Viral, Terdakwa Langgar Status Tahanan Kota Hakim Terkesan Membiarkan
Jum'at, 20 November 2020 - 09:10 WIB
DEMAK - Terdakwa kasus pengerusakan yang menjadi tahanan kota sempat pergi ke luar kota. Meski melanggar status tahanan kota, hakim terkesan membiarkan.
Peristiwa ini viral di media sosial seputar Demak, Jawa Tengah lantaran 4 terdakwa yang juga terlibat kasus penganiayaan tidak ditahan di rumah tahanan.
Adapun persidangan kasus pengerusakan di Desa Tedunan, Kecamatan Wedung, Demak, Jateng, pada minggu ini sampai tahap keterangan saksi dan pengakuan terdakwa.
Sejumlah keterangan saksi menyudutkan empat terdakwa, yaitu Sutripan, Ahmad Sali, Shobirin dan Sholehan sebagai pelaku pengerusakan.
Meski keterangan saksi beralasan, namun terdakwa tetap menolak keterangan tersebut. Terdakwa menyebut, kerusakan gulungan membran sepanjang 15 meter dan merusak kincir angin hingga korban mengalami kerugian Rp14 juta itu bukan ulahnya.
Saat persidangan juga disinggung aksi terdakwa yang melanggar status tahanan kota. Terdakwa pun mengaku dalam persidangan telah pergi ke Kota Jepara, Jateng pada hari Minggu. Namun, hakim terkesan membiarkan.
Alhasil, jawaban hakim yang dinilai tidak sesuai pernyataan sebelumnya menuai kritik sejumlah pengamat hukum.
Pernyataan hakim yang dinilai tidak sesuai bahasa hukum menjadi viral di sosmed hingga pengacara korban membuat surat terbuka di media massa memprotes majelis hakim yang dinilai tidak konsisten. (Baca juga: Distributor Pupuk Bersubsidi Nakal, Ganjar Tegas Cabut Izin Usahanya)
Kasus penganiayaan dan pengerusakan terjadi 26 April 2018, dan baru disidangkan mulai bulan Oktober lalu. Sebelumnya kasus ini sudah disidangkan hingga pengadilan tinggi memvonis 4 tersangka dihukum penjara selama 4 bulan, namun terdakwa meminta banding. (Baca juga: Banjir Bandang Landa Kendal, 2 Pemotor Hilang Terseret Arus Sungai)
Kasus ini bermula dari sengketa lahan tambak garam di Desa Tedunan. Terdakwa mengklaim tambak tersebut menjadi kuasanya. Karena korban menolak untuk bekerjasama, terdakwa memukul korban. Tak hanya itu, terdakwa juga merusak alat produksi garam milik korban.
"Tidak pas keputusan hakim yang membiarkan terdakwa melanggar status tahanan kota. Itu membuat kami (Pengacara korban) melaporkan kasus tersebut ke Komisi Yudisial. Lantaran ada indikasi hakim akan membiarkan status terdakwa sampai putusan sidang sehingga terdakwa tidak pernah ditahan di rumah tahanan," jelas pengacara korban Yusuf Istanto.
Lihat Juga: Kapolri Janji Pecat Oknum Polisi yang Terbukti Minta Uang Damai Rp50 Juta ke Guru Supriyani
Peristiwa ini viral di media sosial seputar Demak, Jawa Tengah lantaran 4 terdakwa yang juga terlibat kasus penganiayaan tidak ditahan di rumah tahanan.
Adapun persidangan kasus pengerusakan di Desa Tedunan, Kecamatan Wedung, Demak, Jateng, pada minggu ini sampai tahap keterangan saksi dan pengakuan terdakwa.
Sejumlah keterangan saksi menyudutkan empat terdakwa, yaitu Sutripan, Ahmad Sali, Shobirin dan Sholehan sebagai pelaku pengerusakan.
Meski keterangan saksi beralasan, namun terdakwa tetap menolak keterangan tersebut. Terdakwa menyebut, kerusakan gulungan membran sepanjang 15 meter dan merusak kincir angin hingga korban mengalami kerugian Rp14 juta itu bukan ulahnya.
Saat persidangan juga disinggung aksi terdakwa yang melanggar status tahanan kota. Terdakwa pun mengaku dalam persidangan telah pergi ke Kota Jepara, Jateng pada hari Minggu. Namun, hakim terkesan membiarkan.
Alhasil, jawaban hakim yang dinilai tidak sesuai pernyataan sebelumnya menuai kritik sejumlah pengamat hukum.
Pernyataan hakim yang dinilai tidak sesuai bahasa hukum menjadi viral di sosmed hingga pengacara korban membuat surat terbuka di media massa memprotes majelis hakim yang dinilai tidak konsisten. (Baca juga: Distributor Pupuk Bersubsidi Nakal, Ganjar Tegas Cabut Izin Usahanya)
Kasus penganiayaan dan pengerusakan terjadi 26 April 2018, dan baru disidangkan mulai bulan Oktober lalu. Sebelumnya kasus ini sudah disidangkan hingga pengadilan tinggi memvonis 4 tersangka dihukum penjara selama 4 bulan, namun terdakwa meminta banding. (Baca juga: Banjir Bandang Landa Kendal, 2 Pemotor Hilang Terseret Arus Sungai)
Kasus ini bermula dari sengketa lahan tambak garam di Desa Tedunan. Terdakwa mengklaim tambak tersebut menjadi kuasanya. Karena korban menolak untuk bekerjasama, terdakwa memukul korban. Tak hanya itu, terdakwa juga merusak alat produksi garam milik korban.
"Tidak pas keputusan hakim yang membiarkan terdakwa melanggar status tahanan kota. Itu membuat kami (Pengacara korban) melaporkan kasus tersebut ke Komisi Yudisial. Lantaran ada indikasi hakim akan membiarkan status terdakwa sampai putusan sidang sehingga terdakwa tidak pernah ditahan di rumah tahanan," jelas pengacara korban Yusuf Istanto.
Lihat Juga: Kapolri Janji Pecat Oknum Polisi yang Terbukti Minta Uang Damai Rp50 Juta ke Guru Supriyani
(boy)
tulis komentar anda