Strategi Kemandirian Industri Baja Dukung Pertumbuhan Ekonomi
Sabtu, 09 Oktober 2021 - 15:19 WIB
Dia menyebut, Kemenperin sudah memiliki strategi untuk menekan laju impor dengan menerapkan smart supplay demand. Sehingga jika ada produk yang belum ada industrinya di tanah air, maka impor masih boleh dilakukan.
"Karena industrinya belum ada di Indonesia maka perlu adanya impor. Terutama impor yang di hulu dan intermediet. Untuk bahan bakunya, macam iron ore kemudian iron sand. Di mana belum ada industrinya maka kita masih keluarkan izin untuk impor. Tapi kalau sudah diproduksi di dalam negeri itu kita selalu melihat supplay dan demandnya," terang Budi.
Selanjutnya, guna mendukung kemandirian baja nasional, Kemenperin juga membuat beragam kebijakan seperti Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI). Kebijakan ini, lanjut dia, memberikan dampak yang bagus sehingga industri masih bisa bertahan hidup selama pandemi.
"Nah bagaimana kita memainkan peran-peran itu yah dengan impor, kemudian menerapkan SNI, menerapkan P3DN, melakukan trade remedies, kemudian juga dengan dukungan ekspor. Ini adalah kebijakan pemerintah yang diberikan kepada industri baja kita," jelasnya.
Pelaku usaha di sektor industri baja, khususnya baja ringan, Stephanus Koeswandi mengatakan, ekonomi nasional bisa meningkat jika ada beberapa factor pendukung seperti investasi, konsumsi, ekspor/impor dan kemajuan teknologi.
"Yang kami pelajari, dari sini ekonomi nasional bisa meningkat kalau ada investasi, adanya konsumsi, dan juga ekspor impor, Kemudian yang terakhir percaya teknologi. Dengan pengaplikasian industry 4.0 ini (pertumbuhan ekonomi nasional) akan mempercepat lagi. Jadi empat hal itu yang kami selalu usahakan di dalam perusahaan kami ini," terang Vice Presiden Tatalogam Group itu.
Namun demikian, menurut dia saat ini masih ada beberapa permasalahan yang bisa menjadi batu sandungan dalam menggapai tujuan kemandirian baja nasional sekaligus mengancam keselamatan jiwa penggunanya di tanah air.
Ia menerangkan, masyarakat Indonesia yang tinggal di negara yang rawan bencana alam kerap kali kembali dihadapkan dengan ancaman bencana buatan manusia. Bangunan roboh akibat gagal konstruksi salah satunya. Peristiwa ini banyak terjadi karena masih adanya baja-baja konstruksi yang spesifikasinya sengaja diturunkan.
"Karena industrinya belum ada di Indonesia maka perlu adanya impor. Terutama impor yang di hulu dan intermediet. Untuk bahan bakunya, macam iron ore kemudian iron sand. Di mana belum ada industrinya maka kita masih keluarkan izin untuk impor. Tapi kalau sudah diproduksi di dalam negeri itu kita selalu melihat supplay dan demandnya," terang Budi.
Selanjutnya, guna mendukung kemandirian baja nasional, Kemenperin juga membuat beragam kebijakan seperti Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri (IOMKI). Kebijakan ini, lanjut dia, memberikan dampak yang bagus sehingga industri masih bisa bertahan hidup selama pandemi.
"Nah bagaimana kita memainkan peran-peran itu yah dengan impor, kemudian menerapkan SNI, menerapkan P3DN, melakukan trade remedies, kemudian juga dengan dukungan ekspor. Ini adalah kebijakan pemerintah yang diberikan kepada industri baja kita," jelasnya.
Pelaku usaha di sektor industri baja, khususnya baja ringan, Stephanus Koeswandi mengatakan, ekonomi nasional bisa meningkat jika ada beberapa factor pendukung seperti investasi, konsumsi, ekspor/impor dan kemajuan teknologi.
"Yang kami pelajari, dari sini ekonomi nasional bisa meningkat kalau ada investasi, adanya konsumsi, dan juga ekspor impor, Kemudian yang terakhir percaya teknologi. Dengan pengaplikasian industry 4.0 ini (pertumbuhan ekonomi nasional) akan mempercepat lagi. Jadi empat hal itu yang kami selalu usahakan di dalam perusahaan kami ini," terang Vice Presiden Tatalogam Group itu.
Namun demikian, menurut dia saat ini masih ada beberapa permasalahan yang bisa menjadi batu sandungan dalam menggapai tujuan kemandirian baja nasional sekaligus mengancam keselamatan jiwa penggunanya di tanah air.
Ia menerangkan, masyarakat Indonesia yang tinggal di negara yang rawan bencana alam kerap kali kembali dihadapkan dengan ancaman bencana buatan manusia. Bangunan roboh akibat gagal konstruksi salah satunya. Peristiwa ini banyak terjadi karena masih adanya baja-baja konstruksi yang spesifikasinya sengaja diturunkan.
(shf)
tulis komentar anda