Kisah Gunung Merapi Dijaga Kiai Sapu Jagat, Sosok Misterius dan Disegani
loading...
A
A
A
Gemuruh dari kawah Gunung Merapi, pada Sabtu (11/3/2023) mengagetkan banyak orang. Luncuran awan panas yang akrab disebut Wedus Gembel oleh warga setempat, begitu deras mengarah ke barat daya, yakni ke Kali Bebeng, dan Kali Krasak.
Suara gemuruh yang disusul dengan kepulan abu bergelombang, seperti kumpulan pohon beringin raksasa, menyisakan hujan abu di beberapa wilayah di Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Gunung Merapi sedang menunjukkan keaktifannya, dengan luncuran lava pijar yang masih terus terjadi.
Warga Yogyakarta, dan Jawa Tengah, yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, menyebut Gunung Merapi kembali batuk-batuk. Batuknya juga datang diwaktu yang cukup sakral, yakni hari pasaran Jawa, Sabtu Legi, dan bertepatan dengan peristiwa Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966).
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, menyatakan, erupsi Gunung Merapi kali ini terkait erat dengan peristiwa erupsi besar pada tahun 2010.
Dalam memori sebagian masyarakat Jawa, aktivitas Gunung Merapi tidak pernah lepas dengan cerita sosok Kiai Sapu Jagat atau Eyang Merapi. Siapakah dia? Dalam folkflor masyarakat Jawa, terutama warga Yogyakarta. dan Jawa Tengah, Kiai Sapu Jagat diyakini sebagai penjaga Gunung Merapi.
Sebelum memanggul amanah itu, Kiai Sapu Jagat dikenal dengan nama Ki Juru Taman. Ki Juru Taman atau tukang kebun merupakan abdi setia Panembahan Senopati (1582-1603), pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Sesuai namanya, Juru Taman bertanggung jawab atas keindahan taman di sekitar keraton Mataram Islam. Juru Taman sangat setia dan sekaligus patuh. Baginya melayani Sultan Mataram hingga ajal menjemput adalah kebahagiaan terpuncaknya. Pengakuan itu diucapkan di depan Panembahan Senopati.
"Bagi saya, karunia terbesar yang saya dambakan hanyalah berkat tiada tara dari Paduka Yang Mulia (Panembahan Senopati)," demikian dikutip dari buku Wali Berandal Tanah Jawa (2019).
Panembahan Senopati memiliki sebutir telur yang katanya berasal dari pemberian Ratu Kidul, penguasa laut selatan. Telur yang dinamai Telur Jagat itu, didapatkan Panembahan Senopati saat bersemedi di tepi laut selatan.
Barang siapa yang menelan mentah-mentah telur Jagat itu, tubuhnya akan kuat, kebal senjata, dan sekaligus abadi atau tidak bisa mati. Panembahan Senopati sempat tergoda untuk menelannya.
Namun Sunan Kalijaga, yakni salah satu Wali Sanga yang terkenal dekat dengan kebudayaan Jawa, mengingatkan semua akibatnya. Alih-alih dibuang. Sunan Kalijaga menyarankan Panembahan Senopati untuk memberikan telur itu kepada seseorang yang lebih tepat. "Seseorang yang tidak jauh darimu, seseorang yang benar-benar berbakti kepada Mataram".
Panembahan Senopati mengerti. Ia tahu siapa yang akan dimintanya menelan telur jagat itu. Seseorang yang tidak lain Ki Juru Taman yang telah berusia sangat sepuh, yakni abdi yang selalu mematuhi semua kehendak raja.
"Buka telur ini dan makanlah mentah-mentah" kata Panembahan Senopati, saat bertemu Ki Juru Taman. Tanpa ragu telur jagat yang ada ditangannya, ditelan oleh Ki Juru Taman. Apa yang terjadi? Tubuh rentanya sontak menjadi besar layaknya raksasa, sehingga membuat Panembahan Senopati kaget dan mundur selangkah.
Dikatakan raja, dengan wujud baru itu Ki Juru Taman telah mendapat kehormatan mengabdi kepada Mataram selama-lamanya. Tugasnya adalah menjaga Gunung Merapi. Setiap Gunung Merapi memperlihatkan tanda hendak meletus, Ki Juru Taman yang bersalin nama Kiai Sapu Jagat (Penyapu dunia) bertugas menenangkannya.
Bila erupsi tidak terelakkan, tugasnya adalah mengalirkan semua material yang dimuntahkan Gunung Merapi ke jalur aman. Tujuannya agar tidak terjadi bencana di tanah Mataram, utamanya kerajaan.
Kiai Sapujagat menjadi sosok gaib. Sebagai pimpinan tertinggi penjaga Gunung Merapi, ia didampingi para danyang yang membantunya. Di antaranya Kiai Petruk yang digambarkan sosoknya kurus dan berhidung panjang. Tugasnya memimpin pasukan dhemit kerajaan.
Kemudian Nyai Gadhung Mlathi, Empu Rama dan Empu Permadi, Kiai Grinjing Wesi dan Grinjing Kawat, Kiai Branjangwesi, Kiai Kricikwesi, Kiai Bramagedali, Kiai Wola-wali dan Raden Ringin Anom.
Semuanya diyakini sebagian besar masyarakat Yogyakarta, dan Jawa Tengah, sebagai makhluk gaib. Agar konsistensi Kiai Sapu Jagat dalam menjaga Gunung Merapi tidak berubah, penguasa Keraton Mataram dan masyarakat rutin setiap tahun menggelar ritual Labuhan Merapi.
Suara gemuruh yang disusul dengan kepulan abu bergelombang, seperti kumpulan pohon beringin raksasa, menyisakan hujan abu di beberapa wilayah di Jawa Tengah, dan Yogyakarta. Gunung Merapi sedang menunjukkan keaktifannya, dengan luncuran lava pijar yang masih terus terjadi.
Warga Yogyakarta, dan Jawa Tengah, yang tinggal di sekitar Gunung Merapi, menyebut Gunung Merapi kembali batuk-batuk. Batuknya juga datang diwaktu yang cukup sakral, yakni hari pasaran Jawa, Sabtu Legi, dan bertepatan dengan peristiwa Supersemar (Surat Perintah 11 Maret 1966).
Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta, menyatakan, erupsi Gunung Merapi kali ini terkait erat dengan peristiwa erupsi besar pada tahun 2010.
Dalam memori sebagian masyarakat Jawa, aktivitas Gunung Merapi tidak pernah lepas dengan cerita sosok Kiai Sapu Jagat atau Eyang Merapi. Siapakah dia? Dalam folkflor masyarakat Jawa, terutama warga Yogyakarta. dan Jawa Tengah, Kiai Sapu Jagat diyakini sebagai penjaga Gunung Merapi.
Sebelum memanggul amanah itu, Kiai Sapu Jagat dikenal dengan nama Ki Juru Taman. Ki Juru Taman atau tukang kebun merupakan abdi setia Panembahan Senopati (1582-1603), pendiri Kerajaan Mataram Islam.
Sesuai namanya, Juru Taman bertanggung jawab atas keindahan taman di sekitar keraton Mataram Islam. Juru Taman sangat setia dan sekaligus patuh. Baginya melayani Sultan Mataram hingga ajal menjemput adalah kebahagiaan terpuncaknya. Pengakuan itu diucapkan di depan Panembahan Senopati.
"Bagi saya, karunia terbesar yang saya dambakan hanyalah berkat tiada tara dari Paduka Yang Mulia (Panembahan Senopati)," demikian dikutip dari buku Wali Berandal Tanah Jawa (2019).
Panembahan Senopati memiliki sebutir telur yang katanya berasal dari pemberian Ratu Kidul, penguasa laut selatan. Telur yang dinamai Telur Jagat itu, didapatkan Panembahan Senopati saat bersemedi di tepi laut selatan.
Barang siapa yang menelan mentah-mentah telur Jagat itu, tubuhnya akan kuat, kebal senjata, dan sekaligus abadi atau tidak bisa mati. Panembahan Senopati sempat tergoda untuk menelannya.
Namun Sunan Kalijaga, yakni salah satu Wali Sanga yang terkenal dekat dengan kebudayaan Jawa, mengingatkan semua akibatnya. Alih-alih dibuang. Sunan Kalijaga menyarankan Panembahan Senopati untuk memberikan telur itu kepada seseorang yang lebih tepat. "Seseorang yang tidak jauh darimu, seseorang yang benar-benar berbakti kepada Mataram".
Panembahan Senopati mengerti. Ia tahu siapa yang akan dimintanya menelan telur jagat itu. Seseorang yang tidak lain Ki Juru Taman yang telah berusia sangat sepuh, yakni abdi yang selalu mematuhi semua kehendak raja.
"Buka telur ini dan makanlah mentah-mentah" kata Panembahan Senopati, saat bertemu Ki Juru Taman. Tanpa ragu telur jagat yang ada ditangannya, ditelan oleh Ki Juru Taman. Apa yang terjadi? Tubuh rentanya sontak menjadi besar layaknya raksasa, sehingga membuat Panembahan Senopati kaget dan mundur selangkah.
Dikatakan raja, dengan wujud baru itu Ki Juru Taman telah mendapat kehormatan mengabdi kepada Mataram selama-lamanya. Tugasnya adalah menjaga Gunung Merapi. Setiap Gunung Merapi memperlihatkan tanda hendak meletus, Ki Juru Taman yang bersalin nama Kiai Sapu Jagat (Penyapu dunia) bertugas menenangkannya.
Bila erupsi tidak terelakkan, tugasnya adalah mengalirkan semua material yang dimuntahkan Gunung Merapi ke jalur aman. Tujuannya agar tidak terjadi bencana di tanah Mataram, utamanya kerajaan.
Kiai Sapujagat menjadi sosok gaib. Sebagai pimpinan tertinggi penjaga Gunung Merapi, ia didampingi para danyang yang membantunya. Di antaranya Kiai Petruk yang digambarkan sosoknya kurus dan berhidung panjang. Tugasnya memimpin pasukan dhemit kerajaan.
Kemudian Nyai Gadhung Mlathi, Empu Rama dan Empu Permadi, Kiai Grinjing Wesi dan Grinjing Kawat, Kiai Branjangwesi, Kiai Kricikwesi, Kiai Bramagedali, Kiai Wola-wali dan Raden Ringin Anom.
Semuanya diyakini sebagian besar masyarakat Yogyakarta, dan Jawa Tengah, sebagai makhluk gaib. Agar konsistensi Kiai Sapu Jagat dalam menjaga Gunung Merapi tidak berubah, penguasa Keraton Mataram dan masyarakat rutin setiap tahun menggelar ritual Labuhan Merapi.
(eyt)