Stop Beroperasi 8 Bulan, Usaha Spa Kota Bandung di Ujung Tanduk
Minggu, 15 November 2020 - 02:31 WIB
BANDUNG - Di tengah upaya pemulihan sektor ekonomi, para pelaku usaha spa di Kota Bandung merasa dianaktirikan karena belum diizinkan membuka layanan. Kini, usaha mereka di ujung tanduk.
Ketua Himpunan Industri Pariwisata Hiburan Indonesia (HIPHI) Kota Bandung, Barli Iskandar mengungkapkan, dari sejumlah sektor industri hiburan di Kota Bandung, hanya usaha spa yang belum diizinkan membuka layanannya.
Padahal, ribuan karyawan yang kini terpaksa dirumahkan sementara sangat menggantungkan hidupnya pada usaha ini. Berbagai upaya telah dilakukan, agar usaha spa dapat kembali beroperasi. Namun, Pemkot Bandung sebagai regulator sama sekali belum memberikan respons. (Baca juga: Alasan Ekonomi Pemkot Bekasi Enggan Tutup Diskotek Panti Pijat dan Spa )
"Bayangkan, 8 bulan stop beroperasi, padahal, industri hibukan lainnya sudah diizinkan buka, hanya spa yang belum diizinkan. Kita merasa dianaktirikan," ujar Barli melalui sambungan telepon selularnya, Sabtu (14/11/2020).
Oleh karenanya, pihaknya menuntut keadilan kepada Pemkot Bandung, agar segera kembali mengizinkan pembukaan usaha spa. Menurut Barli, seluruh pelaku usaha spa di Kota Bandung pun sudah menyatakan kesiapannya menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah potensi penularan COVID-19. "Harus adil dong, kalau yang lain sudah diizinkan buka, kenapa kita tidak?" tegasnya.
Barli membeberkan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya, agar Pemkot Bandung segera mengeluarkan izin operasional usaha spa, termasuk menyiapkan bahan presentasi untuk meyakinkan Pemkot Bandung bahwa para pelaku usaha spa sudah siap menerapkan protokol kesehatan."Sejak tiga bulan lalu, kita terus berupaya. Bahkan, kita pun sudah mengajukan presentasi untuk meyakinkan Pemkot Bandung. Namun, Pemkot Bandung sama sekali belum merespons," ungkapnya.
Pihaknya mengaku bakal terus berupaya meyakinkan Pemkot Bandung melalui cara-cara prosedural. Namun, kata Barli, jika Pemkot Bandung tak kunjung memberikan respons positif, setidaknya hingga pekan depan, pihaknya angkat tangan."Kita sudah berusaha, agar persoalan ini diselesaikan cukup melalui cara-cara prosedural. Namun, jika sampai pekan depan tak kunjung direspons, saya kira bakal sulit membendung mereka (pelaku usaha spa dan pekerjanya) untuk berunjuk rasa," bebernya.
Lebih lanjut Barli menyebutkan, berdasarkan catatannya, setidaknya terdapat 50 usaha spa di Kota Bandung dimana rata-rata satu usaha spa mempekerjakan 100 orang pegawai. Artinya, ada sekitar 5.000 pekerja yang terpaksa dirumahkan. (Baca juga: Kasus Covid-19 Naik DPRD Ddesak Diskotek, Panti Pjat dan Spa di Bekasi Ditutup Kembali )
Jika dilihat dari sektor pajak, usaha spa menyumbang pajak sekitar 25 persen dari pendapatannya. Ilustrasinya, setiap usaha spa memiliki pendapatan sekitar Rp100 juta per bulan. "Artinya, setiap bulan, satu usaha spa menyumbang PAD (pendapatan asli daerah) Kota Bandung sebesar Rp25 juta per bulan," sebutnya
Barli menambahkan, selain menimbulkan dampak ekonomi bagi pelaku usaha spa dan pekerjanya, penutupan usaha spa di Kota Bandung juga berdampak terhadap maraknya layanan pijat online.
"Melalui media sosial, pijat online ini sekarang marak di Kota Bandung. Mereka menjadikan hotel, apartemen sebagai tempatnya yang justru tidak terkontrol protokol kesehatannya," ungkap Barli. "Ini harus ada respons secepatnya dari Pemkot Bandung. Di Jambi, Palembang, bahkan Bekasi dan Bogor itu spa sudah buka. Kota Bandung belum," tandasnya.
Ketua Himpunan Industri Pariwisata Hiburan Indonesia (HIPHI) Kota Bandung, Barli Iskandar mengungkapkan, dari sejumlah sektor industri hiburan di Kota Bandung, hanya usaha spa yang belum diizinkan membuka layanannya.
Padahal, ribuan karyawan yang kini terpaksa dirumahkan sementara sangat menggantungkan hidupnya pada usaha ini. Berbagai upaya telah dilakukan, agar usaha spa dapat kembali beroperasi. Namun, Pemkot Bandung sebagai regulator sama sekali belum memberikan respons. (Baca juga: Alasan Ekonomi Pemkot Bekasi Enggan Tutup Diskotek Panti Pijat dan Spa )
"Bayangkan, 8 bulan stop beroperasi, padahal, industri hibukan lainnya sudah diizinkan buka, hanya spa yang belum diizinkan. Kita merasa dianaktirikan," ujar Barli melalui sambungan telepon selularnya, Sabtu (14/11/2020).
Oleh karenanya, pihaknya menuntut keadilan kepada Pemkot Bandung, agar segera kembali mengizinkan pembukaan usaha spa. Menurut Barli, seluruh pelaku usaha spa di Kota Bandung pun sudah menyatakan kesiapannya menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah potensi penularan COVID-19. "Harus adil dong, kalau yang lain sudah diizinkan buka, kenapa kita tidak?" tegasnya.
Barli membeberkan, pihaknya sudah melakukan berbagai upaya, agar Pemkot Bandung segera mengeluarkan izin operasional usaha spa, termasuk menyiapkan bahan presentasi untuk meyakinkan Pemkot Bandung bahwa para pelaku usaha spa sudah siap menerapkan protokol kesehatan."Sejak tiga bulan lalu, kita terus berupaya. Bahkan, kita pun sudah mengajukan presentasi untuk meyakinkan Pemkot Bandung. Namun, Pemkot Bandung sama sekali belum merespons," ungkapnya.
Pihaknya mengaku bakal terus berupaya meyakinkan Pemkot Bandung melalui cara-cara prosedural. Namun, kata Barli, jika Pemkot Bandung tak kunjung memberikan respons positif, setidaknya hingga pekan depan, pihaknya angkat tangan."Kita sudah berusaha, agar persoalan ini diselesaikan cukup melalui cara-cara prosedural. Namun, jika sampai pekan depan tak kunjung direspons, saya kira bakal sulit membendung mereka (pelaku usaha spa dan pekerjanya) untuk berunjuk rasa," bebernya.
Lebih lanjut Barli menyebutkan, berdasarkan catatannya, setidaknya terdapat 50 usaha spa di Kota Bandung dimana rata-rata satu usaha spa mempekerjakan 100 orang pegawai. Artinya, ada sekitar 5.000 pekerja yang terpaksa dirumahkan. (Baca juga: Kasus Covid-19 Naik DPRD Ddesak Diskotek, Panti Pjat dan Spa di Bekasi Ditutup Kembali )
Jika dilihat dari sektor pajak, usaha spa menyumbang pajak sekitar 25 persen dari pendapatannya. Ilustrasinya, setiap usaha spa memiliki pendapatan sekitar Rp100 juta per bulan. "Artinya, setiap bulan, satu usaha spa menyumbang PAD (pendapatan asli daerah) Kota Bandung sebesar Rp25 juta per bulan," sebutnya
Barli menambahkan, selain menimbulkan dampak ekonomi bagi pelaku usaha spa dan pekerjanya, penutupan usaha spa di Kota Bandung juga berdampak terhadap maraknya layanan pijat online.
"Melalui media sosial, pijat online ini sekarang marak di Kota Bandung. Mereka menjadikan hotel, apartemen sebagai tempatnya yang justru tidak terkontrol protokol kesehatannya," ungkap Barli. "Ini harus ada respons secepatnya dari Pemkot Bandung. Di Jambi, Palembang, bahkan Bekasi dan Bogor itu spa sudah buka. Kota Bandung belum," tandasnya.
(don)
tulis komentar anda