Jelang Ramadan, Peziarah Ramai Datangi Pesarean Sunan Ampel Surabaya
loading...
A
A
A
SURABAYA - Jelang ramadan, makam Sunan Ampel di Kecamatan Semampir, Surabaya, Jawa Timur, ramai diserbu para peziarah. Meski pada hari-hari biasa juga ramai, namun intensitas kunjungan, yakni terutama di malam hari itu, lebih padat dari biasanya.
Masih juga pukul 20.00 Wib, pengelola parkir pesarean Sunan Ampel sudah menerapkan aturan pembatasan. Terlihat usai menerima informasi melalui handy talky (HT), petugas pengelola parkir sontak menutup pintu besi rapat-rapat.
Hal itu pertanda parkiran roda empat sudah penuh. Sebelah tangannya lantas melempar kode ke arah antrean panjang kendaraan roda empat yang tidak kebagian parkir, supaya melajukan kendaraan.
“Alhamdulillah masih dapat tempat parkir, “tutur Dewangga salah seorang peziarah asal Kabupaten Blitar yang sebelumnya ikut mengantri panjang.
Jalan menuju tempat parkir makam Sunan Ampel berupa lorong sempit gang perkampungan. Jaraknya kurang lebih 200 meter. Di sepanjang lorong jalan, tak berhenti pejalan kaki dan pengendara motor berlalu lalang.
Baca juga: Serka Heri Purnomo, Babinsa Asal Malang Merintis Usaha Kopi hingga Berdayakan Warga Lereng Bromo
Tampak berjajar pedagang makanan dan minuman kecil pada bahu kiri kanan jalan. Lorong jalan menuju lokasi parkir roda empat makam Sunan Ampel itu merupakan jalur satu-satunya.
Kendaraan yang masuk dan keluar parkiran lewat jalur yang sama. Mungkin itu sebabnya, begitu lokasi parkir sudah tidak bisa menampung kendaraan, pengelola parkir langsung menerapkan aturan buka tutup.
Sementara itu area parkir yang dituju berada tepat di sisi Masjid Agung Sunan Ampel. Tampak ratusan roda empat dengan plat nopol dari berbagai daerah. Masjid yang di sebelahnya berdiri menara kuno itu dibangun oleh Sunan Ampel atau Raden Rahmat pada tahun 1421.
Raden Rahmat atau Raden Ali Rahmat merupakan Wali Songo tertua yang diyakini berasal dari negeri Campa (Kamboja). Selain sebagai pemuka agama di Ampel Denta, Sunan Ampel juga dikenal sebagai Bupati pertama Surabaya, yakni pada masa Kerajaan Majapahit.
Sunan Ampel menjejakkan kaki di tanah Jawa pada awal dasawarsa keempat abad ke-15. Ia datang bersama ayahnya, yakni Syaikh Ibrahim As-Samarkandi, dan Ali Murtadho atau Ali Musada atau Raden Santri (kakak Sunan Ampel) serta Raden Burereh atau Abu Hurairah (saudara sepupu Sunan Ampel).
Kelancaran Sunan Ampel masuk ke tanah Jawa dan diterima oleh penguasa Majapahit termasuk leluasa menyebarkan Islam di Nusantara, yakni terutama Jawa Timur, tidak lepas dari faktor bibinya.
Bibi Sunan Ampel, yakni Putri Darawati atau Andrawati yang berasal dari negeri Campa merupakan istri Prabu Brawijaya, Raja Majapahit. Pada masa kerajaan Majapahit, Ampel Denta menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.
Islam oleh Sunan Ampel juga disebarkan melalui jalur pernikahan. Sunan Ampel sendiri menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban Arya Teja, yang kemudian menurunkan Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Dalam membumikan Islam, Sunan Ampel dikenal sabar menghadapi berbagai celaan. Saat dicela karena memilih daging kambing yang berbau apak dari pada babi dan katak, Sunan Ampel dikisahkan tetap sabar dan tidak marah.
Sunan Ampel yang merupakan sesepuh Wali Songo, wafat pada 1479 Masehi. Sunan Ampel dimakamkan di sebelah masjid Agung. Makam yang diberi pembatas pagar besi itu tidak pernah sepi oleh peziarah, yakni terutama menjelang bulan ramadan.
Untuk masuk area makam para peziarah rela mengantri berdesak-desakan. Malam itu panjang antrian mencapai sekitar 150 meter. Begitu menjejakkan kaki pada lantai keramik putih area makam, setiap peziarah diharuskan melepas alas kaki sekaligus mengurus sendiri.
Area pesarean penuh sesak. Terutama lokasi yang paling dekat dengan makam. Tidak semua peziarah yang rata-rata datang rombongan, bisa mendaras doa di dekat pusara Sunan Ampel.
Di tengah lalu lalang orang mencari tempat untuk duduk bersila, doa tahlil bergema di mana-mana. “Di sini semua berdoa untuk ngalab berkah Mbah Ampel (Sunan Ampel),” ungkap Dewangga yang tahlil bersama dua putranya.
Masih juga pukul 20.00 Wib, pengelola parkir pesarean Sunan Ampel sudah menerapkan aturan pembatasan. Terlihat usai menerima informasi melalui handy talky (HT), petugas pengelola parkir sontak menutup pintu besi rapat-rapat.
Hal itu pertanda parkiran roda empat sudah penuh. Sebelah tangannya lantas melempar kode ke arah antrean panjang kendaraan roda empat yang tidak kebagian parkir, supaya melajukan kendaraan.
“Alhamdulillah masih dapat tempat parkir, “tutur Dewangga salah seorang peziarah asal Kabupaten Blitar yang sebelumnya ikut mengantri panjang.
Jalan menuju tempat parkir makam Sunan Ampel berupa lorong sempit gang perkampungan. Jaraknya kurang lebih 200 meter. Di sepanjang lorong jalan, tak berhenti pejalan kaki dan pengendara motor berlalu lalang.
Baca juga: Serka Heri Purnomo, Babinsa Asal Malang Merintis Usaha Kopi hingga Berdayakan Warga Lereng Bromo
Tampak berjajar pedagang makanan dan minuman kecil pada bahu kiri kanan jalan. Lorong jalan menuju lokasi parkir roda empat makam Sunan Ampel itu merupakan jalur satu-satunya.
Kendaraan yang masuk dan keluar parkiran lewat jalur yang sama. Mungkin itu sebabnya, begitu lokasi parkir sudah tidak bisa menampung kendaraan, pengelola parkir langsung menerapkan aturan buka tutup.
Sementara itu area parkir yang dituju berada tepat di sisi Masjid Agung Sunan Ampel. Tampak ratusan roda empat dengan plat nopol dari berbagai daerah. Masjid yang di sebelahnya berdiri menara kuno itu dibangun oleh Sunan Ampel atau Raden Rahmat pada tahun 1421.
Raden Rahmat atau Raden Ali Rahmat merupakan Wali Songo tertua yang diyakini berasal dari negeri Campa (Kamboja). Selain sebagai pemuka agama di Ampel Denta, Sunan Ampel juga dikenal sebagai Bupati pertama Surabaya, yakni pada masa Kerajaan Majapahit.
Sunan Ampel menjejakkan kaki di tanah Jawa pada awal dasawarsa keempat abad ke-15. Ia datang bersama ayahnya, yakni Syaikh Ibrahim As-Samarkandi, dan Ali Murtadho atau Ali Musada atau Raden Santri (kakak Sunan Ampel) serta Raden Burereh atau Abu Hurairah (saudara sepupu Sunan Ampel).
Kelancaran Sunan Ampel masuk ke tanah Jawa dan diterima oleh penguasa Majapahit termasuk leluasa menyebarkan Islam di Nusantara, yakni terutama Jawa Timur, tidak lepas dari faktor bibinya.
Bibi Sunan Ampel, yakni Putri Darawati atau Andrawati yang berasal dari negeri Campa merupakan istri Prabu Brawijaya, Raja Majapahit. Pada masa kerajaan Majapahit, Ampel Denta menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.
Islam oleh Sunan Ampel juga disebarkan melalui jalur pernikahan. Sunan Ampel sendiri menikah dengan Nyai Ageng Manila, putri Adipati Tuban Arya Teja, yang kemudian menurunkan Mahdum Ibrahim atau Sunan Bonang.
Dalam membumikan Islam, Sunan Ampel dikenal sabar menghadapi berbagai celaan. Saat dicela karena memilih daging kambing yang berbau apak dari pada babi dan katak, Sunan Ampel dikisahkan tetap sabar dan tidak marah.
Sunan Ampel yang merupakan sesepuh Wali Songo, wafat pada 1479 Masehi. Sunan Ampel dimakamkan di sebelah masjid Agung. Makam yang diberi pembatas pagar besi itu tidak pernah sepi oleh peziarah, yakni terutama menjelang bulan ramadan.
Untuk masuk area makam para peziarah rela mengantri berdesak-desakan. Malam itu panjang antrian mencapai sekitar 150 meter. Begitu menjejakkan kaki pada lantai keramik putih area makam, setiap peziarah diharuskan melepas alas kaki sekaligus mengurus sendiri.
Area pesarean penuh sesak. Terutama lokasi yang paling dekat dengan makam. Tidak semua peziarah yang rata-rata datang rombongan, bisa mendaras doa di dekat pusara Sunan Ampel.
Di tengah lalu lalang orang mencari tempat untuk duduk bersila, doa tahlil bergema di mana-mana. “Di sini semua berdoa untuk ngalab berkah Mbah Ampel (Sunan Ampel),” ungkap Dewangga yang tahlil bersama dua putranya.
(msd)