Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar, Pelajar SMP di Malang Membatik Massal
loading...
A
A
A
MALANG - Ratusan siswa SMPN 1 Pandaan Pasuruan belajar membatik di Batik Lintang Malang sebagaimana Kurikulum Merdeka Belajar. Para siswa ini jauh-jauh dari Pandaan, Kabupaten Pasuruan ke Malang untuk menyelami langsung batik tulis yang dikembangkan oleh pelaku usaha batik di Desa Ngijo, Kecamatan Karangploso, Kabupaten Malang.
Tak hanya sekedar diajarkan teori, para pelajar kelas VII ini juga langsung diajarkan praktek membatik di galeri Batik Lintang di Perumahan Griya Permata Alam, Desa Ngijo, Karangploso, Kabupaten Malang, pada Rabu (25/1/2023).
Masing-masing pelajar diberikan kesempatan membuat pola dengan teknik tulis mencanting ke kertas. Kemudian para pelajar ini juga diajarkan dan berpraktek untuk mewarnai dari pola batik yang dibuat masing-masing pelajar.
Dengan dibimbing oleh beberapa pekerja Batik Lintang di masing-masing kelompok beranggotakan 10 orang setiap siswa diberikan kesempatan bergotong royong mulai dari pembuatan pola motif , hingga mewarnainya.
Seorang pelajar SMPN 1 Pandaan Putri Cahyani mengatakan, membatik memerlukan ketelitian dan kesabaran. Hal itu yang membuat membatik susah di mata anak muda seperti dirinya. "Yang susah itu ketika membuat pola dan membuatnya tepat tersambung satu pola dengan pola lainnya. Harus teliti dan sabar," ungkap Putri.
Lain halnya dengan Stefa, pelajar kelas VII ini mengaku telah mengetahui batik sebelumnya dari tayangan di internet dan televisi. Ia pun tahu bahwa batik itu merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia.
"Kalau tahu dari televisi dan internet biasanya, cuma kalau langsung membatik baru kali ini. Agak susah, apalagi buat motif dan mewarnainya, perlu kesabaran dan ketelitian," ucap Stefa.
Sementara itu, koordinator guru SMPN 1 Pandaan Narto menjelaskan, kunjungan ke Batik Lintang dan praktek membatik ini diperuntukkan untuk siswa-siswi kelas VII SMPN 1 Pandaan. Dimana ada 355 pelajar dan 25 guru pengajar yang dilibatkan.
"Ini rangkaian kegiatan Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau P5 itu amanah dari kurikulum belajar. Tujuannya adalah menumbuhkan karakter profil pelajar Pancasila," kata Narto.
Narto menambahkan, di P5 yang diterapkan di sekolah ada tiga tema yang diambil, dimana tema kedua ini kearifan lokal yang akhirnya memilih batik sebagai bagian dari implementasi program dari Kurikulum Merdeka Belajar.
"Kearifan lokal yang kita ambil ini batik, karena kita ingin menjadi pelestari batik sendiri. Kemudian yang kita ambil juga dari proyek ini kita bisa mengembangkan dimensi pelajar pancasila adalah gotong royong," paparnya.
Terlebih kata Narto, di SMPN 1 Pandaan ada ekstrakurikuler membatik yang juga diajarkan oleh salah satu pengerajin batik di Kabupaten Malang. Sehingga di kegiatan ini pelajar juga bisa mampu berpraktek sekaligus menyelami tentang batik.
"Karena membatik, apalagi dalam tahap belajar ini tidak bisa diselesaikan sendirian. Harus bekerjasama memunculkan komunikasi antar anggota kelompok," terangnya.
Nanti di akhir program ini diharapkan setiap pelajar bisa menghasilkan satu karya batik yang dapat dijadikan output dari program Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Kurikulum Merdeka Belajar.
Sementara itu Ita Fitriyah owner Batik Tulis Lintang mengungkapkan, mengajarkan membatik secara langsung ke ratusan pelajar SMP memerlukan trik khusus. Apalagi ada beberapa bahasa dan komunikasi yang perlu disederhanakan agar memudahkan remaja ini untuk belajar membatik.
"Untuk di kalangan milineal harus fun, harus senang dulu, pendekatannya juga berbeda, dengan cara harus dikenalkan dulu dengan yang ringan-ringan kalau mereka sudah senang, akan mudah untuk kita mentranslate keilmuan batik tulis itu sendiri," ucap Ita Fitriyah.
Apalagi kunjungan 355 siswa ditambah 25 guru ini menjadi yang terbesar selama ini ke galeri Batik Lintang, sehingga memerlukan penanganan khusus agar para pelajar bisa enjoy.
"Antusias tadi euforia bagus, yang belum tahu sama sekali menjadikan tahu, menjadikan senang, menjadikan ingin antusias untuk membatik-membatik, itu tujuannya dulu. Baru nanti ingin melakukan untuk produksi," bebernya.
Ita berharap bila para pelajar SMPN ini mampu meneruskan warisan budaya Indonesia yang perlu terus dilestarikan ini. Sehingga para pelajar yang awalnya tidak kenal batik menjadi kenal, yang tidak senang batik, menjadi lebih mencintai budayanya sendiri.
"Nantinya itu yang menjadi bekal kami yang tidak kenal pun bisa menjadi senang, apalagi yang sudah kenal," tukasnya.
Tak hanya sekedar diajarkan teori, para pelajar kelas VII ini juga langsung diajarkan praktek membatik di galeri Batik Lintang di Perumahan Griya Permata Alam, Desa Ngijo, Karangploso, Kabupaten Malang, pada Rabu (25/1/2023).
Masing-masing pelajar diberikan kesempatan membuat pola dengan teknik tulis mencanting ke kertas. Kemudian para pelajar ini juga diajarkan dan berpraktek untuk mewarnai dari pola batik yang dibuat masing-masing pelajar.
Dengan dibimbing oleh beberapa pekerja Batik Lintang di masing-masing kelompok beranggotakan 10 orang setiap siswa diberikan kesempatan bergotong royong mulai dari pembuatan pola motif , hingga mewarnainya.
Seorang pelajar SMPN 1 Pandaan Putri Cahyani mengatakan, membatik memerlukan ketelitian dan kesabaran. Hal itu yang membuat membatik susah di mata anak muda seperti dirinya. "Yang susah itu ketika membuat pola dan membuatnya tepat tersambung satu pola dengan pola lainnya. Harus teliti dan sabar," ungkap Putri.
Lain halnya dengan Stefa, pelajar kelas VII ini mengaku telah mengetahui batik sebelumnya dari tayangan di internet dan televisi. Ia pun tahu bahwa batik itu merupakan bagian dari warisan budaya Indonesia.
"Kalau tahu dari televisi dan internet biasanya, cuma kalau langsung membatik baru kali ini. Agak susah, apalagi buat motif dan mewarnainya, perlu kesabaran dan ketelitian," ucap Stefa.
Sementara itu, koordinator guru SMPN 1 Pandaan Narto menjelaskan, kunjungan ke Batik Lintang dan praktek membatik ini diperuntukkan untuk siswa-siswi kelas VII SMPN 1 Pandaan. Dimana ada 355 pelajar dan 25 guru pengajar yang dilibatkan.
"Ini rangkaian kegiatan Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila atau P5 itu amanah dari kurikulum belajar. Tujuannya adalah menumbuhkan karakter profil pelajar Pancasila," kata Narto.
Narto menambahkan, di P5 yang diterapkan di sekolah ada tiga tema yang diambil, dimana tema kedua ini kearifan lokal yang akhirnya memilih batik sebagai bagian dari implementasi program dari Kurikulum Merdeka Belajar.
"Kearifan lokal yang kita ambil ini batik, karena kita ingin menjadi pelestari batik sendiri. Kemudian yang kita ambil juga dari proyek ini kita bisa mengembangkan dimensi pelajar pancasila adalah gotong royong," paparnya.
Terlebih kata Narto, di SMPN 1 Pandaan ada ekstrakurikuler membatik yang juga diajarkan oleh salah satu pengerajin batik di Kabupaten Malang. Sehingga di kegiatan ini pelajar juga bisa mampu berpraktek sekaligus menyelami tentang batik.
"Karena membatik, apalagi dalam tahap belajar ini tidak bisa diselesaikan sendirian. Harus bekerjasama memunculkan komunikasi antar anggota kelompok," terangnya.
Nanti di akhir program ini diharapkan setiap pelajar bisa menghasilkan satu karya batik yang dapat dijadikan output dari program Project Penguatan Profil Pelajar Pancasila di Kurikulum Merdeka Belajar.
Sementara itu Ita Fitriyah owner Batik Tulis Lintang mengungkapkan, mengajarkan membatik secara langsung ke ratusan pelajar SMP memerlukan trik khusus. Apalagi ada beberapa bahasa dan komunikasi yang perlu disederhanakan agar memudahkan remaja ini untuk belajar membatik.
"Untuk di kalangan milineal harus fun, harus senang dulu, pendekatannya juga berbeda, dengan cara harus dikenalkan dulu dengan yang ringan-ringan kalau mereka sudah senang, akan mudah untuk kita mentranslate keilmuan batik tulis itu sendiri," ucap Ita Fitriyah.
Apalagi kunjungan 355 siswa ditambah 25 guru ini menjadi yang terbesar selama ini ke galeri Batik Lintang, sehingga memerlukan penanganan khusus agar para pelajar bisa enjoy.
"Antusias tadi euforia bagus, yang belum tahu sama sekali menjadikan tahu, menjadikan senang, menjadikan ingin antusias untuk membatik-membatik, itu tujuannya dulu. Baru nanti ingin melakukan untuk produksi," bebernya.
Ita berharap bila para pelajar SMPN ini mampu meneruskan warisan budaya Indonesia yang perlu terus dilestarikan ini. Sehingga para pelajar yang awalnya tidak kenal batik menjadi kenal, yang tidak senang batik, menjadi lebih mencintai budayanya sendiri.
"Nantinya itu yang menjadi bekal kami yang tidak kenal pun bisa menjadi senang, apalagi yang sudah kenal," tukasnya.
(don)