Kisah Kesaktian Syeikh Haji Mu'min saat Terdampar dan Membantu Raja Badung Bali
Minggu, 31 Januari 2021 - 05:00 WIB
Berbagai penelitian menyebutkan Kampung Bugis ada sejak abad ke-17 Masehi. Mereka adalah orang-orang yang berasal dari Gowa, Sulawesi, yang memilih meninggalkan daerahnya setelah Belanda menguasai Kerajaan Gowa.
Pilihan itu diambil karena banyaknya aturan yang dikeluarkan pemerintah Belanda, salah satunya adalah perjanjian Bongaya. Aturan itulah yang membuat banyak orang pribumi pergi meninggalkan daerahnya.
Salah satunya rombongan yang dipimpin Syeikh Haji Mu’min bin Hasanuddin. Dia dan 40 orang pengikutnya memilih berlayar menggunakan kapal. Dalam pelayaran, mereka akhirnya terdampar di Pulau Serangan.
Jejak sejarah yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Foto/Ist
Kabar datangnya rombongan Haji Mu’min tersebar hingga ke telinga Raja Badung, Ida Cokorda Pemecutan III. Pulau Serangan merupakan salah satu daerah kekuasaannya.
Raja Pemecutan mencurigai Haji Mu'min merupakan mata-mata Belanda sehingga ditangkap. Namun Haji Mu'min berhasil meyakinkan sang raja hingga akhirnya dia dan pengikutnya diizinkan tinggal sementara di istana Puri Pemecutan.
Raja Pemecutan lalu mendegar kabar bahwa Haji Mu'min adalah orang yang sakti. Sang raja lalu meminta Haji Mu'min ikut membatu peperangan melawan Kerajaan Mengwi dan dijanjikan hadiah menempati Pulau Serangan.
Peperangan pun berlangsung dan dimenangkan Kerajaan Badung. Haji Mu'min kehilangan 31 orang akibat gugur dalam peperangan. Namun pengorbanan itu terbayar. Sang raja pun menepati janjinya. Haji Mu'min dan pengikutnya diizinkan menempati Pulau Serangan.
Raja Pemecutan juga memberikan bonus dengan membangunkan sebuah musala yang menjadi cikal bakal Masjid Assyuhada. Masjid yang terletak di tengah kampung ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Meski beberapa kali telah direnovasi, bangunan masjid masih mempertahankan keasliannya.
Pilihan itu diambil karena banyaknya aturan yang dikeluarkan pemerintah Belanda, salah satunya adalah perjanjian Bongaya. Aturan itulah yang membuat banyak orang pribumi pergi meninggalkan daerahnya.
Salah satunya rombongan yang dipimpin Syeikh Haji Mu’min bin Hasanuddin. Dia dan 40 orang pengikutnya memilih berlayar menggunakan kapal. Dalam pelayaran, mereka akhirnya terdampar di Pulau Serangan.
Jejak sejarah yang masih tersimpan di Kampung Bugis adalah Alquran tua yang dibuat pada abad ke-17. Foto/Ist
Kabar datangnya rombongan Haji Mu’min tersebar hingga ke telinga Raja Badung, Ida Cokorda Pemecutan III. Pulau Serangan merupakan salah satu daerah kekuasaannya.
Raja Pemecutan mencurigai Haji Mu'min merupakan mata-mata Belanda sehingga ditangkap. Namun Haji Mu'min berhasil meyakinkan sang raja hingga akhirnya dia dan pengikutnya diizinkan tinggal sementara di istana Puri Pemecutan.
Raja Pemecutan lalu mendegar kabar bahwa Haji Mu'min adalah orang yang sakti. Sang raja lalu meminta Haji Mu'min ikut membatu peperangan melawan Kerajaan Mengwi dan dijanjikan hadiah menempati Pulau Serangan.
Peperangan pun berlangsung dan dimenangkan Kerajaan Badung. Haji Mu'min kehilangan 31 orang akibat gugur dalam peperangan. Namun pengorbanan itu terbayar. Sang raja pun menepati janjinya. Haji Mu'min dan pengikutnya diizinkan menempati Pulau Serangan.
Raja Pemecutan juga memberikan bonus dengan membangunkan sebuah musala yang menjadi cikal bakal Masjid Assyuhada. Masjid yang terletak di tengah kampung ini sampai sekarang masih berdiri kokoh. Meski beberapa kali telah direnovasi, bangunan masjid masih mempertahankan keasliannya.
tulis komentar anda