Buruh Desak UMP Jabar Naik 8%, Kadisnakertrans: Apa Dasarnya?
Sabtu, 31 Oktober 2020 - 16:09 WIB
Alasan kedua, PP Nomor 78 Tahun 2015 juta mengatur tentang formulasi penetapan UMP, yakni UMP tahun berjalan dikalikan penambahan inflasi dan laju pertumbuhan ekonomi. "Nah, sampai saat ini kami belum menerima rilis data inflasi untuk triwulan ketiga dari BPS," katanya.
Menurutnya, jika UMP Jabar tahun 2021 dipaksakan harus naik, maka hal itu bertentangan dengan aturan yang tercantum dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dia menekankan, jika dasar hukum itu dilanggar, masyarakat Jabar pun bakal terkena sanksi. "Kita gak punya dasar hukum untuk menaikkan UMP. Jika dilanggar, Gubernur (Jabar) bakal kena sanksi. Bukan hanya Gubernur, tapi juga masyarakat Jabar," katanya.
Oleh karenanya, Taufik meminta masyarakat, khususnya kaum buruh dan pekerja memahami keputusan yang diambil Pemprov Jabar demi kondusivitas dunia usaha di Jabar, khususnya di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.
"Yang juga kita khawatirkan, jika UMP kita naikkan tanpa dasar hukum, bakal banyak perusahaan yang hengkang dari Jabar. Ujung-ujungnya, pengangguran bakal bertambah banyak," katanya.
Taufik menambahkan, semua pihak harus memahami bahwa UMP hanyalah batas bawah penetapan UMK yang direkomendasikan Pemprov Jabar. UMP menjadi acuan batas bawah UMK yang bakal ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Perlu diingat bahwa UMP ini bukan operasional dan hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Ini yang banyak tidak disadari. Jika pekerja punya masa kerja lebih lama, tentu besaran upahnya pun lebih tinggi," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Selasa (27/10/2020) lalu menyatakan, pandemi COVID-19 yang dijadikan alasan pemerintah tidak menaikkan upah sebagai alasan yang tidak masuk akal.
"Ini sejarah di negeri ini, ada menteri bilang upah tidak naik. Semua negara kena pandemi, COVID bulan alasan untuk tidak menaikan upah," tegas.
Oleh karenanya, Roy menegaskan, buruh di Jabar menolak UMP 2021 yang diputuskan tidak naik atau sama dengan UMP 2020 karena alasan pandemi COVID-19 dan mendesak Gubernur Jabar, Ridwan Kamil untuk menaikkan UMP Jabar 2021 minimal 8%.
"Hai Pak gubernur, UMP bukan tanggung jawab Presiden, bukan tanggung jawab Menteri. Makanya, kita minta kepada Gubernur Jabar menaikan upah minimum minimal 8 persen seperti tahun lalu," tegas Roy.
Menurutnya, jika UMP Jabar tahun 2021 dipaksakan harus naik, maka hal itu bertentangan dengan aturan yang tercantum dalam PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Dia menekankan, jika dasar hukum itu dilanggar, masyarakat Jabar pun bakal terkena sanksi. "Kita gak punya dasar hukum untuk menaikkan UMP. Jika dilanggar, Gubernur (Jabar) bakal kena sanksi. Bukan hanya Gubernur, tapi juga masyarakat Jabar," katanya.
Oleh karenanya, Taufik meminta masyarakat, khususnya kaum buruh dan pekerja memahami keputusan yang diambil Pemprov Jabar demi kondusivitas dunia usaha di Jabar, khususnya di masa pandemi COVID-19 seperti saat ini.
"Yang juga kita khawatirkan, jika UMP kita naikkan tanpa dasar hukum, bakal banyak perusahaan yang hengkang dari Jabar. Ujung-ujungnya, pengangguran bakal bertambah banyak," katanya.
Taufik menambahkan, semua pihak harus memahami bahwa UMP hanyalah batas bawah penetapan UMK yang direkomendasikan Pemprov Jabar. UMP menjadi acuan batas bawah UMK yang bakal ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota.
"Perlu diingat bahwa UMP ini bukan operasional dan hanya berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Ini yang banyak tidak disadari. Jika pekerja punya masa kerja lebih lama, tentu besaran upahnya pun lebih tinggi," tandasnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Roy Jinto Ferianto dalam aksi unjuk rasa di depan Gedung Sate, Selasa (27/10/2020) lalu menyatakan, pandemi COVID-19 yang dijadikan alasan pemerintah tidak menaikkan upah sebagai alasan yang tidak masuk akal.
"Ini sejarah di negeri ini, ada menteri bilang upah tidak naik. Semua negara kena pandemi, COVID bulan alasan untuk tidak menaikan upah," tegas.
Oleh karenanya, Roy menegaskan, buruh di Jabar menolak UMP 2021 yang diputuskan tidak naik atau sama dengan UMP 2020 karena alasan pandemi COVID-19 dan mendesak Gubernur Jabar, Ridwan Kamil untuk menaikkan UMP Jabar 2021 minimal 8%.
"Hai Pak gubernur, UMP bukan tanggung jawab Presiden, bukan tanggung jawab Menteri. Makanya, kita minta kepada Gubernur Jabar menaikan upah minimum minimal 8 persen seperti tahun lalu," tegas Roy.
tulis komentar anda