PPKM Level 4 di Kota Makassar Harus Dibarengi Penguatan 3T
Kamis, 12 Agustus 2021 - 08:23 WIB
MAKASSAR - Kasus positif Covid-19 di sejumlah daerah di Sulsel masih fluktuatif. Tak hanya treatment, testing dan tracing kasus juga dinilai perlu lebih dimasifkan.
Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin mengutarakan testing dan tracing kurang diperhatikan pemerintah, padahal Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ) melalui Surat Edaran Nomor 32 Tentang PPKM menekankan testing dan tracing juga harus gencar, tak hanya treatment.
Sebagai contoh, di Kota Makassar tracing dinilai masih rendah yaitu hanya 1:3, padahal seharusnya 1:15. Hal itu mengakibatkan penemuan kasus cenderung lambat, yang berimbas pada data yang lebih rendah.
Demikian pula dengan testing, Kota Makassar diharuskan mampu mengetes sebanyak 15.554 sampel per hari. Hal itu berdasarkan kasus harian berbanding jumlah penduduk yang telah diatur pada Surat Edaran Mendagri Nomor 32.
Penerapan testing dan tracing yang buruk berimbas pada kurang efektifnya Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat ( PPKM ) yang selama ini diterapkan, tak hanya di Kota Makassar tapi juga beberapa daerah lainnya di Sulsel.
Selain itu, Prof Ridwan juga mengungkapkan hal lain yang perlu dibenahi yaitu daerah harus mampu memusatkan tempat isolasi agar masyarakat yang menjadi suspek bisa terakomodir dengan baik.
"Hal yang perlu dibenahi itu juga dengan mengurangi isoman. Isomannya diarahkan ke tempat isolasi terpusat, supaya termonitor dengan baik," lanjutnya.
Adapun, angka Bed Occupancy Rate (BOR) isolasi di Sulsel mulai sedikit menurun dari 59,07% (4/8) menjadi 55,09% (10/8). Meski demikian, kasus kematian justru mengalami peningkatan dari 1,67% menjadi 1,71%.
Epidemiolog Universitas Hasanuddin, Prof Ridwan Amiruddin mengutarakan testing dan tracing kurang diperhatikan pemerintah, padahal Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ) melalui Surat Edaran Nomor 32 Tentang PPKM menekankan testing dan tracing juga harus gencar, tak hanya treatment.
Sebagai contoh, di Kota Makassar tracing dinilai masih rendah yaitu hanya 1:3, padahal seharusnya 1:15. Hal itu mengakibatkan penemuan kasus cenderung lambat, yang berimbas pada data yang lebih rendah.
Demikian pula dengan testing, Kota Makassar diharuskan mampu mengetes sebanyak 15.554 sampel per hari. Hal itu berdasarkan kasus harian berbanding jumlah penduduk yang telah diatur pada Surat Edaran Mendagri Nomor 32.
Penerapan testing dan tracing yang buruk berimbas pada kurang efektifnya Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat ( PPKM ) yang selama ini diterapkan, tak hanya di Kota Makassar tapi juga beberapa daerah lainnya di Sulsel.
Baca Juga
Selain itu, Prof Ridwan juga mengungkapkan hal lain yang perlu dibenahi yaitu daerah harus mampu memusatkan tempat isolasi agar masyarakat yang menjadi suspek bisa terakomodir dengan baik.
"Hal yang perlu dibenahi itu juga dengan mengurangi isoman. Isomannya diarahkan ke tempat isolasi terpusat, supaya termonitor dengan baik," lanjutnya.
Adapun, angka Bed Occupancy Rate (BOR) isolasi di Sulsel mulai sedikit menurun dari 59,07% (4/8) menjadi 55,09% (10/8). Meski demikian, kasus kematian justru mengalami peningkatan dari 1,67% menjadi 1,71%.
tulis komentar anda