Ratusan Kades Tolak Pansus, Legislator Golkar: Hanya Orang Salah Takut Diawasi
loading...
A
A
A
BULUKUMBA - Pembentukan panitia khusus (pansus) bantuan langsung tunai (BLT) dana desa oleh DPRD Kabupaten Bulukumba mendapat penolakan dari ratusan kepala desa (kades). Mereka mendatangi langsung kantor DPRD untuk menyatakan penolakan tersebut pada Senin 13 Juli kemarin.
Menanggapi penolakan tersebut, legislator DPRD Bulukumba dari Fraksi Golkar, Juandy Tandean meminta para kades untuk tetap tenang. Pasalnya, pansus ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPRD, sebagaimana diamatkan dalam Undang-undang.
"Jika anda benar, tak perlu risih. Hanya orang bersalah yang takut diawasi," kata Juandy.
Olehnya itu, Juandy berharap, agar para kades bisa kooperatif. Pasalnya, aksi kepala desa menolak pansus hanya membuat masyarakat semakin curiga.
"Kalau menolak seperti ini, bisa saja masyarakat curiga," ujarnya.
Sehari sebelumnya diberitakan, 109 kades se-Kabupaten Bulukumba 'menyeruduk' kantor DPRD Kabupaten Bulukumba. Kedatangan mereka untuk menyampaikan penolakan terhadap terbentuknya pansus BLT dana desa.
Perwakilan massa, Kades Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Andi Baso Mauragawali AS menyampaikan bahwa, pihaknya menolak terbentuknya pansus tersebut karena tak sesuai dengan aturan.
Andi Baso menyebut, pembentukan pansus harus didasari dengan tingkat urgensi atas adanya kejadian luar biasa, dan dapat berdampak terhadap banyak orang. Sedangkan dari penyaluran BLT dana desa kata dia, sejauh ini tidak ada permasalahan yang berarti.
"Kalaupun ada aspirasi dari masyarakat yang diterima oleh DPRD, masyarakat siapa yang dimaksud? Dan apakah itu dikatakan urgen?. Seharusnya DPRD cuma menggelar RDP dan memanggil desa terkait yang dianggap bermasalah. Bukan malah membentuk pansus dan memanggil semua desa," terangnya.
Selain itu, menurut pria yang akrab disapa Opu tersebut, DPRD Bulukumba terlalu jauh mencampuri urusan "dapur" desa.
"Kalau di tingkat desa, ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku lembaga legislatif yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja desa," terangnya.
Menanggapi penolakan tersebut, legislator DPRD Bulukumba dari Fraksi Golkar, Juandy Tandean meminta para kades untuk tetap tenang. Pasalnya, pansus ini merupakan bagian dari fungsi pengawasan DPRD, sebagaimana diamatkan dalam Undang-undang.
"Jika anda benar, tak perlu risih. Hanya orang bersalah yang takut diawasi," kata Juandy.
Olehnya itu, Juandy berharap, agar para kades bisa kooperatif. Pasalnya, aksi kepala desa menolak pansus hanya membuat masyarakat semakin curiga.
"Kalau menolak seperti ini, bisa saja masyarakat curiga," ujarnya.
Sehari sebelumnya diberitakan, 109 kades se-Kabupaten Bulukumba 'menyeruduk' kantor DPRD Kabupaten Bulukumba. Kedatangan mereka untuk menyampaikan penolakan terhadap terbentuknya pansus BLT dana desa.
Perwakilan massa, Kades Bontonyeleng, Kecamatan Gantarang, Andi Baso Mauragawali AS menyampaikan bahwa, pihaknya menolak terbentuknya pansus tersebut karena tak sesuai dengan aturan.
Andi Baso menyebut, pembentukan pansus harus didasari dengan tingkat urgensi atas adanya kejadian luar biasa, dan dapat berdampak terhadap banyak orang. Sedangkan dari penyaluran BLT dana desa kata dia, sejauh ini tidak ada permasalahan yang berarti.
"Kalaupun ada aspirasi dari masyarakat yang diterima oleh DPRD, masyarakat siapa yang dimaksud? Dan apakah itu dikatakan urgen?. Seharusnya DPRD cuma menggelar RDP dan memanggil desa terkait yang dianggap bermasalah. Bukan malah membentuk pansus dan memanggil semua desa," terangnya.
Selain itu, menurut pria yang akrab disapa Opu tersebut, DPRD Bulukumba terlalu jauh mencampuri urusan "dapur" desa.
"Kalau di tingkat desa, ada BPD (Badan Permusyawaratan Desa) selaku lembaga legislatif yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja desa," terangnya.
(luq)