Sultan Menyapa: Menata Normal-Baru, Menuju Peradaban Baru DIY

Selasa, 23 Juni 2020 - 14:46 WIB
Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X terus menyapa warga Yogyakarta setiap hari Selasa. FOTO : IST
YOGYAKARTA - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X terus menyapa warga Yogyakarta setiap hari Selasa. Kali ini tema yang disampaikan mengenai menata norma baru menuju peradaban baru DIY.

Dalam sapaanya, Sri Sultan HB X mengatakan peradaban baru menjadi hak yang harus dijalankan. Karena mau tidak mau ibarat sebuah kapal dalam situasi darurat harus mendarat darurat di sebuah pulau yang tidak kita kenal sama sekali seperti sebuah terra incognita.

Untuk itu pertama-tama yang harus dilakukan menuju normal baru dan peradaban baru adalah mengatasi trauma sosial. "Kita memerlukan socio-cultural healing, terlebih dulu. Bangun dari keterpurukan yang menghantam tiba-tiba, juga memerlukan refleksi kehidupan masa lalu, sebagai ancangan perbaikan ke depan," ungkapnya memulai sapaan yang disampaikan humas Pemda DIY, Selasa (23/6 /2020).

Back to nature atau kembali ke alam, dengan mengutamakan sesuatu yang memang sangat dibutuhkan. Jangan sampai memanjakan kelimpahan yang diinginkan, seperti sebuah ilusi kehidupan dulu yang hiper-realita. “Menata normal-baru dengan norma-baru itulah arah mendasar untuk menuju peradaban baru DIY," tandasnya.(Baca juga : Biaya Rapid Test Jadi Beban Tambahan bagi Mahasiswa Saat Pandemi )

Penerapan kebijakan normal-baru menurut Sultan bukan hanya membuka kembali aktivitas-aktivitas kehidupan dengan standar dan protokol tertentu. Namun demikian lebih dari hal tersebut. Karena juga menyatukan kehendak membangun hidup bersama di tengah keragaman perbedaan.



"Utamanya, harus didasari oleh mutual trust untuk memperoleh mutual-benefits. Diikuti kesadaran dan kesediaan saling-belajar, memahami, menghargai dan berbagi, sebagai pengikat partisipasi, solidaritas dan kolaborasi dalam mewujudkan harmoni kehidupan bersama, " beber tokoh yang saat kecil bernama RM Herjuno Darpito ini.

Untuk itu, dia mengajak semua masyarakat harus siap mengubah mindset dalam mengelola kehidupan bersama. Untuk mewujudkannya memabg diakui tidak mudah. Namun memerlukan pandangan reflektif guna memperkuat fondasi pemahaman penyelenggaraan keistimewan DIY ke depan, berlandaskan nilai-nilai filosofi, core-beliefs, dan nilai-nilai budaya, core-values, yang mengatur hubungan vertikal dan horisontal.

Nilai-nilainya tersebut, dibagi dalam tiga tataran, yaitu (1) Nilai dasar yang bersifat abstrak dan tetap, (2) nilai instrumental yang bersifat kontekstual dengan tuntutan zaman, dan (3) nilai praksis yang terekspresikan dalam kehidupan sehari-hari, cara rakyat mewujudnyatakan nilai-nilai itu.

"Sesungguhnya, pada nilai praksislah ditentukan tegak, atau rapuhnya nilai dasar dan nilai instrumental itu. Implikasinya, nilai-nilai yang abstrak, umum, universal itu perlu ditransformasikan menjadi rumusan yang riil, spesifik, kolektif, bahkan bersifat individual. Artinya, nilai-nilai itu menjadi sifat-sifat dari subjek kelompok dan individu, sehingga menjiwai perilaku dalam lingkungan praksisnya di bidang ketugasan, profesi, dan kehidupan pribadi," ungkapnya.

Beberapa hal tersebut adalah hal susbtansial dan aktual yang harus diwujudkan sebagai fondasi awal sekaligus langkah strategis menuju peradaban baru DIY, yang juga harus dipahami oleh setiap warga Yogyakarta. "Akhirnya, jangan lagi dikembalikan pada perdebatan makna nilai-nilai ideal yang di era baru ini tidak mengakar. Semoga demikianlah adanya," pungkasnya.
(nun)
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More