Kemiskinan Ekstrem Jateng Tersebar di 17 Kabupaten, DPRD Sebut Ada 2 Klaster

Selasa, 28 Februari 2023 - 18:29 WIB
loading...
Kemiskinan Ekstrem Jateng Tersebar di 17 Kabupaten, DPRD Sebut Ada 2 Klaster
Dialog DPRD Jateng Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang bertema Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem di Semarang, Selasa (28/2/2023). Foto/Ist
A A A
SEMARANG - Kepala Dinas Sosial Jateng Harso Susilo menyebutkan saat ini ada 17 kabupaten di Jawa Tengah yang masuk kategori miskin ekstrem. Total, ada 632.337 jiwa yang akan menjadi sasaran pengentasan kemiskinan.

Jumlah warga Jateng yang menjadi sasaran pengentasan kemiskinan itu dirumuskan dari perubahan regulasi yang ada. Sebelumnya, kemiskinan menggunakan data Kemensos. Namun saat ini menggunakan pendataan dari BKKBN yakni data Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrim (P3KE).



"Dalam P3KE, ada 4,8 juta di desil 1, kemudian 4,2 juta di desil 2 dan di desil III yang agak rentan (kemiskinan) ada 3,8 juta. Apakah semuanya disasar?,” kata Harso saat berbicara dalam Prime Topic MNC Trijaya FM Semarang bertajuk Penanggulangan Kemiskinan Ekstrem, Selasa (28/2/2023).

“Kami berupaya dan ketemulah prioritas penanganan 632.337 orang. Untuk miskin ekstrem ada di 17 kabupaten," katanya.

DPRD Jateng menyebut ada dua klaster kemiskinan di Jateng. Dewan meminta Pemprov Jateng agar membuat prioritas penanganan kemiskinan, mengingat jumlah warga atau wilayah yang masuk dalam kategori miskin ekstrem cukup banyak.

Menurut anggota Komisi E DPRD Jateng Mawahib, miskin yang dimaksud adalah miskin pendapatan atau miskin aset. Alasanya, kategori miskin di perkotaan berbeda dengan miskin di pedesaan.



Dia mengatakan, kemiskinan ekstrem itu diberikan pada warga atau rumah tangga dengan pendapatan per kapita di bawah Rp450.000 per bulan. Namun hal itu jika yang diukur adalah pendapatan dalam bentuk uang yang diperoleh tiap bulannya.

"Pernah diverifikasi, miskin di pedesaan. Rumah berlantai tanah tapi punya hewan ternak kerbau atau sapi banyak. Jadi miskin pendapatan atau aset," kata Mawahib. Dia menegaskan, kriteria kemiskinan tersebut harus diperjelas kembali agar kebijakan bantuan yang diberikan pemerintah nantinya bisa tepat sasaran.

"Aset tidak dihitung sebagai pendapatan harian, ada ternak dan sawah. Namun faktanya orang tersebut punya rumah yang tak layak. Sering tumpang tindih dengan kebijakan pemerintah, apakah orang tersebut sah dapat bantuan bedah RTLH (Rumah Tak layak Huni)," ujarnya.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 1.5278 seconds (0.1#10.140)