Kisah Hayam Wuruk Pandai Menari hingga Blusukan sebelum Kuasai Majapahit

Jum'at, 31 Maret 2023 - 05:05 WIB
loading...
Kisah Hayam Wuruk Pandai Menari hingga Blusukan sebelum Kuasai Majapahit
Raja Majapahit, Hayam Wuruk saat melakukan blusukan ke pelosok desa demi melihat rakyatnya. Foto: Ilustrasi
A A A
HAYAM Wuruk ternyata punya hobi unik sebelum menguasai Majapahit . Dia naik takhta pada tahun 1351, saat itu usianya masih sangat muda yakni 17 tahun.

Hayam Wuruk menggantikan ibundanya, Tribhuwana Tunggadewi. Di bawah kekuasaannya Majapahit mencapai puncak kejayaan.

Sebenarnya pada saat itu yang memerintah majapahit adalah neneknya Gayatri Rajapatni. Namun saat itu dia memilih menjalani hidup sebagai bhiksuni (pendeta wanita).

Sehingga diwakilkan kepada Tribhuwana Tunggadewi. Hal itu diceritakan dalam kitab Desawarnana atau Negarakertagama.



Hayam Wuruk dilahirkan tahun 1334 dari pasangan Tribhuwana Tunggadewi (penguasa ketiga Majapahit) putri Raden Wijaya pendiri Majapahit, dengan Sri Kertawardhana alias Cakradhara yang berkedudukan sebagai penguasa Tumapel atau kawasan Malang sekarang.

Menurut kitab Kakawin Nagarakretagama (Desawarnana) peristiwa kelahirannya ditandai dengan gempa bumi di Pabanyu Pindah dan letusan Gunung Kelud.



Ternyata, sebelum menjadi raja, Hayam Wuruk remaja memiliki hobi unik yang jarang diketahui oleh orang banyak. Dia menyukai seni dalang, wayang bahkan pandai menari.

Pararaton menyatakan bahwa Sri Hayam Wuruk juga bernama Raden Tetep. Prof Slamet Muljana dalam "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit", menyebutkan, gelar Hayam Wuruk kalau menjadi dalang ialah Tirtaraju.

Hayam Wuruk juga sering memainkan seni tari. Jika menari, memainkan peran wanita, sebagai Pager Antimun; kalau jadi pelawak dalam wayang, mengambil peran Gagak Katawang. Sebagai pemeluk agama Siwa dikenal sebagai Janeswara.

Setelah dinobatkan sebagai raja, mengambil nama abhiseka Sri Rajasanagara. Sebagai raja juga disebut Hyang Wekasing Suka. Gelar atau nama tambahan itu dengan sendirinya tidak pernah tercantum dalam prasasti.

Hanya gelar Hyang Wekasing Suka' pernah satu kali disebut pada suatu prasasti yang diperbarui oleh Sri Wikramawardhana sepeninggal Sri Rajasanagara. Yang biasa tercantum pada prasasti ialah garbhopatinya Dyah Hayam Wuruk, nama abhisekanya Sri Rajasanagara atau gabungan nama garbhopati dengan nama abhisekanya.


Sementara dalam naskah Nagarakretagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca. Dalam kakawin yang aslinya merupakan catatan tentang desa-desa di Majapahit ini, Mpu Prapanca sempat mengungkapkan kisah Prabu Hayam Wuruk yang ambil bagian dalam sendratari Majapahit.

Sebagai seorang raja besar, Hayam Wuruk tidak hanya memiliki ketangkasan dalam tanding senjata, memanah, dan berkuda. Namun, dalam salah satu pupuh Nagarakretagama juga disebutkan bahwa raja terbesar Majapahit ini memiliki hobi menari dan menyanyi.

Mpu Prapanca dalam uraiannya mengisahkan, sebuah pertemuan terjadi di dalam istana. Ada seorang utusan yang dipanggil untuk menghadap Baginda. Sang utusan hendak diajak dalam sebuah perjamuan.

Di dalam istana pun hadir hadirin lainnya. Mereka semarak dalam suasana pesta.

Ketika sang utusan hadir, para menteri bergilir menyanyi. Nyanyian tersebut pun mendapat sorakan pujian dari para tamu.

Tak disangka, saat itu Baginda Prabu Hayam Wuruk ikut berdiri dan melaraskan lagu. Sontak perhatian pun teralih pada suara Sang Prabu.

Baginda bernyanyi dan dalam kacamata Mpu Prapanca, suara Baginda dilukiskan amat indahnya. Bagai gerak merak di dahan kayu, bagai madu bercampur gula.



Selain hobi unik itu, Hayam Wuruk juga dikisahkan kerap berkeliling daerah setelah musim penghujan mengadakan perjalanan ke daerah dekat-dekat Majapahit, seperti Jalagiri, Blitar, Polaman, Daha, dan sebagainya.

Daerah bernama Desa Perdikan Jalagiri yang terletak tidak jauh sebelah timur Majapahit serta Wewe Pikatan di Tjandi Lima.

Biasanya Hayam Wuruk berkunjung ke lokasi tersebut dengan berjalan kaki. Bila tidak ke lokasi tersebut, biasanya Hayam Wuruk suka berkunjung ke Pala untuk melakukan ziarah ke Candi Siwa. Kemudian Hayam Wuruk meneruskan perjalanan menuju Blitar, Jimur, Silaahrit, Polaman, Daha, dan Janggala.

Saat melakukan perjalanan ini biasanya Hayam Wuruk diiringi segenap pembesar-pembesar pemerintah pusat Majapahit.

Tercatat pada tahun 1355 Masehi Hayam Wuruk juga melakukan perjalanan lumayan jauh ke Pajang, kemudian ke Lasem, yang berada di Rembang, Jawa Tengah pada 1354 Masehi.

Hayam Wuruk juga pernah melakukan perjalanan ke pantai selatan pada 1357 Masehi, ia juga pernah melalui hutan terus ke Lodaja, Teto, Sideman, pada 1359 Masehi. Hayam Wuruk juga tercatat pernah mengunjungi Lumajang sekitar bulan Agustus-September 1359 Masehi atau 1281 Saka, pada peninggalan agama Hindu.

Perhatian Hayam Wuruk terhadap desa-desa dan bangunan ternyata juga disambut oleh para penghuni desa dan warga yang didatangi.


Perjalanan berkeliling itu dimaksud untuk menyaksikan sendiri keadaan kehidupan rakyat kecil di desa-desa di wilayah Majapahit.

Kunjungan ini juga sekaligus untuk menyaksikan pelaksanaan amanat beliau sendiri kepada petugas pemerintah pusat di daerah.

Mengingat Hayam Wuruk adalah pribadi yang tak puas dengan hanya menerima laporan saja. Hayam Wuruk ingin menyaksikan sendiri keadaan rakyat di desa-desa yang sulit dikunjungi orang sekalipun. Karena itu Hayam Wuruk kerap kali menelusuri wilayah-wilayah yang sulit diakses, bahkan hingga tepi laut.

Konon perjalanan Hayam Wuruk dan pejabat Majapahit ini kerap memakan waktu berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan. Blusukan Raja Hayam Wuruk itu pun membuat masyarakat nyaman dan aman.

Sumber:
dok.sindonews/okezone
(nic)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.1083 seconds (0.1#10.140)