Lapas dan Rutan di Jawa Timur Kelebihan Kapasitas hingga 110 Persen
Rabu, 08 September 2021 - 15:12 WIB
SURABAYA - Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) maupun Rumah Tahanan (Rutan) di Jawa Timur mengalami kelebihan kapasitas hingga 110 persen. Dari 39 Lapas, rutan dan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) di Jatim hanya enam yang tidak over kapasitas.
Menurut Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Timur Krismono, jika dirata-rata angka kelebihan kapasitas di jajaran pemasyarakatan di Jatim mencapai 110 persen. Bahkan ada beberapa lapas/rutan yang angka kelebihan kapasitasnya sudah mengkhawatirkan. Seperti di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi.
Baca juga: Lamongan Satu-satunya Daerah di Pulau Jawa Berstatus PPKM Level 1
Kelimanya memiliki angka kelebihan kapasitas di atas 200 persen. “Masalah klasik ini hanya bisa diurai dengan penerapan pidana alternatif,” kata Krismono, Rabu (8/9/2021).
Krismono mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi masalah kelebihan kapasitas ini. Pasalnya, lapas/rutan/LPKA menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum. “Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari over kapasitas yang ada,” ujar Krismono.
Langkah-langkah yang diambil adalah dengan mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas. Dengan begitu, beban rutan bisa dibagi ke lapas. Dan angka kelebihan kapasitas di setiap lapas/ rutan bisa lebih merata. “Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Lapas Nusa Kambangan,” lanjutnya.
Untuk mengurai benang kusut di beberapa rutan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terkait perluasan bangunan rutan. Seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis. Bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng Sidoarjo itu diusulkan diperluas. Dari semula 1,5 hektar menjadi 2,2 hektar. “Ini karena tingkat over kapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200 persen selama lima tahun terakhir,” tuturnya.
Baca juga: Tingkat Kesembuhan Kasus COVID-19 di Jawa Timur Peringkat 5 di Pulau Jawa
Dia menilai, banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Untuk itu, dia selalu menekankan bahwa petugas lapas harus menggunakan pendekatan yang humanis dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lapas/rutan.
“Kami rutin berkoordinasi dengan stakeholder untuk memastikan keamanan dan ketertiban di lapas/rutan. Para stakeholder itu juga melakukan sambang lapas/rutan secara rutin,” ujarnya.
Namun, Krismono menegaskan bahwa perluasan bangunan lapas/rutan bukanlah solusi jangka panjang. Menurutnya, dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana. Yaitu dengan menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana.
“Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan,” terangnya.
Menurut Kepala Kanwil Kemenkumham Jawa Timur Krismono, jika dirata-rata angka kelebihan kapasitas di jajaran pemasyarakatan di Jatim mencapai 110 persen. Bahkan ada beberapa lapas/rutan yang angka kelebihan kapasitasnya sudah mengkhawatirkan. Seperti di Lapas Jombang, Lapas Mojokerto, Rutan Gresik, Rutan Surabaya (Medaeng) dan Lapas Banyuwangi.
Baca juga: Lamongan Satu-satunya Daerah di Pulau Jawa Berstatus PPKM Level 1
Kelimanya memiliki angka kelebihan kapasitas di atas 200 persen. “Masalah klasik ini hanya bisa diurai dengan penerapan pidana alternatif,” kata Krismono, Rabu (8/9/2021).
Krismono mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk mengurangi masalah kelebihan kapasitas ini. Pasalnya, lapas/rutan/LPKA menjadi lembaga yang pasif dan diharuskan menerima tahanan negara yang dihasilkan oleh penegakan hukum. “Yang kami lakukan hanya mengurangi dampak dari over kapasitas yang ada,” ujar Krismono.
Langkah-langkah yang diambil adalah dengan mengembalikan fungsi rutan sebagai tempat penahanan sementara. Terpidana yang sudah mendapatkan putusan pengadilan di tingkat pertama harus segera dipindah ke lapas. Dengan begitu, beban rutan bisa dibagi ke lapas. Dan angka kelebihan kapasitas di setiap lapas/ rutan bisa lebih merata. “Selain itu, kami juga melakukan pemindahan warga binaan kategori high risk ke Lapas Nusa Kambangan,” lanjutnya.
Untuk mengurai benang kusut di beberapa rutan, pihaknya telah mengajukan usulan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen Pas) terkait perluasan bangunan rutan. Seperti Rutan Surabaya yang memang sudah sangat kronis. Bangunan rutan yang terletak di Desa Medaeng Sidoarjo itu diusulkan diperluas. Dari semula 1,5 hektar menjadi 2,2 hektar. “Ini karena tingkat over kapasitas Rutan Medaeng yang selalu di atas 200 persen selama lima tahun terakhir,” tuturnya.
Baca juga: Tingkat Kesembuhan Kasus COVID-19 di Jawa Timur Peringkat 5 di Pulau Jawa
Dia menilai, banyaknya penghuni dan sempitnya bangunan membuat pembinaan dan pelayanan menjadi kurang optimal. Untuk itu, dia selalu menekankan bahwa petugas lapas harus menggunakan pendekatan yang humanis dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lapas/rutan.
“Kami rutin berkoordinasi dengan stakeholder untuk memastikan keamanan dan ketertiban di lapas/rutan. Para stakeholder itu juga melakukan sambang lapas/rutan secara rutin,” ujarnya.
Namun, Krismono menegaskan bahwa perluasan bangunan lapas/rutan bukanlah solusi jangka panjang. Menurutnya, dibutuhkan kebijakan yang lebih besar dari sisi sistem hukum pidana. Yaitu dengan menerapkan pidana alternatif bagi pelaku tindak pidana.
“Jangan semuanya berakhir pidana, perlu dikuatkan pidana alternatif yang sebenarnya sudah dituangkan dalam RUU KUHP dan RUU Pemasyarakatan,” terangnya.
(msd)
tulis komentar anda