Kisah Desa Perdikan di Tanah Jawa, Disayang Raja hingga Dibebaskan dari Kewajiban Bayar Pajak

Kamis, 26 Januari 2023 - 09:26 WIB
loading...
A A A
Keberadaan desa perdikan tersebar mulai wilayah Semarang (10 desa), Rembang (1 desa), Surabaya (4 desa), Madura (19 desa dan 13 pedukuhan), Banyumas (41 desa), Kedu (70 desa), Madiun (19 desa) hingga Kediri (6 desa).



Soetardjo Kartohadikoesoemo dalam buku Desa (1984) menyebut, perdikan berasal dari kata merdika. Kata itu bersumber dari bahasa sansekerta, Maharddhika yang artinya Tuan, Tuanku, Meester, Sir.

Dalam kitab Kawi Ramayana, Maharddhika dipakai untuk menyebut seorang ulama atau pendeta. "Dalam makna yang lebih dalam maka maharddhika (merdika) berarti bebas dari hidup lahir, yaitu merdeka terhadap diri pribadi…," tulis Soetardjo Kartohadikoesoemo.

Adanya status desa perdikan di Jawa, dan Madura, sudah berlangsung lama, yakni sejak kekuasaan kerajaan Hindu Budha, dan berlanjut hingga Mataram Islam. Status desa perdikan berasal dari pemberian raja kepada orang-orang yang dianggap telah berjasa kepada kerajaan.

Orang-orang kesayangan raja itu, diberi hak khusus membuka hutan belukar yang kemudian menjadi sebuah desa. Raja kemudian menunjuk yang bersangkutan sebagai kadesnya.

Sebagai desa perdikan, ada kewajiban yang harus senantiasa ditaati. Kades dan rakyat di desa perdikan memiliki kewajiban memajukan agama, memelihara makam raja-raja atau orang lain yang dimuliakan atau dianggap keramat.



Kemudian wajib memelihara pertapaan, pesantren, langgar, masjid (pada masa masuknya Islam) dan sebagainya. Status perdikan juga menjadikan relasi kekuasaan desa bersifat khusus.

Kepala desa bertanggung jawab langsung kepada raja, bukan kepada pangeran, adipati maupun kepada bupati. "Raja berhak untuk merubah adanya hak-hak istimewa dan juga berhak mencabutnya," kata Soetardjo Kartohadikoesoemo.
Halaman :
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.3385 seconds (0.1#10.140)