Pelaku Pencabulan Santriwati di Jombang, Anak Kiai hingga Pimpinan Pesantren
Selasa, 16 Februari 2021 - 18:43 WIB
"Sebelumnya, peristiwa serupa terjadi di Pesantren Shiddiqiyyah, Ploso, Jombang yang hingga kini terkesan mandek penyelesaian hukumnya. Dua peristiwa ini merupakan tamparan keras bagi Jombang yang selalu membanggakan dirinya sebagai Kota Santri. Santriwati harusnya dilindungi bukan malah digerayangi atau dicabuli," tulis Aan dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Selasa (16/2/2021).
Beberapa waktu lalu, aksi pencabulan dan persetubuhan dengan korban santriwati juga menggemparkan Kabupaten Jombang . Pelakunya merupakan anak seorang kiai termasyhur di Kota Santri, yakni MSAT warga Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.
Pria berusia 40 tahun itu dilaporkan ke Polres Jombang pada 29 Oktober 2019 silam oleh NA. MSAT diduga telah menyetubuhi NA yang tak lain merupakan bekas santriwatinya. Modusnya, MSAT mengancam NA yang masih di bawah umur agar bersedia menjadi tempat pelampiasan syahwat.
Selain itu, MSAT juga berjanji akan menjadikan NA sebagai istrinya. Hal itu membuat NA pasrah. Akan tetapi, pasca persetubuhan itu, MSAT tak kunjung menikahi NA. Hingga akhirnya NA pun memilih untuk melaporkan perbuatan cabul pengurus pesantren itu ke polisi.
Dua kasus pencabulan dengan korban santri di Jombang ini, kata Aan, menunjukkan betapa rapuhnya perempuan dan anak di lingkungan pendidikan. Bahkan dengan label pesantren sekalipun. Menurutnya, pesantren harus bersedia menerapkan standard pendidikan ramah anak. Agar kasus serupa tak lagi terjadi.
"JASiJO mendukung kepolisian membongkar kasus ini secara lebih dalam. Sangat mungkin terdapat korban lain dalam peristiwa ini. Penyelidikan dan penyidikan harus bersifat transparan dan akuntabel. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Hak para Korban harus dipulihkan," terang aktivis GUSDURian ini.
Aan menilai, para pemangku kebijakan di Kabupaten Jombang, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif tidak bisa serta merta lepas tangan terkait aksi pencabulan yang menimpa para santriwati. Menurutnya, mereka memiliki peran penting dalam melakukan kontrol agar praktik tak senonoh di kalangan pesantren tidak lagi terjadi di Kota Santri.
"Begitu juga asosiasi pesantren seperti Rabitathul Maahid Islamiyyah di Jombang. Mereka jelas memiliki lebih dari sekedar kewajiban moral atas nama agama maupun pesantren untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi. Sebagai catatan, diperkirakan ada sekitar 124 pesantren yang terdata di Kemenag, dengan total santri 41.874 orang. Riciannya 22.511 santri putra dan 19.363 orang santriwati," tandas Aan.
Polda Jatim Didesak Tuntaskan Kasus di Ploso
Polres Jombang mengambil langkah cepat dalam menangani kasus pencabulan santriwati salah satu pesantren di Kecamatan Ngoro. Hanya dalam kurun waktu dua hari, polisi berhasil mengamankan SB, (49) pelaku pencabulan dan menjebloskannya ke dalam sel tahanan Kamis (11/2/2021) malam.
Beberapa waktu lalu, aksi pencabulan dan persetubuhan dengan korban santriwati juga menggemparkan Kabupaten Jombang . Pelakunya merupakan anak seorang kiai termasyhur di Kota Santri, yakni MSAT warga Desa Losari, Kecamatan Ploso, Kabupaten Jombang.
Pria berusia 40 tahun itu dilaporkan ke Polres Jombang pada 29 Oktober 2019 silam oleh NA. MSAT diduga telah menyetubuhi NA yang tak lain merupakan bekas santriwatinya. Modusnya, MSAT mengancam NA yang masih di bawah umur agar bersedia menjadi tempat pelampiasan syahwat.
Selain itu, MSAT juga berjanji akan menjadikan NA sebagai istrinya. Hal itu membuat NA pasrah. Akan tetapi, pasca persetubuhan itu, MSAT tak kunjung menikahi NA. Hingga akhirnya NA pun memilih untuk melaporkan perbuatan cabul pengurus pesantren itu ke polisi.
Dua kasus pencabulan dengan korban santri di Jombang ini, kata Aan, menunjukkan betapa rapuhnya perempuan dan anak di lingkungan pendidikan. Bahkan dengan label pesantren sekalipun. Menurutnya, pesantren harus bersedia menerapkan standard pendidikan ramah anak. Agar kasus serupa tak lagi terjadi.
"JASiJO mendukung kepolisian membongkar kasus ini secara lebih dalam. Sangat mungkin terdapat korban lain dalam peristiwa ini. Penyelidikan dan penyidikan harus bersifat transparan dan akuntabel. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya. Hak para Korban harus dipulihkan," terang aktivis GUSDURian ini.
Aan menilai, para pemangku kebijakan di Kabupaten Jombang, baik dari kalangan eksekutif maupun legislatif tidak bisa serta merta lepas tangan terkait aksi pencabulan yang menimpa para santriwati. Menurutnya, mereka memiliki peran penting dalam melakukan kontrol agar praktik tak senonoh di kalangan pesantren tidak lagi terjadi di Kota Santri.
"Begitu juga asosiasi pesantren seperti Rabitathul Maahid Islamiyyah di Jombang. Mereka jelas memiliki lebih dari sekedar kewajiban moral atas nama agama maupun pesantren untuk memastikan hal ini tidak terjadi lagi. Sebagai catatan, diperkirakan ada sekitar 124 pesantren yang terdata di Kemenag, dengan total santri 41.874 orang. Riciannya 22.511 santri putra dan 19.363 orang santriwati," tandas Aan.
Polda Jatim Didesak Tuntaskan Kasus di Ploso
Polres Jombang mengambil langkah cepat dalam menangani kasus pencabulan santriwati salah satu pesantren di Kecamatan Ngoro. Hanya dalam kurun waktu dua hari, polisi berhasil mengamankan SB, (49) pelaku pencabulan dan menjebloskannya ke dalam sel tahanan Kamis (11/2/2021) malam.
tulis komentar anda