Gawat Penurunan Muka Tanah di Pesisir Pekalongan Capai 20 Cm Pertahun
Jum'at, 19 Juni 2020 - 15:58 WIB
PEKALONGAN - Faktor utama pemicu rob, di wilayah pesisir Pekalongan yakni landsubsidence (penurunan muka tanah). Dimana penurunan muka tanah di pesisir Pekalongan, Jawa Tengah cukup tinggi, yakni sekitar 20 cm pertahun. Hal ini disebabkan oleh pengambilan air muka tanah yang tidak terkendali. Di sisi lain, akademisi menilai pembangunan tanggul penahan rob bukan solusi utama untuk mengatasi rob di pesisir Pekalongan.
Demikian dikatakan Heri Andreas, peneliti dari ITB saat Workshop virtual Rembug Warga Penanganan Rob Pekalongan Pasca Pembangunan Tanggul melalui, Kamis (18/6/2020).
Sementara Air PDAM belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih, terutama di perkantoran dan hotel–hotel. (Baca: Pegawai Pajak Ditemukan Jadi Mayat di Kamar Kost Mewah Gegerkan Warga)
Landsubsidence yang terjadi di Pekalongan diperkirakan yang terbesar, karena adanya pembangunan hotel, rumah sakit, dan kantor yang masih menggunakan sumur bor dan pamsimas.
Workshop ini diselenggarakan Forum Komunitas Peduli Rob Pekalongan bekerjasama dengan Fakultas Teknik Unikal dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-LPPM) IPB University. Heri Andreas memaparkan, dengan permodelan, pada tahun 2020 ini sekitar 7.771 rumah terdampak banjir rob, dan diperkirakan 29.808 rumah akan terdampak pada dekade mendatang.
“Saat ini panjang jalan terdampak rob untuk kategori lokal primer sepanjang 23.912 km, sementara untuk lokal sekunder sepanjang 37.327 km,” kata dia. Potensi kerugian ekonomi saat ini diperkirakan mencapai Rp3,7 triliun, dan dia memperkirakan dapat mencapai Rp8,5 triliun pada dekade mendatang.
Heri menyebutkan, penanganan rob di Jakarta dengan tanggul yang dibangun cukup tinggi dan kuat, namun air laut tetap bisa melintasinya. Bahkan, di beberapa titik tanggul bocor dan jebol.
“Di Pekalongan akan terlihat masalah yang sama dengan di Jakarta. Pada proses pembangunannya saja land subsidence sudah ada sehingga tanggul ditinggikan lagi. Ada kebocoran juga,” timpal dia.
Oleh karena itu, kata dia, urusan tanggul belum selesai, karena tanggul mengalami land subsidence juga, sehingga air laut bisa melewati tanggul (overtopping). Selain itu, potensi tanggul bocor dan jebol bisa terjadi.
Demikian dikatakan Heri Andreas, peneliti dari ITB saat Workshop virtual Rembug Warga Penanganan Rob Pekalongan Pasca Pembangunan Tanggul melalui, Kamis (18/6/2020).
Sementara Air PDAM belum bisa memenuhi kebutuhan air bersih, terutama di perkantoran dan hotel–hotel. (Baca: Pegawai Pajak Ditemukan Jadi Mayat di Kamar Kost Mewah Gegerkan Warga)
Landsubsidence yang terjadi di Pekalongan diperkirakan yang terbesar, karena adanya pembangunan hotel, rumah sakit, dan kantor yang masih menggunakan sumur bor dan pamsimas.
Workshop ini diselenggarakan Forum Komunitas Peduli Rob Pekalongan bekerjasama dengan Fakultas Teknik Unikal dan Pusat Pengkajian Perencanaan Pengembangan Wilayah (P4W-LPPM) IPB University. Heri Andreas memaparkan, dengan permodelan, pada tahun 2020 ini sekitar 7.771 rumah terdampak banjir rob, dan diperkirakan 29.808 rumah akan terdampak pada dekade mendatang.
“Saat ini panjang jalan terdampak rob untuk kategori lokal primer sepanjang 23.912 km, sementara untuk lokal sekunder sepanjang 37.327 km,” kata dia. Potensi kerugian ekonomi saat ini diperkirakan mencapai Rp3,7 triliun, dan dia memperkirakan dapat mencapai Rp8,5 triliun pada dekade mendatang.
Heri menyebutkan, penanganan rob di Jakarta dengan tanggul yang dibangun cukup tinggi dan kuat, namun air laut tetap bisa melintasinya. Bahkan, di beberapa titik tanggul bocor dan jebol.
“Di Pekalongan akan terlihat masalah yang sama dengan di Jakarta. Pada proses pembangunannya saja land subsidence sudah ada sehingga tanggul ditinggikan lagi. Ada kebocoran juga,” timpal dia.
Oleh karena itu, kata dia, urusan tanggul belum selesai, karena tanggul mengalami land subsidence juga, sehingga air laut bisa melewati tanggul (overtopping). Selain itu, potensi tanggul bocor dan jebol bisa terjadi.
tulis komentar anda