Angkat Kisah dari Jeneponto, Film De Toeng Tayang di Bioskop Pekan Depan
Selasa, 02 Februari 2021 - 16:24 WIB
MAKASSAR - Masyarakat Sulawesi Selatan (Sulsel) harus berbangga, karena satu lagi karya sineas asal Sulsel yang masuk layar lebar , yaitu De Toeng. Kisah misteri tentang ayunan nenek yang melegenda di Kabupaten Jeneponto ini bakal tayang di seluruh bioskop Indonesia mulai pekan depan, yaitu (11/02/2021).
Film yang diambil dari latar cerita penamaan bukit Toeng atau Toenga di Kabupaten Jeneponto ini dibintangi oleh Waode Sarika, Shen Hasyim, Resyha Nafisa Ziljiani, Putri Amanda, Irfan Darwis, Melyasar, Ridho, Annisa Nurul Rhamdani, Djamal April, Kalam, Agung Lazim, Asmin Amin dan Mulyadi Bustamu.
Film yang melibatkan seorang indigo saat awal mula penyusunan naskah ini diproduseri oleh Asmin Amin dan disutradarai oleh Bayu Bamungkas. Sesuai dengan genre filmn ya, yaitu horor, kisah De Toeng Ayunan Nenek cukup tragis. Sehingga dijamin akan menjadi hiburan yang sangat menarik bagi para penonton.
Pengalaman horor juga dirasakan oleh Turatea Production sebagai tim produksi film ini. Asmin Amin selaku Produser mengaku, para staf produk film yang memiliki kepekaan tinggi bisa merasakan dengan jelas aura mistis saat proses pengambilan gambar di lokasi.
"Teman secara nyata melihat di foto, di ayunan itu kelihatan ada tangan. Orang yang punya kepekaan bisa merasakan itu saat proses pembuatan film ini," kata Asmin.
Cerita film yang kental kebudayaan ini bermula dari seorang guru silat yang jatuh cinta pada putri seorang Karaeng (bangsawan). Tapi karena posisi keduanya dalam strata sosial dinilai tidak setara, sehingga tidak mendapat restu. Keduanya lalu silariang atau kawin lari, tapi dengan resiko akan mengikuti ritual penyembelihan jika ditemukan. Nahas, keduanya ditemukan lalu dipenggal.
Sebelum meninggal, pasangan tersebut memiliki seorang anak yang dibawa lari oleh sang nenek. Karena sebelum pasangan tersebut ditemukan dan disembelih, sang nenek sering mengunjunginya secara rahasia. Tapi karena tidak diakui oleh keluarga, sang nenek yang sangat sayang pada cucunya tersebut membawanya ke Bukit De Toeng dan tinggal di sana.
Meski awal kehidupan mereka cukup damai, tapi sang cucu mulai jatuh sakit, lalu meninggal. Tidak lama, sang nenek juga meninggal. Dan dimulailah cerita mistis De Toeng Ayunan Nenek.
Asmin Amin menjelaskan, meski film ini kental dengan budaya Bugis-Makassar, dia berharap masyarakat di seluruh Indonesia tetap bisa menikmati film ini.
"Kami mendapat 126 layar di seluruh Indonesia. Siapa pun itu, nonton ini film, karena ini film bagus," kata Asmin.
Film yang diambil dari latar cerita penamaan bukit Toeng atau Toenga di Kabupaten Jeneponto ini dibintangi oleh Waode Sarika, Shen Hasyim, Resyha Nafisa Ziljiani, Putri Amanda, Irfan Darwis, Melyasar, Ridho, Annisa Nurul Rhamdani, Djamal April, Kalam, Agung Lazim, Asmin Amin dan Mulyadi Bustamu.
Film yang melibatkan seorang indigo saat awal mula penyusunan naskah ini diproduseri oleh Asmin Amin dan disutradarai oleh Bayu Bamungkas. Sesuai dengan genre filmn ya, yaitu horor, kisah De Toeng Ayunan Nenek cukup tragis. Sehingga dijamin akan menjadi hiburan yang sangat menarik bagi para penonton.
Pengalaman horor juga dirasakan oleh Turatea Production sebagai tim produksi film ini. Asmin Amin selaku Produser mengaku, para staf produk film yang memiliki kepekaan tinggi bisa merasakan dengan jelas aura mistis saat proses pengambilan gambar di lokasi.
"Teman secara nyata melihat di foto, di ayunan itu kelihatan ada tangan. Orang yang punya kepekaan bisa merasakan itu saat proses pembuatan film ini," kata Asmin.
Cerita film yang kental kebudayaan ini bermula dari seorang guru silat yang jatuh cinta pada putri seorang Karaeng (bangsawan). Tapi karena posisi keduanya dalam strata sosial dinilai tidak setara, sehingga tidak mendapat restu. Keduanya lalu silariang atau kawin lari, tapi dengan resiko akan mengikuti ritual penyembelihan jika ditemukan. Nahas, keduanya ditemukan lalu dipenggal.
Sebelum meninggal, pasangan tersebut memiliki seorang anak yang dibawa lari oleh sang nenek. Karena sebelum pasangan tersebut ditemukan dan disembelih, sang nenek sering mengunjunginya secara rahasia. Tapi karena tidak diakui oleh keluarga, sang nenek yang sangat sayang pada cucunya tersebut membawanya ke Bukit De Toeng dan tinggal di sana.
Meski awal kehidupan mereka cukup damai, tapi sang cucu mulai jatuh sakit, lalu meninggal. Tidak lama, sang nenek juga meninggal. Dan dimulailah cerita mistis De Toeng Ayunan Nenek.
Asmin Amin menjelaskan, meski film ini kental dengan budaya Bugis-Makassar, dia berharap masyarakat di seluruh Indonesia tetap bisa menikmati film ini.
"Kami mendapat 126 layar di seluruh Indonesia. Siapa pun itu, nonton ini film, karena ini film bagus," kata Asmin.
(agn)
tulis komentar anda