Cerita Warga Majalengka Memutus Mata Rantai Penyebaran COVID-19
Senin, 14 Desember 2020 - 06:11 WIB
MAJALENGKA - Sejumlah kebijakan dalam rangka pencegah penyebaran COVID- 19 di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, telah dikeluarkan pemerintah setempat. Kebijakan-kebijakan itu di antaranya penelusuruan terhadap warga yang kontak erat dengan terkonfirmasi positif, penanganan kepada mereka yang positif dan lain-lain.
Namun di lapangan, kebijakan-kebjiakan itu tidak melulu berjalan secara ideal. Banyak kabar beredar bahwa tidak sedikit yang menjalani isolasi mandiri , setelah 'divonis' terkonfirmasi positif kategori OTG, mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu warga Desa Jatitujuh, Kecamatan Jatitujuh, adalah salah satu yang memiliki pengalaman bahwa kenyataan di lapangan belum se-ideal dengan kebijakan dari Pemda.
Yang bersangkutan mengaku sudah mengalami kesulitan saat berinisiatif untuk melakukan swab. Warga tersebut mengaku melakukan swab setelah ada keluarganya yang telah terkonfirmasi positif. "Istri saya terkonfirmasi positif, hasil swab mandiri. Dari sana, saya minta rekomendasi swab gratis ke Puskesmas, tidak dilayani. Setelah marah, baru dilayani. Bukannya ketika ada anggota keluarga yang positif, Satgas harus melakukan swab anggota keluarga lainnya, sebagai kontak erat," kata warga tersebut, yang minta namanya dirahasikan.
"Pihak Puskes bilang 'puskes hanya akan merekomindir swab gratis bagi yang terkena gejala.' Lalu saya bilang 'apa fungsinya tracking? Sementara secara defacto di lingkungan keluarga saya sudah ada yang positif. Masihkah menunggu yang terpapar lagi.' Saya punya hak sehat, anggaran antisifasi pandemi COVID 19 besar. Bagaimana realisasi dari kebijakan itu" lanjut dia. (Baca: Gandengan Tangan Lepas, Nafisah Hilang Terseret Banjir Kali Lamong).
Dari sana, jelas dia, akhirnya ada undangan dari BPBD Kabupaten Majalengka untuk dilakukan pemeriksaan swab. Dari hasil swab itu, diketahui bahwa yang bersangkutan bersama dua anaknya terkonfirmasi positif. Namun, jelas dia, seluruh anggota keluarganya masuk kategori OTG. "Sehingga kami isolasi mandiri," papar dia.
Setelah memutuskan untuk isolasi mandiri, lanjut dia, permasalahan baru kembali datang. Dia mengaku mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama menjalani isolasi mandiri. "Dari mana kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari? Satu sisi kami harus isolasi, di sisi lain, kebutuhan sehari-hari kami bagaimana?" jelas dia.
"Terbaru kami baca berita bahwa warga yang terkonfirmasi positif dijamin Rp45 ribu per hari. Nyatanya, dari tanggal 6 kami isolasi, tidak ada apapun dari pemerintah, khususnya pemdes," tambahnya. (Baca: Aliansi Umat Sulsel Tuntut Polisi Bebaskan Habib Rizieq).
Bagi dia, dalam menjalani isolasi mandiri, jaminan biaya hidup Rp45 ribu per hari, bukan yang utama. Apalagi, jelas dia, dalam satu hari dibutuhkan di atas Rp100 ribu untuk pemenuhan makan. "Yang jadi fokus kami, bagaimana pemerintah memastikan hak-hak warga yang terkonfirmasi positif, yang lagi isolasi mandiri," jelas dia.
Lebih jaih dia berharap, ke depan, pemerintah lebih serius lagi dalam mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Dengan demikian, penanganan COVID 19 benar-benar bisa berjalan dengan maksimal.
Namun di lapangan, kebijakan-kebjiakan itu tidak melulu berjalan secara ideal. Banyak kabar beredar bahwa tidak sedikit yang menjalani isolasi mandiri , setelah 'divonis' terkonfirmasi positif kategori OTG, mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Salah satu warga Desa Jatitujuh, Kecamatan Jatitujuh, adalah salah satu yang memiliki pengalaman bahwa kenyataan di lapangan belum se-ideal dengan kebijakan dari Pemda.
Yang bersangkutan mengaku sudah mengalami kesulitan saat berinisiatif untuk melakukan swab. Warga tersebut mengaku melakukan swab setelah ada keluarganya yang telah terkonfirmasi positif. "Istri saya terkonfirmasi positif, hasil swab mandiri. Dari sana, saya minta rekomendasi swab gratis ke Puskesmas, tidak dilayani. Setelah marah, baru dilayani. Bukannya ketika ada anggota keluarga yang positif, Satgas harus melakukan swab anggota keluarga lainnya, sebagai kontak erat," kata warga tersebut, yang minta namanya dirahasikan.
"Pihak Puskes bilang 'puskes hanya akan merekomindir swab gratis bagi yang terkena gejala.' Lalu saya bilang 'apa fungsinya tracking? Sementara secara defacto di lingkungan keluarga saya sudah ada yang positif. Masihkah menunggu yang terpapar lagi.' Saya punya hak sehat, anggaran antisifasi pandemi COVID 19 besar. Bagaimana realisasi dari kebijakan itu" lanjut dia. (Baca: Gandengan Tangan Lepas, Nafisah Hilang Terseret Banjir Kali Lamong).
Dari sana, jelas dia, akhirnya ada undangan dari BPBD Kabupaten Majalengka untuk dilakukan pemeriksaan swab. Dari hasil swab itu, diketahui bahwa yang bersangkutan bersama dua anaknya terkonfirmasi positif. Namun, jelas dia, seluruh anggota keluarganya masuk kategori OTG. "Sehingga kami isolasi mandiri," papar dia.
Setelah memutuskan untuk isolasi mandiri, lanjut dia, permasalahan baru kembali datang. Dia mengaku mengalami kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari selama menjalani isolasi mandiri. "Dari mana kami bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari? Satu sisi kami harus isolasi, di sisi lain, kebutuhan sehari-hari kami bagaimana?" jelas dia.
"Terbaru kami baca berita bahwa warga yang terkonfirmasi positif dijamin Rp45 ribu per hari. Nyatanya, dari tanggal 6 kami isolasi, tidak ada apapun dari pemerintah, khususnya pemdes," tambahnya. (Baca: Aliansi Umat Sulsel Tuntut Polisi Bebaskan Habib Rizieq).
Bagi dia, dalam menjalani isolasi mandiri, jaminan biaya hidup Rp45 ribu per hari, bukan yang utama. Apalagi, jelas dia, dalam satu hari dibutuhkan di atas Rp100 ribu untuk pemenuhan makan. "Yang jadi fokus kami, bagaimana pemerintah memastikan hak-hak warga yang terkonfirmasi positif, yang lagi isolasi mandiri," jelas dia.
Lebih jaih dia berharap, ke depan, pemerintah lebih serius lagi dalam mengawal setiap kebijakan yang dikeluarkannya. Dengan demikian, penanganan COVID 19 benar-benar bisa berjalan dengan maksimal.
(nag)
tulis komentar anda