yang matang untuk melahirkan inovasi kebijakan yang bermanfaat demi menciptakan kinerja urusan pemerintahan.
Sebagai rangkaian peringatan Hari Otonomi Daerah yang jatuh pada 25 April 2023, Ditjen Otonomi Daerah menggelar seminar nasional bertema ‘Refleksi 27 Tahun Otonomi Daerah dalam rangka Mewujudkan Otonomi Daerah Maju, Indonesia Unggul’ di Four Point By Sheraton, Makassar, Kamis (13/4/2023).
Hadir dalam Seminar Nasional tersebut Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro, Dirjen Otonomi Daerah sekaligus Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia Lukman Said, dan Guru Besar Fisipol Unhas Prof. Armin.
Dalam kesempatan tersebut Suhajar Diantoro mengatakan, otonomi daerah adalah strategi mencapai tujuan bernegara. Indonesia yang menganut sistem demokrasi memberi ruang kepada masyarakat untuk berbicara.
“Oleh karena itu, metode memilih Kepala Daerah adalah ruang untuk rakyat memberikan bargaining kepada calon pemimpinnya,” ucapnya.
Kepala Daerah memiliki hak, kewajiban, dan kewenangan untuk mengurus daerahnya demi menyejahterakan masyarakat serta memajukan daerah tersebut.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan inovasi atau terobosan yang bermanfaat yang didukung oleh Pemerintah Pusat, sehingga rakyat puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Suhajar mengungkapkan, Makassar sebagai tuan rumah Hari Otda 2023 telah berinovasi mewujudkan smart city. Selain Makassar, kota besar lainnya juga telah melakukan inovasi dan mencari solusi untuk memecahkan isu-isu daerahnya.
Sementara itu, Akmal Malik menjelaskan peningkatan kapasitas pemerintah daerah melalui inovasi daerah.
“Berbicara tentang persoalan kapasitas daerah, kita tidak bisa mengabaikan parameter yang selama ini menjadi dasar kualitas otonomi daerah. Mulai dari persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kekuatan daerah melaksanakan urusan-urusan yang menjadi kewenangan mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, urusan-urusan tersebut justru merupakan hal-hal yang menjadi rintangan bagi kemandirian otonomi daerah. Hal ini berkaitan dengan kelembagaan daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan-urusan itu, kekuatan sumber daya manusia, serta aparatur yang ada untuk melaksanakan berbagai kewenangan yang sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat.
“Tentu juga tak lepas bagaimana kekuatan fiskal dan juga bagaimana peran aktor baik kepala daerah dan DPRD berkolaborasi untuk menghadirkan sebuah kesejahteraan dan pelayanan publik yang baik bagi daerah,” ungkapnya.
Kapasitas daerah itu akan terlihat dari seberapa berkualitas pelayanan publik yang mereka berikan. “Tadi disampaikan bagaimana beberapa daerah sangat bagus menghadirkan inovasi-inovasi pelayanan publik yang pada akhirnya menjadi instrumen yang baik bagi mereka untuk menghadirkan kepuasan kepada masyarakat,” tuturnya.
“Sejatinya kita ingin mengatakan otonomi daerah itu adalah hadir untuk mewujudkan daerah yang mandiri dan masyarakatnya puas. Sehingga terwujudlah apa yang disebut dengan kesejahteraan di tengah masyarakat,” katanya.
Menurutnya, kapasitas daerah berkaitan erat dengan inovasi, ada enam area inovasi yang masih bersifat parsial, di antaranya inovasi administrasi, inovasi manajemen, inovasi kebijakan, inovasi frugal, inovasi teknologi, dan inovasi sosial.
“Hingga saat ini belum ada inovasi yang hadir secara komprehensif yang mampu mendongkrak kapasitas sebuah daerah,” ujarnya menambahkan.
Infografis 6 Area Inovasi. (Foto: dok YouTube KOMINFO Kota Makassar)
Akmal juga melihat bahwa Pemerintah Pusat sering kali memandang semua daerah itu sama. Padahal kondisi masing-masing daerah tak selalu sama.
“Seperti daerah remote area, daerah maritim, daerah perkebunan dan sebagainya sering kali tidak mendapatkan treatment yang tepat dari para pemangku urusan yang ada di pusat, yaitu kementerian-kementerian terkait,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, isu-isu aktual saat ini dalam perspektif peningkatan kapasitas adalah belum ada terlihat relasi yang simbiosis mutualisme antara inovasi yang dibuat oleh masing-masing daerah dengan pelaksanaan reformasi birokrasi yang menjadi salah satu agenda strategis Presiden Joko Widodo.
“Saya dalam setahun di Sulbar, saya melihat betul betapa pentingnya reformasi birokrasi ini untuk mendorong daerah lebih berkapasitas dan munculnya inovasi-inovasi,” tuturnya.
Akmal mengungkapkan, terkait persoalan isu-isu aktual, ia berharap Kemendagri melakukan bridging atau menjembatani dengan baik.
“Bridging yang dilakukan lebih jauh bersifat parsial. Ketika ada persoalan mengenai air di Makassar, kita cenderung berbicara persoalan PU saja. Padahal ada persoalan-persoalan lain, contohnya lingkungan hidupnya dan sebagainya yang menurut pandang kami memang harus dilakukan dijembatani dengan baik oleh Kementerian Dalam Negeri,” ucapnya tegas.
Menurutnya, peran otonomi daerah ke depan akan jauh lebih maksimal. Paradigma Otda ke depan adalah melayani daerah agar daerah bisa melaksanakan urusan-urusan itu dengan baik, menjembatani kepentingan-kepentingan daerah ke pusat, agar norma, standar, prosedur, kriteria yang dibuat dapat diterjemahkan dalam Perda ataupun Peraturan Kepala Daerah.
“Paradigma inilah yang akan kita bangun ke depan bagaimana membangun kapasitas daerah melalui inovasi, melalui reformasi birokrasi yang lebih baik ke depan,” ujarnya.
Ia pun menyampaikan, mengubah paradigma pusat dan daerah juga penting harus dilakukan. “Ke depan kita juga meminta agar Pemerintah Pusat lebih atensi kepada daerah-daerah remote, daerah-daerah yang menurut pandangan kami berada di bawah,” katanya.
Sebagai rangkaian peringatan Hari Otonomi Daerah yang jatuh pada 25 April 2023, Ditjen Otonomi Daerah menggelar seminar nasional bertema ‘Refleksi 27 Tahun Otonomi Daerah dalam rangka Mewujudkan Otonomi Daerah Maju, Indonesia Unggul’ di Four Point By Sheraton, Makassar, Kamis (13/4/2023).
Hadir dalam Seminar Nasional tersebut Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro, Dirjen Otonomi Daerah sekaligus Pj Gubernur Sulawesi Barat Akmal Malik, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Wali Kota Makassar Moh. Ramdhan Pomanto, Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto, Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan, Ketua Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia Lukman Said, dan Guru Besar Fisipol Unhas Prof. Armin.
Dalam kesempatan tersebut Suhajar Diantoro mengatakan, otonomi daerah adalah strategi mencapai tujuan bernegara. Indonesia yang menganut sistem demokrasi memberi ruang kepada masyarakat untuk berbicara.
“Oleh karena itu, metode memilih Kepala Daerah adalah ruang untuk rakyat memberikan bargaining kepada calon pemimpinnya,” ucapnya.
Kepala Daerah memiliki hak, kewajiban, dan kewenangan untuk mengurus daerahnya demi menyejahterakan masyarakat serta memajukan daerah tersebut.
Dalam mewujudkan tujuan tersebut, diperlukan inovasi atau terobosan yang bermanfaat yang didukung oleh Pemerintah Pusat, sehingga rakyat puas dengan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Suhajar mengungkapkan, Makassar sebagai tuan rumah Hari Otda 2023 telah berinovasi mewujudkan smart city. Selain Makassar, kota besar lainnya juga telah melakukan inovasi dan mencari solusi untuk memecahkan isu-isu daerahnya.
Sementara itu, Akmal Malik menjelaskan peningkatan kapasitas pemerintah daerah melalui inovasi daerah.
“Berbicara tentang persoalan kapasitas daerah, kita tidak bisa mengabaikan parameter yang selama ini menjadi dasar kualitas otonomi daerah. Mulai dari persoalan-persoalan yang berkaitan dengan bagaimana kekuatan daerah melaksanakan urusan-urusan yang menjadi kewenangan mereka,” ujarnya.
Ia menambahkan, urusan-urusan tersebut justru merupakan hal-hal yang menjadi rintangan bagi kemandirian otonomi daerah. Hal ini berkaitan dengan kelembagaan daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan-urusan itu, kekuatan sumber daya manusia, serta aparatur yang ada untuk melaksanakan berbagai kewenangan yang sudah diberikan oleh Pemerintah Pusat.
“Tentu juga tak lepas bagaimana kekuatan fiskal dan juga bagaimana peran aktor baik kepala daerah dan DPRD berkolaborasi untuk menghadirkan sebuah kesejahteraan dan pelayanan publik yang baik bagi daerah,” ungkapnya.
Kapasitas daerah itu akan terlihat dari seberapa berkualitas pelayanan publik yang mereka berikan. “Tadi disampaikan bagaimana beberapa daerah sangat bagus menghadirkan inovasi-inovasi pelayanan publik yang pada akhirnya menjadi instrumen yang baik bagi mereka untuk menghadirkan kepuasan kepada masyarakat,” tuturnya.
“Sejatinya kita ingin mengatakan otonomi daerah itu adalah hadir untuk mewujudkan daerah yang mandiri dan masyarakatnya puas. Sehingga terwujudlah apa yang disebut dengan kesejahteraan di tengah masyarakat,” katanya.
Menurutnya, kapasitas daerah berkaitan erat dengan inovasi, ada enam area inovasi yang masih bersifat parsial, di antaranya inovasi administrasi, inovasi manajemen, inovasi kebijakan, inovasi frugal, inovasi teknologi, dan inovasi sosial.
“Hingga saat ini belum ada inovasi yang hadir secara komprehensif yang mampu mendongkrak kapasitas sebuah daerah,” ujarnya menambahkan.
Infografis 6 Area Inovasi. (Foto: dok YouTube KOMINFO Kota Makassar)
Akmal juga melihat bahwa Pemerintah Pusat sering kali memandang semua daerah itu sama. Padahal kondisi masing-masing daerah tak selalu sama.
“Seperti daerah remote area, daerah maritim, daerah perkebunan dan sebagainya sering kali tidak mendapatkan treatment yang tepat dari para pemangku urusan yang ada di pusat, yaitu kementerian-kementerian terkait,” ucapnya.
Selain itu, lanjutnya, isu-isu aktual saat ini dalam perspektif peningkatan kapasitas adalah belum ada terlihat relasi yang simbiosis mutualisme antara inovasi yang dibuat oleh masing-masing daerah dengan pelaksanaan reformasi birokrasi yang menjadi salah satu agenda strategis Presiden Joko Widodo.
“Saya dalam setahun di Sulbar, saya melihat betul betapa pentingnya reformasi birokrasi ini untuk mendorong daerah lebih berkapasitas dan munculnya inovasi-inovasi,” tuturnya.
Akmal mengungkapkan, terkait persoalan isu-isu aktual, ia berharap Kemendagri melakukan bridging atau menjembatani dengan baik.
“Bridging yang dilakukan lebih jauh bersifat parsial. Ketika ada persoalan mengenai air di Makassar, kita cenderung berbicara persoalan PU saja. Padahal ada persoalan-persoalan lain, contohnya lingkungan hidupnya dan sebagainya yang menurut pandang kami memang harus dilakukan dijembatani dengan baik oleh Kementerian Dalam Negeri,” ucapnya tegas.
Menurutnya, peran otonomi daerah ke depan akan jauh lebih maksimal. Paradigma Otda ke depan adalah melayani daerah agar daerah bisa melaksanakan urusan-urusan itu dengan baik, menjembatani kepentingan-kepentingan daerah ke pusat, agar norma, standar, prosedur, kriteria yang dibuat dapat diterjemahkan dalam Perda ataupun Peraturan Kepala Daerah.
“Paradigma inilah yang akan kita bangun ke depan bagaimana membangun kapasitas daerah melalui inovasi, melalui reformasi birokrasi yang lebih baik ke depan,” ujarnya.
Ia pun menyampaikan, mengubah paradigma pusat dan daerah juga penting harus dilakukan. “Ke depan kita juga meminta agar Pemerintah Pusat lebih atensi kepada daerah-daerah remote, daerah-daerah yang menurut pandangan kami berada di bawah,” katanya.
(ars)