Masa Sulit Pandemi COVID-19 yang Membuat Nelayan Makin Terjepit
Selasa, 09 Juni 2020 - 16:20 WIB
Jafar mengakui, para nelayan didera persoalan yang cukup rumit di tengah pandemi COVID-19. Tidak sedikit dari mereka yang akhirnya memutuskan tidak pergi melaut, meski banyak pula yang memaksakan diri melaut demi menghidupi keluarganya. "Operasional melaut itu cukup besar, apalagi harga bahan bakar tidak turun dan cuaca kurang bersahabat," ujarnya.
Akibat banyak nelayan yang tidak melaut, produksi ikan laut di Jabar pun turun. Hasil tangkapan ikan nelayan di pantai utara yang biasanya 500-700 ton per hari kini turun hingga 30-40 persen. Sedangkan di pantai selatan, saat ini, para nelayan hanya dapat memproduksi ikan sebanyak 5,4 ton per hari.
"Namun, di Indramayu, Bondet (Cirebon), Batu Karas (Pangandaran), dan Cisolok (Sukabumi), nelayan tetap beraktivitas seperti biasa, meski harga jual ikannya turun antara 15-40 persen," sebutnya.
(Baca: SNI Minta Kebijakan Serap Hasil Tangkapan Nelayan Dilakukan Tepat Sasaran)
Selain di Indramayu dan Bondet, Jafar juga menyebutkan nelayan rajungan di Pasir Putih, Kabupaten Karawang tetap memaksakan diri melaut karena mereka harus berkejaran dengan musim panen rajungan yang biasanya terjadi pada bulan Juni hingga Juli.
"Meski harga turun, mereka terpaksa tetap melaut. Nelayan itu kan tergantung musim, jadi terus dikejar karena takutnya musimnya hilang," ungkapnya.
Adapun untuk ikan hasil budidaya, Jafar pun menyebutkan bahwa permintaan ikan air tawar juga turun. Beruntung, terdapat peningkatan serapan udang dari dari sejumlah daerah penghasil udang di Jabar, khususnya untuk pasar ekpor.
"Rupanya, di India dan negara-negara Afrika, daerah penghasil udang mereka terkena dampak. Sehingga, permintaan kita jadi lebih tinggi hingga 30 persen," jelasnya.
(Baca: Gelombang Tinggi, Nelayan Indramayu Tak Berani Melaut)
Jafar menambahkan, pandemi COVID-19 ini pun memaksa pihaknya menghentikan sementara sejumlah program kerjanya, di antaranya program bantuan maupun pembangunan akibat realokasi anggaran untuk penanganan COVID-19.
Akibat banyak nelayan yang tidak melaut, produksi ikan laut di Jabar pun turun. Hasil tangkapan ikan nelayan di pantai utara yang biasanya 500-700 ton per hari kini turun hingga 30-40 persen. Sedangkan di pantai selatan, saat ini, para nelayan hanya dapat memproduksi ikan sebanyak 5,4 ton per hari.
"Namun, di Indramayu, Bondet (Cirebon), Batu Karas (Pangandaran), dan Cisolok (Sukabumi), nelayan tetap beraktivitas seperti biasa, meski harga jual ikannya turun antara 15-40 persen," sebutnya.
(Baca: SNI Minta Kebijakan Serap Hasil Tangkapan Nelayan Dilakukan Tepat Sasaran)
Selain di Indramayu dan Bondet, Jafar juga menyebutkan nelayan rajungan di Pasir Putih, Kabupaten Karawang tetap memaksakan diri melaut karena mereka harus berkejaran dengan musim panen rajungan yang biasanya terjadi pada bulan Juni hingga Juli.
"Meski harga turun, mereka terpaksa tetap melaut. Nelayan itu kan tergantung musim, jadi terus dikejar karena takutnya musimnya hilang," ungkapnya.
Adapun untuk ikan hasil budidaya, Jafar pun menyebutkan bahwa permintaan ikan air tawar juga turun. Beruntung, terdapat peningkatan serapan udang dari dari sejumlah daerah penghasil udang di Jabar, khususnya untuk pasar ekpor.
"Rupanya, di India dan negara-negara Afrika, daerah penghasil udang mereka terkena dampak. Sehingga, permintaan kita jadi lebih tinggi hingga 30 persen," jelasnya.
(Baca: Gelombang Tinggi, Nelayan Indramayu Tak Berani Melaut)
Jafar menambahkan, pandemi COVID-19 ini pun memaksa pihaknya menghentikan sementara sejumlah program kerjanya, di antaranya program bantuan maupun pembangunan akibat realokasi anggaran untuk penanganan COVID-19.
tulis komentar anda