Pelajar di Gowa Bunuh Diri Diduga Stres PJJ, Ini Kata Psikolog
Selasa, 20 Oktober 2020 - 07:14 WIB
DEPOK - Seorang pelajar di Dusun Bontotene Desa Bilalang Kecamatan Manuju Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan nekat bunuh diri diduga karena stres akibat pembelajaran jarak jauh (PJJ). (Baca juga: Siang Hujan Ringan-Sore Hujan Sedang Guyur Kota Bandung )
Korban adalah MI (16) siswa kelas XI. Korban nekat bunuh diri dengan cara diduga menenggak racun rumput. Dia ditemukan terbujur kaku dibawah tempat tidurnya pada Sabtu (17/10). Diduga, korban depresi karena tugas daring dari sekolahnya.
Menanggapi hal itu, psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, kondisi perubahan saat ini memang menimbulkan tekanan pada setiap orang. Dan tekanan itu dimaknai berbeda oleh setiap orang. Ada yang memiliki tingkat kerentanan tinggi sehingga mudah sekali terpicu dengan tekanan sehingga menjadi stress dan depresi.
"Hal ini sangat tergantung pada aspek kepribadian seseorang serta besarnya tekanan yang diterimanya. Kondisi tekanan yang berat sangat memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan penyelesaian masalah yang dirasa paling mungkin dilakukan, salah satunya adalah dengan bunuh diri ," katanya, Senin (19/10/2020).
(Baca juga: Mandi di Sungai, Nelayan Labura Ditelan Buaya Ganas )
Tindakan bunuh diri yang dilakukan MI di usia belia itu tentu sangat disayangkan. Shinta mengatakan, usia tidak terlalu relevan dengan dorongan bunuh diri . "Karena biasanya orang yang melakukan bunuh diri sudah memiliki kecenderungan bunuh diri dan beberapa kali upaya bunuh diri," ucapnya.
Tiap individu tentunya memiliki kemampuan berbeda dalam menghadapi masalah. Ada yang dengan cepat bisa mengatasi masalahnya, namun ada pula yang sebaliknya. Dalam situasi sessorang dengan tekanan yang tinggi membuat dia kesulitan menemukan alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan dan akhirnya memilih jalan termudah yaitu bunuh diri .
"Kenapa dirasakan sulit menemukan pemecahan masalah? Biasanya karena faktor pribadi, kurang terbuka, memendam perasan/pikiran sendiri, overthinking, dukungan sosial dari lingkungan terdekat seperti orang tua," ungkapnya.
(Baca juga: Kapolda Jatim Minta Aksi Tolak UU Omnibus Law Tidak Anarki )
Dalam kasus ini, Shinta berpendapat bahwa PJJ sendiri seringkali hanya menjadi 'pemicu' masalah kepribadian atau kesehatan mental seseorang. Sebelumnya, sudah ada permasalahan yang dimiliki anak tersebut.
Korban adalah MI (16) siswa kelas XI. Korban nekat bunuh diri dengan cara diduga menenggak racun rumput. Dia ditemukan terbujur kaku dibawah tempat tidurnya pada Sabtu (17/10). Diduga, korban depresi karena tugas daring dari sekolahnya.
Menanggapi hal itu, psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta menuturkan, kondisi perubahan saat ini memang menimbulkan tekanan pada setiap orang. Dan tekanan itu dimaknai berbeda oleh setiap orang. Ada yang memiliki tingkat kerentanan tinggi sehingga mudah sekali terpicu dengan tekanan sehingga menjadi stress dan depresi.
"Hal ini sangat tergantung pada aspek kepribadian seseorang serta besarnya tekanan yang diterimanya. Kondisi tekanan yang berat sangat memungkinkan seseorang untuk mengambil tindakan penyelesaian masalah yang dirasa paling mungkin dilakukan, salah satunya adalah dengan bunuh diri ," katanya, Senin (19/10/2020).
(Baca juga: Mandi di Sungai, Nelayan Labura Ditelan Buaya Ganas )
Tindakan bunuh diri yang dilakukan MI di usia belia itu tentu sangat disayangkan. Shinta mengatakan, usia tidak terlalu relevan dengan dorongan bunuh diri . "Karena biasanya orang yang melakukan bunuh diri sudah memiliki kecenderungan bunuh diri dan beberapa kali upaya bunuh diri," ucapnya.
Tiap individu tentunya memiliki kemampuan berbeda dalam menghadapi masalah. Ada yang dengan cepat bisa mengatasi masalahnya, namun ada pula yang sebaliknya. Dalam situasi sessorang dengan tekanan yang tinggi membuat dia kesulitan menemukan alternatif pemecahan masalah yang mungkin dilakukan dan akhirnya memilih jalan termudah yaitu bunuh diri .
"Kenapa dirasakan sulit menemukan pemecahan masalah? Biasanya karena faktor pribadi, kurang terbuka, memendam perasan/pikiran sendiri, overthinking, dukungan sosial dari lingkungan terdekat seperti orang tua," ungkapnya.
(Baca juga: Kapolda Jatim Minta Aksi Tolak UU Omnibus Law Tidak Anarki )
Dalam kasus ini, Shinta berpendapat bahwa PJJ sendiri seringkali hanya menjadi 'pemicu' masalah kepribadian atau kesehatan mental seseorang. Sebelumnya, sudah ada permasalahan yang dimiliki anak tersebut.
tulis komentar anda