Beri Asimilasi Napi Kembali Berulah, Menkumham Dinilai Tak Cermat
Selasa, 21 April 2020 - 13:06 WIB
JAKARTA - Kebijakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly yang membebaskan puluhan ribu narapidana (Napi) melalui program asimilasi dan integrasi terus menuai kritikan. Pasalnya, sebagian dari mereka yang telah dibebaskan kembali berulah berbuat kriminal.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak cermat dalam memetakan siapa napi yang layak diberikan asimilasi. "Tidak sepenuhnya salah, tapi tidak cermat memetakan siapa yang diberikan asimilasi," ujar Suparji Ahmad kepada SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Menurut dia, seharusnya pertimbangan utamanya adalah napi yang sudah lebih baik dan tidak akan mengulangi kejahatannya. "Segera bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan hukum kepada yang bersangkutan, supaya ada efek jera baik untuk yang bersangkutan maupun yang lain," jelasnya. (Baca juga : Napi Dibebaskan, Polri Bersiaga Antisipasi Tindak Kriminal )
Akan tetapi, kata dia, aspek hukum dan hak asasi manusia tetap diperhatikan aparat. "Tembak di tempat harus sesuai prosedur, misalnya jika ada bukti kejahatan, melakukan perlawanan dan hanya untuk melumpuhkan, bukan mematikan," tuturnya.
Di sisi lain, dia menilai aksi sejumlah napi asimilasi yang kembali berulah itu disebabkan oleh karakter dan efek pandemi Corona. "Penjara yang telah dijalani ternyata belum berhasil menjerakan dan mengedukasi supaya menjadi orang yang lebih baik, seharusnya setelah dipenjara taat hukum dan bermasyarakat," tandasnya.
Dia pun berpendapat, napi asimilasi yang kembali berulah itu punya karakter yang belum bisa diubah. Di samping itu, kata dia, situasi serba susah.
"Termasuk masalah ekonomi akibat Corona, menyebabkan napi tersebut mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka tidak bisa bekerja demi menyambung hidupnya, hal ini mestinya sudah diantisipasi sebelum diberikan asimilasi," katanya.
Adapun alasan Yasonna Laoly mengeluarkan kebijakan pembebasan itu untuk menyelamatkan warga binaan dari penyebaran virus Corona atau COVID-19. Namun, sebagian dari mereka kembali melakukan kejahatan kriminal.
Di Jawa Tengah contohnya, sembilan orang napi asimilasi dibekuk aparat kepolisian setelah kembali berulah melakukan perbuatan melawan hukum. Kemudian, Agus Samperura (45), napi yang bebas setelah mendapatkan asimilasi itu mencuri sepeda motor warga di Gang Ciseureuh, Kelurahan Karasak, Kecamatan Astananyar, Kota Bandung. Akibatnya, aparat kepolisian menangkapnya.
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Al Azhar Indonesia, Suparji Ahmad menilai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tidak cermat dalam memetakan siapa napi yang layak diberikan asimilasi. "Tidak sepenuhnya salah, tapi tidak cermat memetakan siapa yang diberikan asimilasi," ujar Suparji Ahmad kepada SINDOnews, Selasa (21/4/2020).
Menurut dia, seharusnya pertimbangan utamanya adalah napi yang sudah lebih baik dan tidak akan mengulangi kejahatannya. "Segera bersinergi dengan aparat penegak hukum untuk segera mengambil tindakan hukum kepada yang bersangkutan, supaya ada efek jera baik untuk yang bersangkutan maupun yang lain," jelasnya. (Baca juga : Napi Dibebaskan, Polri Bersiaga Antisipasi Tindak Kriminal )
Akan tetapi, kata dia, aspek hukum dan hak asasi manusia tetap diperhatikan aparat. "Tembak di tempat harus sesuai prosedur, misalnya jika ada bukti kejahatan, melakukan perlawanan dan hanya untuk melumpuhkan, bukan mematikan," tuturnya.
Di sisi lain, dia menilai aksi sejumlah napi asimilasi yang kembali berulah itu disebabkan oleh karakter dan efek pandemi Corona. "Penjara yang telah dijalani ternyata belum berhasil menjerakan dan mengedukasi supaya menjadi orang yang lebih baik, seharusnya setelah dipenjara taat hukum dan bermasyarakat," tandasnya.
Dia pun berpendapat, napi asimilasi yang kembali berulah itu punya karakter yang belum bisa diubah. Di samping itu, kata dia, situasi serba susah.
"Termasuk masalah ekonomi akibat Corona, menyebabkan napi tersebut mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, mereka tidak bisa bekerja demi menyambung hidupnya, hal ini mestinya sudah diantisipasi sebelum diberikan asimilasi," katanya.
Adapun alasan Yasonna Laoly mengeluarkan kebijakan pembebasan itu untuk menyelamatkan warga binaan dari penyebaran virus Corona atau COVID-19. Namun, sebagian dari mereka kembali melakukan kejahatan kriminal.
Di Jawa Tengah contohnya, sembilan orang napi asimilasi dibekuk aparat kepolisian setelah kembali berulah melakukan perbuatan melawan hukum. Kemudian, Agus Samperura (45), napi yang bebas setelah mendapatkan asimilasi itu mencuri sepeda motor warga di Gang Ciseureuh, Kelurahan Karasak, Kecamatan Astananyar, Kota Bandung. Akibatnya, aparat kepolisian menangkapnya.
(nfl)
tulis komentar anda