Restrukturisasi Center Minta Asosiasi Pengusaha Dampingi-Advokasi Anggota
Selasa, 30 Juni 2020 - 00:35 WIB
BANDUNG - Rekstrukturisasi Center meminta asosiasi pengusaha Indonesia seperti Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) dan asosiasi pengusaha sektoral lainnya, untuk mendampingi dan mengadvokasi anggota yang mengalami keresahan.
Sebab, tak sedikit pengusaha yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan progam rekstrukturisasi kredit dari lembaga perbankan.
Tim ahli Rekstrukturisasi Center Irfan Nadira Nasution mengatakan, program pemerintah untuk pelonggaran atau restrukturisasi kredit bagi pelaku usaha harus merata. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif kepada mereka.
"Oleh karenanya, pemerintah wajib memastikan kebijakan-kebijakan telah berjalan dan asosiasi-asosiasi seperti Kadin, Hipmi, dan asosiasi-asosiasi pengusaha sektoral untuk mendampingi dan mengadvokasi anggotanya demi tercapai ekonomi yang sehat," kata Irfan dalam konfrensi pers di Paradigman Caffe, Cikini, Jakarta Pusat (29/6/2020).
Menurut Irfan, program restrukturisasi yang dicanangkan pemerintah perlu dijalankan secara maksimal. Sehingga, beban pelaku usaha tidak terlalu berat akibat wabah virus Corona atau COVID-19. "Ini dalam rangka menyelamatkan dan menggerakkan perekonomian negara," ujar Irfan
Irfan juga meminta meminta pemerintah melakukan pengawasan dan memastikan kebijakan restrukturisasi kredit berjalan mulus, khusunya tentang pemberian relaksasi kepada pelaku usaha dan melakukan penempatan dana pemerintah kepada lembaga keuangan bank akibat dampak pemberian restrukturisasi kepada pelaku usaha.
"Kepada lembaga keuangan bank agar dalam memberikan restrukturisasi justru tidak membebani syarat dan ketentuan restrukturisasi yang lebih berat kepada pelaku usaha," tutur dia.
Sementara itu di tempat sama, kurator Fadlin Avisenna Nasution mengatakan, ada dua mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaian persoalan restrukturisasi dan relaksasi kredit tersebut.
Mekanisme pertama, pelaku usaha bisa berhadapan langsung dengan perusahaan perbankan. Tapi, mekanisme penyelesaian ini tidak komprehansif karena masih ada celah salah satu pihak yang dirugikan.
"Maka penyelesaian kedua yang harus ditempuh adalah secara menyeluruh. Pilihannya mekanisme yang terbaik diambil melalui pengadilan karena selain penyelesaiannya komprehensif, ini diharapkan juga ada perlakuan yang adil," pungkas Fadlin.
Sebab, tak sedikit pengusaha yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan progam rekstrukturisasi kredit dari lembaga perbankan.
Tim ahli Rekstrukturisasi Center Irfan Nadira Nasution mengatakan, program pemerintah untuk pelonggaran atau restrukturisasi kredit bagi pelaku usaha harus merata. Tidak boleh ada perlakuan diskriminatif kepada mereka.
"Oleh karenanya, pemerintah wajib memastikan kebijakan-kebijakan telah berjalan dan asosiasi-asosiasi seperti Kadin, Hipmi, dan asosiasi-asosiasi pengusaha sektoral untuk mendampingi dan mengadvokasi anggotanya demi tercapai ekonomi yang sehat," kata Irfan dalam konfrensi pers di Paradigman Caffe, Cikini, Jakarta Pusat (29/6/2020).
Menurut Irfan, program restrukturisasi yang dicanangkan pemerintah perlu dijalankan secara maksimal. Sehingga, beban pelaku usaha tidak terlalu berat akibat wabah virus Corona atau COVID-19. "Ini dalam rangka menyelamatkan dan menggerakkan perekonomian negara," ujar Irfan
Irfan juga meminta meminta pemerintah melakukan pengawasan dan memastikan kebijakan restrukturisasi kredit berjalan mulus, khusunya tentang pemberian relaksasi kepada pelaku usaha dan melakukan penempatan dana pemerintah kepada lembaga keuangan bank akibat dampak pemberian restrukturisasi kepada pelaku usaha.
"Kepada lembaga keuangan bank agar dalam memberikan restrukturisasi justru tidak membebani syarat dan ketentuan restrukturisasi yang lebih berat kepada pelaku usaha," tutur dia.
Sementara itu di tempat sama, kurator Fadlin Avisenna Nasution mengatakan, ada dua mekanisme yang dapat ditempuh untuk menyelesaian persoalan restrukturisasi dan relaksasi kredit tersebut.
Mekanisme pertama, pelaku usaha bisa berhadapan langsung dengan perusahaan perbankan. Tapi, mekanisme penyelesaian ini tidak komprehansif karena masih ada celah salah satu pihak yang dirugikan.
"Maka penyelesaian kedua yang harus ditempuh adalah secara menyeluruh. Pilihannya mekanisme yang terbaik diambil melalui pengadilan karena selain penyelesaiannya komprehensif, ini diharapkan juga ada perlakuan yang adil," pungkas Fadlin.
(awd)
tulis komentar anda