Soal PPN Sembako, PPBN: Pedagang Kecil Jangan Dibebani Pajak Tinggi
Senin, 14 Juni 2021 - 19:40 WIB
BOGOR - Rencana pemerintah yang ingin memberlakukan PPN terhadap sembako dan pendidikan mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Ketua Perkumpulan Pengusaha Bawang Putih Nusantara (PPBN) Mulyadi menilai rencana itu bakal membebani pedagang kecil.
"Jangan rakyat dan pedagang kecil yang dibebanin pajak yang tinggi," tegas Mulyadi dalam pernyataannya, Senin (14/6/2021). Mulyadi mengusulkan agar pemerintah mengambil peredaran dana hitam hasil permainan dugaan jual beli kuota impor pangan.
Sebab, jelas Mulyadi, saat ini banyak sekali pangan impor seperti gula, bawang putih, dan buah-buahan luar negeri yang dikenakan wajib rekomendasi impor dan persetujuan impor dari kebijakan rekomendasi impor yang berpotensi menjadi rente ekonomi. Nilainya bisa triliunan rupiah setiap tahun.
"Kalau pemerintah mempunyai niat dan keberanian untuk mengganti regulasi rekomendasi impor dengan kebijakan relaksasi dan tarifisasi, maka dana triliunan rupiah yang selama ini dinikmatin oleh segelintir orang atau kelompok dari jual beli kuota impor bisa diselamatkan untuk menambah kas negara," tegasnya.
Harusnya, lanjut Mulyadi, praktek jual beli kuota yang bersumber dari rekomendasi impor tersebut yang harus dihapus pemerintah. "Digantikan dengan sitim tarif agar negara bisa mendapatkan dana tambahan untuk mengatasi krisis keuangan negara," tegasnya.
Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang Pangan (FKP3) dengan tegas menolak rencana kenaikan PPN sembako. Ketua FKP3 Aminullah mengatakan, dengan PPN yang lama saja (red, 10 persen) para pedagang sudah sulit menjual barang-barangnya, karena dampak COVID-19.
"Apalagi rencana mau dinaikkan 12 persen, bakal banyak pedagang gulung tikar karena masyarakat akan mengerem konsumsi. Apa tidak ada sumber pendanaan lain yang bisa digali pemerintah untuk menutupi krisis anggaran negara," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, Pengenaan PPN terhadap sembako bakal mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Sebab, lebih dari sepertiga masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal.
"Menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi di tengah pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang. Pengenaan PPN pada sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada onsumen," bebernya.
"Jangan rakyat dan pedagang kecil yang dibebanin pajak yang tinggi," tegas Mulyadi dalam pernyataannya, Senin (14/6/2021). Mulyadi mengusulkan agar pemerintah mengambil peredaran dana hitam hasil permainan dugaan jual beli kuota impor pangan.
Sebab, jelas Mulyadi, saat ini banyak sekali pangan impor seperti gula, bawang putih, dan buah-buahan luar negeri yang dikenakan wajib rekomendasi impor dan persetujuan impor dari kebijakan rekomendasi impor yang berpotensi menjadi rente ekonomi. Nilainya bisa triliunan rupiah setiap tahun.
"Kalau pemerintah mempunyai niat dan keberanian untuk mengganti regulasi rekomendasi impor dengan kebijakan relaksasi dan tarifisasi, maka dana triliunan rupiah yang selama ini dinikmatin oleh segelintir orang atau kelompok dari jual beli kuota impor bisa diselamatkan untuk menambah kas negara," tegasnya.
Harusnya, lanjut Mulyadi, praktek jual beli kuota yang bersumber dari rekomendasi impor tersebut yang harus dihapus pemerintah. "Digantikan dengan sitim tarif agar negara bisa mendapatkan dana tambahan untuk mengatasi krisis keuangan negara," tegasnya.
Forum Komunikasi Pengusaha dan Pedagang Pangan (FKP3) dengan tegas menolak rencana kenaikan PPN sembako. Ketua FKP3 Aminullah mengatakan, dengan PPN yang lama saja (red, 10 persen) para pedagang sudah sulit menjual barang-barangnya, karena dampak COVID-19.
"Apalagi rencana mau dinaikkan 12 persen, bakal banyak pedagang gulung tikar karena masyarakat akan mengerem konsumsi. Apa tidak ada sumber pendanaan lain yang bisa digali pemerintah untuk menutupi krisis anggaran negara," ujarnya.
Sementara itu, Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Felippa Ann Amanta mengatakan, Pengenaan PPN terhadap sembako bakal mengancam ketahanan pangan, terutama bagi masyarakat berpendapatan rendah. Sebab, lebih dari sepertiga masyarakat tidak mampu membeli makanan yang bernutrisi karena harga pangan yang mahal.
"Menambah PPN akan menaikkan harga dan memperparah situasi, apalagi di tengah pandemi ketika pendapatan masyarakat berkurang. Pengenaan PPN pada sembako tentu saja akan lebih memberatkan bagi golongan tersebut, terlebih lagi karena PPN yang ditarik atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP), pada akhirnya akan dibebankan pengusaha kepada onsumen," bebernya.
(don)
tulis komentar anda