Kisah Panembahan Senopati 3 Hari 3 Malam Bercinta dengan Nyi Roro Kidul di Laut Selatan
loading...
A
A
A
Angin berputar-putar bertiup sangat kencang bercampur hujan deras, mendadak muncul di Segoro Kidul (Laut Selatan). Suara badai bergemuruh, begitu mengerikan ketika Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama, berdiri di tepian samudera itu.
Bahkan, kehadiran putra Ki Ageng Pemanahan itu di tepian samudera, juga disambut gelombang laut setinggi gunung, yang datang bergulung-gulung hingga membuat pohon-pohon di pantai seketika ambruk.
Air laut menjadi panas mendidih saat Raja Mataram itu menatap Laut Selatan. Tak ayal, ikan-ikan mati menggelepar. Banyak juga ikan yang meloncat ke daratan, namun tetap juga menemui ajal lantaran menghantam batu karang.
Mengapa huru-hara di Laut Selatan itu, ternyata merupakan dampak dari kekuatan doa yang dipanjatkan Panembahan Senopati kepada Yang Maha Kuasa. Prahara itu tak urung mengejutkan penguasa kerajaan laut selatan, Nyi Roro Kidul.
Ratu cantik jelita itu pun membatin. "Selama hidupku, belum pernah aku menyaksikan laut seperti ini. Kenapa ini? Apa kena gara-gara, apa karena matahari jatuh, atau apa mau kiamat," kata Nyi Roro Kidul, disarikan dari buku "Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647" yang ditulis sejarawan Belanda WL Olthof.
Olthof menerjemahkan mahakarya sastra Jawa "Babad Tanah Jawi" tersebut. Mahakarya sastra Jawa dalam bentuk tembang macapat itu, mengisahkan tentang Mataram dan isinya, serta silsilah raja-raja Jawa.
Induk Babad Tanah Jawi mula-mula ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno, atas perintah Paku Bowono III, dan telah beredar pada 1788. Johannes Jacobus Meinsma lantas menerbitkan versi prosa dari induk tersebut pada 1874, yang dikerjakan Ngabehi Kertapraja.
Bahkan, kehadiran putra Ki Ageng Pemanahan itu di tepian samudera, juga disambut gelombang laut setinggi gunung, yang datang bergulung-gulung hingga membuat pohon-pohon di pantai seketika ambruk.
Air laut menjadi panas mendidih saat Raja Mataram itu menatap Laut Selatan. Tak ayal, ikan-ikan mati menggelepar. Banyak juga ikan yang meloncat ke daratan, namun tetap juga menemui ajal lantaran menghantam batu karang.
Mengapa huru-hara di Laut Selatan itu, ternyata merupakan dampak dari kekuatan doa yang dipanjatkan Panembahan Senopati kepada Yang Maha Kuasa. Prahara itu tak urung mengejutkan penguasa kerajaan laut selatan, Nyi Roro Kidul.
Ratu cantik jelita itu pun membatin. "Selama hidupku, belum pernah aku menyaksikan laut seperti ini. Kenapa ini? Apa kena gara-gara, apa karena matahari jatuh, atau apa mau kiamat," kata Nyi Roro Kidul, disarikan dari buku "Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647" yang ditulis sejarawan Belanda WL Olthof.
Olthof menerjemahkan mahakarya sastra Jawa "Babad Tanah Jawi" tersebut. Mahakarya sastra Jawa dalam bentuk tembang macapat itu, mengisahkan tentang Mataram dan isinya, serta silsilah raja-raja Jawa.
Induk Babad Tanah Jawi mula-mula ditulis oleh Carik Tumenggung Tirtowiguno, atas perintah Paku Bowono III, dan telah beredar pada 1788. Johannes Jacobus Meinsma lantas menerbitkan versi prosa dari induk tersebut pada 1874, yang dikerjakan Ngabehi Kertapraja.