Kesiapan Disabilitas Hadapi Corona Harus Diperhatikan

Minggu, 26 April 2020 - 20:16 WIB
Guru Besar UNS Solo bidang Manajemen Pendidikan Inklusif, Profesor Munawir Yusuf. Foto/Dok Humas UNS
SOLO - Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bidang Manajemen Pendidikan Inklusif, Profesor Munawir Yusuf menyoroti kesiapan kelompok disabilitas dalam menghadapi pandemi virus corona (COVID-19). Mereka merasakan susahnya memperoleh pendapatan akibat imbauan social distancing dan physical distancing yang dianjurkan pemerintah.

"Saya sempat mendengar langsung keluhan dari seorang pemijat tunanetra yang terpaksa membuka praktik pijatnya di tengah pandemi COVID-19 untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," kata Munawir Yusuf, Minggu (26/4/2020).

Tukang pijat tunanetra yang biasa kedatangan banyak tamu, tapi karena corona menjadi berkurang hingga 70%. Membuka praktik pijat tetap menjadi pilihan karena tidak ada keahliannya lagi. Sehingga, imbauan pemerintah untuk melakukan social distancing dan physical distancing sulit untuk dilaksanakan.



Keputusan pemijat tunanetra untuk membuka praktik pijat di tengah pandemi Covid-19 sangat membahayakan. Sebab dalam kondisi yang tidak dapat diketahui, tamu yang datang bisa saja membawa virus yang dapat menulari pemijat tunanetra. Pada sisi lain, para penyandang disabilitas mengalami kesulitan bila harus beralih profesi atau usaha. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk tetap menjalankan usaha atau profesi yang sudah dijalani sehari-hari meski resikonya besar.

"Dalam kondisi wajar saja banyak yang masih harus bergantung pada orang lain, meski tidak sedikit juga yang bisa hidup mandiri. Kalau bicara tentang kesiapan, ketangguhan, motivasi, kerja keras, dan semangat, penyandang disabilitas itu sangat luar biasa tidak ada bandingnya," katanya.

Namun, dengan keterbatasan yang ada, bila tidak dipahami oleh masyarakat dan pemerintah, kelompok disabilitas dianggap sebagai objek sosial, kelompok yang tidak mampu, dan sumber masalah. Padahal kelompok disabilitas memiliki 22 hak yang telah dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Salah satunya adalah hak perlindungan saat terjadinya bencana.

Kepala Pusat Studi Disabilitas (PSD) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS ini menyebut, peran penting masyarakat dalam mendorong kelompok disabilitas untuk maju dan berkembang sangat penting. Tidak semata-mata untuk memberikan bantuan, tapi meminta agar masyarakat memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi kelompok disabilitas untuk berkarya.

Ia juga menyoroti kurangnya informasi mengenai cara memperoleh bantuan sosial reguler Program Keluarga Harapan (PKH) yang ada dalam program jaring pengaman sosial. Padahal, dalam program tersebut pemerintah telah mengucurkan Rp110 triliun yang nantinya disalurkan kepada masyarakat lapisan bawah, termasuk kelompok disabilitas dengan bantuan senilai Rp2,4 juta per tahun.

Agar bantuan yang diberikan pemerintah dapat tersalurkan dengan baik kepada kelompok disabilitas, ia mengharapkan adanya pemberdayaan komunitas untuk melakukan pendataan jumlah penyandang disabilitas. Perlunya pemberdayaan komunitas seperti komunitas difabel harus proaktif, lembaga-lembaga sosial, yayasan, LSM untuk difabel, kelompok/lembaga berbasis agama (L-ZIS), pemerintah terkait sosial, kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dunia usaha, dan industri, digitalisasi data penyandang disabilitas menjadi penting.
(abd)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More Content