Kisah Penyebaran Berita Kemerdekaan Indonesia di Kampung Halaman Bung Hatta

Senin, 17 Agustus 2015 - 05:00 WIB
Kisah Penyebaran Berita Kemerdekaan Indonesia di Kampung Halaman Bung Hatta
Kisah Penyebaran Berita Kemerdekaan Indonesia di Kampung Halaman Bung Hatta
A A A
RAPAT Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dengan agenda menyusun naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia baru saja kelar sekitar pukul 03.00, 17 Agustus 1945.

Sebelum meninggalkan kediaman Admiral Maeda (terletak di Jalan Imam Bonjol, Jakarta), Mohammad Hatta, wakil ketua PPKI, menyapa dan berpesan kepada beberapa pemuda dari golongan pers, terutama BM Diah.

"Saudara-saudara sehari-harinya sudah bekerja keras, tetapi saudara harus meneruskan pula dengan giat pekerjaan baru, yaitu memperbanyak teks Proklamasi itu dan menyebarkannya ke seluruh Indonesia sedapat-dapatnya. Saudara yang bekerja di Kantor Domei, kawatkan sedapat-dapatnya berita Proklamasi itu ke seluruh dunia yang dapat dicapai," tulis Bung Hatta dalam buku Untuk Negeriku Sebuah Otobiografi (Penerbit Buku Kompas).

Hari itu juga, pukul 10.00, teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang ditandatangani Soekarno dan Mohammad Hatta atas nama rakyat Indonesia dibacakan di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta.

Proklamasi

Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.

Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.

Indonesia merdeka. Sesuai pesan Bung Hatta, pekerjaan rumah selanjutnya adalah bagaimana agar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia itu bisa diketahui oleh seluruh rakyat, bukan hanya mereka yang hadir di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.

Tentu tak mudah untuk menyebarluaskan berita kemerdekaan Indonesia. Kala itu, komunikasi dan transportasi amat terbatas. Ditambah lagi hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia.

Dikutip dari Wikipedia, penyebaran Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B Palenewen.

Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut.

Baru dua kali F Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah setelah mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, Waidan Palenewen tetap meminta F Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00, saat siaran berhenti.

Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Tanggal 20 Agustus 1945, pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk.

Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar.

Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi.

Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api.

Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan luar negeri.

Lantas, bagaimana penyebaran Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Bukittinggi, Sumatera Barat, yang merupakan kampung halaman Bung Hatta?

Menurut pemerhati sejarah dari STKIP Abdi Pendidikan Payakumbuh Fikrul Hanif Sufyan, beberapa daerah di Sumatera Barat baru mendengar berita menggembirkan itu melalui jasa kaum Republiken.

Siapa kaum Republiken ini? Kaum Republiken merupakan orang-orang yang pro-Republik. Mereka berbuat, bertindak, dan berjuang demi tegaknya republik. Namun secara lebih khusus, penamaan ini lebih ditujukan kepada kaum terpelajar, politisi, ulama, pemuda, tentara, anggota laskar perjuangan, dan perempuan yang berjuang secara langsung demi tegaknya republik.

Sebutan kaum Republiken sebenarnya sudah muncul pascaproklamasi kemerdekaan sampai dasawarsa 1950-an.

Maka, sebagian besar dari penyebarluasan berita proklamasi di Sumatera Barat, bisa dikatakan berasal dari peran besar pemuda. Aksi ini terlihat dari aktivitas mereka menyebarluaskan berita proklamasi, melalui pegawai Pos Telefon dan Telegraf (PTT) kepada khalayak ramai.

Menurut beberapa referensi sejarah, penyebaran berita itu dilakukan oleh pegawai yang bekerja pada Kantor Berita Domei dan pegawai PTT.

Hal ini terbukti dengan tersebarnya berita proklamasi pertama kali di Bukittinggi oleh seorang pegawai PTT bernama Ahmad Basya. Sebaran berita proklamasi itu sampai di Bukittinggi pada 17 Agustus malam.

Dikutip dari sejarahsumaterabarat.blogspot.com, kala itu, Ahmad Basya dapat menangkap berita proklamasi yang disiarkan Kantor Domei Jakarta. Lalu, berita itu diketik oleh Asri Aidid gelar St. Rajo Nan Sati sebanyak 10 rangkap, secara hati-hati dibawanya keluar gedung dan ditempelkan di tempat-tempat penting di Bukittinggi pada malam itu juga. Esoknya terbaca oleh beberapa orang lalu menyebar dari mulut ke mulut.

Di Padang, berita tentang proklamasi didengar tanggal 18 Agustus, oleh pegawai PTT yang bekerja di Kantor Radio (sekarang Jalan Jenderal Sudirman). Yang mengetahui berita tersebut adalah Aladin Cs.

Secara sembunyi-sembunyi, Aladin menyampaikan kepada Arifin Alief, Sidi Bakaruddin, Ismail Lengah, dan pemuda lainnya.

Setelah menerima berita itu, beberapa pemuda melakukan pertemuan. Tanggal 19 Agustus 1945 diadakan pertemuan di Pasar Gadang dengan maksud memperbanyak berita dan langkah selanjutnya untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang.

Tak cuma di Bukittinggi dan Padang, berita kemerdekaan Indonesia juga didengar di daerah Sumatera Barat lainnya seperti Solok, Batusangkar, Sawahlunto, dan Padang Panjang tak sampai sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan.

Menurut Fikrul Hanif, beberapa hari kemudian, atau tepatnya tanggal 29 Agustus 1945, Ketua Badan Perwakilan untuk Wilayah Sumatera Moh Sjafei mengumumkan pengakuan Sumatera terhadap kemerdekaan RI.

Pernyataan ini disampaikan dalam sebuah "Permakluman Kemerdekaan Indonesia" yang isinya: "Maka kami Bangsa Indonesia di Soematera dengan ini mengakoei Kemerdekaan Indonesia seperti dimaksoed dalam Proklamasi di atas dan mendjoendjoeng keagoengan kedoea pemimpin Indonesia itoe."

Pernyataan Moh Sjafei menggambarkan sebuah sikap penuh rakyat Sumatera mendukung kemerdekaan Republik Indonesia. Aksi ini pula yang memuluskan lahirnya Provinsi Sumatera, sebagaimana yang dinyatakan dalam hasil sidang PPKI tanggal 19 Agustus 1945.
(zik)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3168 seconds (0.1#10.140)