Ragukan Hasil Survei, Pengamat: Erizal Peneliti atau Politisi
Rabu, 04 November 2020 - 13:21 WIB
PADANG - Keraguan Erizal terhadap hasil survei yang dilakukan oleh Poltracking Indonesia dinilai terlalu berlebihan. Posisinya sebagai sekretaris partai politik dan peneliti, kalau kedua menjadikan argumennya bias, apalagi partainya mendukung Nasrul Abit-Indra Catri.
"Erizal merupakan politisi, lebih tepatnya seorang sekretaris partai politik , sangat tidak layak disebut sebagai seorang peneliti. Dipastikan jika ia seorang politisi, maka jelas penelitian nya menjadi tidak netral," ujar pengamat politik Arifki Chaniago.
Pengamat politik lulusan Universitas Andalas ini mempertanyakan tiga alasan Erizal yang meragukan hasil survei Poltracking, sudah dipastikan mengada-ngada, tanpa kajian ilmiah yang jelas sebagai pembanding.
Pertama, Erizal meragukan 3,7 persen masyarakat Sumbar yang belum mempunyai pilihan. Padahal kita semua mengetahui jika kampanye tinggal 1 bulan lagi. Semua Paslon dan timnya dipastikan sudah bergerak ke seluruh pelosok daerah mengenai terkait Pilkada 2020 ini.
Kedua, Erizal meragukan elektabilitas Mulyadi Ali Mukhni dan hanya memperkirakan dikisaran 30 persen. Sekali lagi, Erizal hanya menduga-duga saja, tanpa ada riset ilmiah untuk dikaji oleh Erizal sendiri.
"Ketiga, mengenai popularitas Nasrul Abit yang tinggi dan tidak sebanding dengan Elektabilitasnya yang rendah. Masyarakat lebih tahu dan merasakan apa yang telah dilakukan oleh Nasrul Abit sejauh ini selama menjadi Wagub Sumbar. Jadi wajar masyarakat tidak mau lagi menjadikan Nasrul Abit sebagai pemimpin mereka," ungkap Arifki. (Baca: Suami Tewas dalam Sel Tahanan Penuh Luka Memar, Istri Lapor LBH).
Langkah Erizal mempertanyakan hasil lembaga survei lembaga lain tak elok dalam politik. Melihat posisinya sebagai politisi seharusnya fokus saja agar kandidat yang diusung oleh partainya menang. "Biar soal survei dan analisis tentang politik di Sumatera Barat diserahkan kepada pihak yang tidak bagian dari pengurus parpol," tutup Arifki
"Erizal merupakan politisi, lebih tepatnya seorang sekretaris partai politik , sangat tidak layak disebut sebagai seorang peneliti. Dipastikan jika ia seorang politisi, maka jelas penelitian nya menjadi tidak netral," ujar pengamat politik Arifki Chaniago.
Pengamat politik lulusan Universitas Andalas ini mempertanyakan tiga alasan Erizal yang meragukan hasil survei Poltracking, sudah dipastikan mengada-ngada, tanpa kajian ilmiah yang jelas sebagai pembanding.
Pertama, Erizal meragukan 3,7 persen masyarakat Sumbar yang belum mempunyai pilihan. Padahal kita semua mengetahui jika kampanye tinggal 1 bulan lagi. Semua Paslon dan timnya dipastikan sudah bergerak ke seluruh pelosok daerah mengenai terkait Pilkada 2020 ini.
Kedua, Erizal meragukan elektabilitas Mulyadi Ali Mukhni dan hanya memperkirakan dikisaran 30 persen. Sekali lagi, Erizal hanya menduga-duga saja, tanpa ada riset ilmiah untuk dikaji oleh Erizal sendiri.
"Ketiga, mengenai popularitas Nasrul Abit yang tinggi dan tidak sebanding dengan Elektabilitasnya yang rendah. Masyarakat lebih tahu dan merasakan apa yang telah dilakukan oleh Nasrul Abit sejauh ini selama menjadi Wagub Sumbar. Jadi wajar masyarakat tidak mau lagi menjadikan Nasrul Abit sebagai pemimpin mereka," ungkap Arifki. (Baca: Suami Tewas dalam Sel Tahanan Penuh Luka Memar, Istri Lapor LBH).
Langkah Erizal mempertanyakan hasil lembaga survei lembaga lain tak elok dalam politik. Melihat posisinya sebagai politisi seharusnya fokus saja agar kandidat yang diusung oleh partainya menang. "Biar soal survei dan analisis tentang politik di Sumatera Barat diserahkan kepada pihak yang tidak bagian dari pengurus parpol," tutup Arifki
(nag)
tulis komentar anda