Gabungan Organisasi Mahasiswa di Parepare Demo Tolak UU Cipta Kerja
Rabu, 07 Oktober 2020 - 15:05 WIB
PAREPARE - Gelombang ujuk rasa terus terjadi, pasca disahkannya Undang-undang Cipta Kerja (Omnibus Law) oleh DPR-RI pada 5 Oktober lalu, termasuk yang dilakukan ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Fraksi Rakyat (Afarat) Kota Parepare, Rabu (07/10/2020).
Aco Budi, salah satu mahasiswa mengatakan Arafat merupakan gabungan mahasiswa yang berasal dari 18 organisasi kemahasiswaan internal-eksternal, OKP, serta pelajar, melakukan aksi dengan membakar ban bekas, di depan Terminal Lumpue Parepare.
Aksi, kata Aco, dilakukan lantaran UU Cipta Kerja dinilai merugikan masyarakat pekerja. UU Cipta Kerja , jelasnya, cenderung hanya menguntungkan para pebisnis dan makin menekan hak-hak buruh.
Salah satu pasal dalam UU tersebut, jelas Aco, yaitu hak upah cuti yang hilang bagi ibu hamil, bahwa ketika mereka mengambil cuti, maka upah mereka tidak dapatkan.
"Dalam UU sebelumnya, pekerja tetap mendapat upah selama mengambil masa cuti," ungkapnya.
Sementara Jendral Lapangan, Achmad Richardy mengatakan, pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR-RI, dinilai hanya mementingkan perusahaan yang berinvestasi di Indonesia, sehingga dianggap merugikan rakyat secara umum dan dapat membatasi ruang kerja bagi pencari kerja.
Dalam pasal yang mengatur terkait ketenaga kerjaan tersebut, ujar Achmad, juga banyak yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, termasuk dihilangkannya pesangon bagi para pekerja.
Hal tersebut, katanya, semestinya tetap diadakan bagi para tenaga kerja karena dianggap bahwa peluang kerja yang terbatas disediakan oleh pemerintah, maka akan mempersulit untuk membutuhkan pekerjaan.
Aco Budi, salah satu mahasiswa mengatakan Arafat merupakan gabungan mahasiswa yang berasal dari 18 organisasi kemahasiswaan internal-eksternal, OKP, serta pelajar, melakukan aksi dengan membakar ban bekas, di depan Terminal Lumpue Parepare.
Aksi, kata Aco, dilakukan lantaran UU Cipta Kerja dinilai merugikan masyarakat pekerja. UU Cipta Kerja , jelasnya, cenderung hanya menguntungkan para pebisnis dan makin menekan hak-hak buruh.
Salah satu pasal dalam UU tersebut, jelas Aco, yaitu hak upah cuti yang hilang bagi ibu hamil, bahwa ketika mereka mengambil cuti, maka upah mereka tidak dapatkan.
"Dalam UU sebelumnya, pekerja tetap mendapat upah selama mengambil masa cuti," ungkapnya.
Sementara Jendral Lapangan, Achmad Richardy mengatakan, pengesahan UU Cipta Kerja oleh DPR-RI, dinilai hanya mementingkan perusahaan yang berinvestasi di Indonesia, sehingga dianggap merugikan rakyat secara umum dan dapat membatasi ruang kerja bagi pencari kerja.
Dalam pasal yang mengatur terkait ketenaga kerjaan tersebut, ujar Achmad, juga banyak yang tidak sesuai dengan kepentingan rakyat, termasuk dihilangkannya pesangon bagi para pekerja.
Hal tersebut, katanya, semestinya tetap diadakan bagi para tenaga kerja karena dianggap bahwa peluang kerja yang terbatas disediakan oleh pemerintah, maka akan mempersulit untuk membutuhkan pekerjaan.
tulis komentar anda