Minat Bertani Makin Turun, Jawa Barat Hadapi Krisis Petani Muda
Kamis, 07 Oktober 2021 - 14:09 WIB
BANDUNG - Jawa Barat saat ini dihadapkan pada krisis petani muda akibat minimnya minat generasi saat ini menggarap sektor pertanian. Padahal, selama ini Jawa Barat menjadi penyokong sektor pertanian terbesar di Indonesia.
Kepala Badan Pusat Statistik ( BPS ) Jawa Barat Dyah Anugerah Kuswardani menyatakan, meski dikenal sebagai negara agraris, namun jumlah petani di Indonesia, angkanya terus menurun. Berdasarkan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2020, proporsi petani Jawa Barat paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebanyak 36,30 persen.
Sementara, petani berusia 30-44 tahun hanya 24,06 persen. Apalagi jika dilihat menurut tingkat pendidikan, ternyata dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut, 81,32 persen berpendidikan setara SD ke bawah.
"Krisis petani muda merupakan satu persoalan dari sekian banyak persoalan di sektor pertanian. Melansir penelitian dari LIPI tahun 2019, menurunnya minat pemuda terhadap petani disebabkan karena generasi muda melihat profesi petani tidak menguntungkan dan tidak membanggakan," kata dia pada acara Webinar 'Transformasi Pertanian Jawa Barat Bersama Petani Milenial yang Inovatif dan Kekinian; Peluang dan Tantangan', Kamis (7/10/2021).
Menurut dia, pemuda desa lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa. Sehingga lahan-lahan pertanian di perdesaan kehilangan tenaga kerja muda. Yang tersisa adalah petani dengan penduduk yang semakin menua. Masalah penuaan usia petani patut menjadi perhatian semua pihak.
"Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun," jalas dia.
Mandegnya regenerasi petani, juga akan tedampak pada sektor lainnya. Produksi pertanian diperkirakan akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi.
"Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif tidak saja mempengaruhi aspek ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan isu lingkungan," beber Dyah.
Menurut dia, lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya. Sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan muncul permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.
Namun, dengan daya dukung teknologi dan kemampuan berinovasi, masih ada harapan untuk menyelamatkan ketahanan pangan Indonesia, dan Jawa Barat pada khususnya. Para generasi milenial perlu membuka matanya bahwa banyak contoh sukses para pelaku bisnis di sektor pertanian
"Melalui webinar ini, diharapkan dapat mempertemukan BPS, pemerintah, pelaku usaha di sektor pertanian, untuk menunjukkan daya tarik pertanian bagi para millenial," imbuh dia.
Kepala Badan Pusat Statistik ( BPS ) Jawa Barat Dyah Anugerah Kuswardani menyatakan, meski dikenal sebagai negara agraris, namun jumlah petani di Indonesia, angkanya terus menurun. Berdasarkan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) Agustus 2020, proporsi petani Jawa Barat paling banyak berada pada kelompok umur 45-49 tahun, yaitu sebanyak 36,30 persen.
Sementara, petani berusia 30-44 tahun hanya 24,06 persen. Apalagi jika dilihat menurut tingkat pendidikan, ternyata dari seluruh tenaga kerja di sektor pertanian tersebut, 81,32 persen berpendidikan setara SD ke bawah.
"Krisis petani muda merupakan satu persoalan dari sekian banyak persoalan di sektor pertanian. Melansir penelitian dari LIPI tahun 2019, menurunnya minat pemuda terhadap petani disebabkan karena generasi muda melihat profesi petani tidak menguntungkan dan tidak membanggakan," kata dia pada acara Webinar 'Transformasi Pertanian Jawa Barat Bersama Petani Milenial yang Inovatif dan Kekinian; Peluang dan Tantangan', Kamis (7/10/2021).
Menurut dia, pemuda desa lebih tertarik mencari pekerjaan di kota dan tidak kembali lagi ke desa. Sehingga lahan-lahan pertanian di perdesaan kehilangan tenaga kerja muda. Yang tersisa adalah petani dengan penduduk yang semakin menua. Masalah penuaan usia petani patut menjadi perhatian semua pihak.
"Jika kegiatan produksi pertanian hanya dilakukan oleh generasi tua, maka perlahan tapi pasti, jumlah petani akan semakin berkurang dari tahun ke tahun," jalas dia.
Baca Juga
Mandegnya regenerasi petani, juga akan tedampak pada sektor lainnya. Produksi pertanian diperkirakan akan ikut menurun, dan selanjutnya sangat dimungkinkan akan terjadi ketidakseimbangan antara ketersediaan produksi dengan kebutuhan konsumsi.
"Semakin menyusutnya jumlah petani yang produktif tidak saja mempengaruhi aspek ekonomi, tetapi juga bisa menimbulkan isu lingkungan," beber Dyah.
Menurut dia, lahan-lahan pertanian yang terlantar karena tidak ada lagi yang menggarap bisa berubah fungsi menjadi lahan perumahan, industri, dan infrastruktur lainnya. Sehingga lahan-lahan pertanian akan semakin menyusut dan muncul permasalahan ketidakseimbangan lingkungan.
Namun, dengan daya dukung teknologi dan kemampuan berinovasi, masih ada harapan untuk menyelamatkan ketahanan pangan Indonesia, dan Jawa Barat pada khususnya. Para generasi milenial perlu membuka matanya bahwa banyak contoh sukses para pelaku bisnis di sektor pertanian
"Melalui webinar ini, diharapkan dapat mempertemukan BPS, pemerintah, pelaku usaha di sektor pertanian, untuk menunjukkan daya tarik pertanian bagi para millenial," imbuh dia.
(don)
tulis komentar anda