IAIN Tulungagung Terus Sudutkan Mahasiswi Korban Dugaan Pelecehan Seksual

Rabu, 18 November 2020 - 13:19 WIB
kampus IAIN Tulungagung (Foto/SINDOnews/Solichan Arif)
TULUNGAGUNG - Victimisasi atau upaya memojokkan korban dugaan pelecehan seksual ternyata masih terus dilakukan pihak kampus IAIN Tulungagung. Dalam mediasi yang digelar kalangan rektorat, korban, yakni mahasiswi yang juga aktivis gender, masih diserang dengan pertanyaan yang menyudutkan.

"Korban disudutkan lagi (victimisasi). Kembali ditanya kenapa mau diajak pergi berdua," ujar Koordinator Aliansi IAIN TA (Tulungagung) Bersuara Roiyatus Saadah kepada SINDOnews.com Rabu (18/11/2020). Aliansi IAIN TA Bersuara merupakan organ taktis yang di dalamnya berisi para aktivis lintas fakultas. (Baca juga: Ini Kronologis Pelecehan Aktivis Mahasiswi IAIN Tulungagung )

Aliansi aktivis ini sejak awal menjadi pendamping korban dalam mencari keadilan di kampus. Sejak awal Roiyatus menuntut pihak kampus dan siapapun untuk tidak memvictimisasi korban. Sikap ini menyusul adanya upaya membangun framing dengan memposisikan korban sebagai pihak yang salah.

Framing bahwa apa yang menimpa korban sudah selawajarnya terjadi karena korban mau maunya pergi berdua dengan pelaku. Kemudian dengan alasan bersyukur karena masih selamat, korban juga didesak untuk memaafkan pelaku dan melupakannya.

"Dalam mediasi ternyata kembali terjadi (victimisasi)," kata Roiyatus. Mediasi di tingkat rektorat langsung digelar setelah aktivis Aliansi IAIN TA Bersuara menggelar unjuk rasa di depan Kantor Rektorat Senin (16/11/2020) lalu. (Baca juga: Selain Pejabat Pemkot Surabaya, KIPP Juga Laporkan Program Ini ke ASN )



Massa menuntut pengusutan kasus secara tuntas. Termasuk menangguhkan ijazah pelaku yang pada 10-14 November lalu ikut diwisuda. Dalam mediasi, kata Roiyatus, pihak rektorat memanggil para pihak secara sendirian. Korban masuk ke dalam ruangan sendiri di mana telah menanti petugas rektorat yang siap mencecar dengan berbagai pertanyaan.

Begitu juga dengan pelaku. Juga dihadapkan pada situasi yang sama. "Mediasi sudah berjalan," kata Roiyatus. Faktanya, pada peristiwa yang terjadi 2 September lalu, kemudian dilaporkan kampus 16 September, dan baru direspon 1 Oktober, korban memang pergi berdua dengan pelaku. Kenapa demikian?, karena sebelum peristiwa terjadi, korban tidak pernah menaruh pikiran buruk.

Korban melihat pelaku sebagai aktivis pergerakan mahasiswa dan juga aktivis Mapala (Mahasiswa Pecinta Alam) yang baik. Korban berfikir, seorang aktifis tidak akan melakukan penyelewengan kesusilaan. Di sisi lain, di Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum, korban yang aktif di berbagai forum kajian gender, juga merupakan yunior pelaku.

Karenannya victimisasi yang dilakukan pihak kampus dapat dinilai sebagai upaya pengalihan persoalan. Sebab substansi kasus adalah bagaimana kampus membuktikan ada tidaknya dugaan pelecehan seksual. "Kami meminta victimisasi terhadap korban untuk segera dihentikan," tegas Roiyatus yang menambahkan diduga ada korban lain.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More