Brazil Hentikan Uji Klinis Vaksin Sinovac, Bagaimana Nasib Bandung?
Rabu, 11 November 2020 - 15:04 WIB
BANDUNG - Baru baru ini Brazil menyatakan menghentikan proses uji klinis vaksin sinovac buatan China karena berbagai alasan. Lalu bagaimana nasib uji klinis vaksin sinovac yang saat ini masih berjalan terhadap ribuan relawan di Bandung?
Juru bicara tim Uji Klinis Fase 3 Vaksin COVID-19 dr. Rodman Tarigan mengatakan, kendati vaksin sinovac di Brazil diterpa isu tak sedap, proses uji klinis di Indonesia tetap berjalan. Hingga kini belum ada laporan mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius atau serius kepada relawan. (Baca juga: Viral Soal Bullying Mahasiswa Unpar, Ini Tanggapan Kampus )
Data per 6 November 2020, menunjukan, sebanyak 1.620 relawan sudah mendapatkan suntikan pertama. Kemudian 1.603 orang sudah mendapatkan suntikan kedua. Serta 1.335 sudah masuk dalam tahap monitoring baik untuk imunogenicity, efikasi (khasiat) maupun keamanannya.
Pihaknya, kata dia, belum menemukan adanya Adverse Event (SAE). SAE adalah kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
"SAE merupakan salah satu dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius dan dialami oleh penerima obat atau vaksin, tanpa memandang hubungannya dengan obat atau vaksin tersebut," beber dia dalam siaran persnya, Rabu (11/11/2020).(Baca juga: Ratusan Ribu Pelaku UMKM Karawang Daftar BPUM )
Sedangkan KIPI non serius atau KIPI ringan adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima seperti terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, merah di lokasi suntikan.
Setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua ini, hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor oleh tim uji klinis, sehingga apapun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi.
“SAE yang dialami oleh seseorang, bisa terjadi baik untuk vaksin yang sudah dipasarkan, maupun vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis seperti vaksin Covid-19 ini. Untuk produk yang sedalam uji klinis, SAE akan dilaporkan ke Komite Etik, BPOM dan DSMB (Data Safety Monitoring Board)," kata salah satu tim ahli farmakovigilan Bio Farma Novilia.
Sedangkan untuk produk yang sudah dipasarkan, kata dia, akan dilakukan investigasi atau penyelidikan, dan analisis oleh lembaga yang independen seperti KOMNAS KIPI, dan dilaporkan ke BPOM. Meraka akan memastikan penyebab utama dari peristiwa ini apakah berhubungan langsung dengan vaksin (associated to vaccine), atau ada faktor lainnya (co-incident).
Novilia menambahkan, untuk kejadian SAE yang saat ini terjadi di Brazil, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan apakah SAE ini berhubungan dengan vaksin atau bukan (co-incident). Dalam penyelidikan SAE ini, otoritas Badan Pengawas Obat setempat tentu akan dilibatkan.
Juru bicara tim Uji Klinis Fase 3 Vaksin COVID-19 dr. Rodman Tarigan mengatakan, kendati vaksin sinovac di Brazil diterpa isu tak sedap, proses uji klinis di Indonesia tetap berjalan. Hingga kini belum ada laporan mengenai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius atau serius kepada relawan. (Baca juga: Viral Soal Bullying Mahasiswa Unpar, Ini Tanggapan Kampus )
Data per 6 November 2020, menunjukan, sebanyak 1.620 relawan sudah mendapatkan suntikan pertama. Kemudian 1.603 orang sudah mendapatkan suntikan kedua. Serta 1.335 sudah masuk dalam tahap monitoring baik untuk imunogenicity, efikasi (khasiat) maupun keamanannya.
Pihaknya, kata dia, belum menemukan adanya Adverse Event (SAE). SAE adalah kejadian serius yang tidak diinginkan dari para relawan yang diduga berhubungan dengan vaksin atau kegiatan vaksinasi.
"SAE merupakan salah satu dari Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius dan dialami oleh penerima obat atau vaksin, tanpa memandang hubungannya dengan obat atau vaksin tersebut," beber dia dalam siaran persnya, Rabu (11/11/2020).(Baca juga: Ratusan Ribu Pelaku UMKM Karawang Daftar BPUM )
Sedangkan KIPI non serius atau KIPI ringan adalah kejadian medis yang terjadi setelah imunisasi dan tidak menimbulkan risiko potensial pada kesehatan si penerima seperti terjadi demam, bengkak di lokasi suntikan, merah di lokasi suntikan.
Setiap relawan yang sudah mendapatkan suntikan pertama dan kedua ini, hingga uji klinis selesai akan diawasi dan dimonitor oleh tim uji klinis, sehingga apapun kejadian yang menimpa relawan pasti terawasi.
“SAE yang dialami oleh seseorang, bisa terjadi baik untuk vaksin yang sudah dipasarkan, maupun vaksin yang sedang dalam tahap uji klinis seperti vaksin Covid-19 ini. Untuk produk yang sedalam uji klinis, SAE akan dilaporkan ke Komite Etik, BPOM dan DSMB (Data Safety Monitoring Board)," kata salah satu tim ahli farmakovigilan Bio Farma Novilia.
Sedangkan untuk produk yang sudah dipasarkan, kata dia, akan dilakukan investigasi atau penyelidikan, dan analisis oleh lembaga yang independen seperti KOMNAS KIPI, dan dilaporkan ke BPOM. Meraka akan memastikan penyebab utama dari peristiwa ini apakah berhubungan langsung dengan vaksin (associated to vaccine), atau ada faktor lainnya (co-incident).
Novilia menambahkan, untuk kejadian SAE yang saat ini terjadi di Brazil, perlu dilakukan investigasi lebih lanjut untuk menentukan apakah SAE ini berhubungan dengan vaksin atau bukan (co-incident). Dalam penyelidikan SAE ini, otoritas Badan Pengawas Obat setempat tentu akan dilibatkan.
(msd)
tulis komentar anda