Pekan Depan Buruh di Jabar Ancam Mogok, Ternyata Ini Penyebabnya
Senin, 28 September 2020 - 15:45 WIB
BANDUNG - Sejumlah organisasi buruh di Jawa Barat mengancam bakal melakukan aksi mogok kerja selama tiga hari, 6 sampai 8 Oktober 2020 mendatang terkuat RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Aksi mogok kerja akan dilakukan secara nasional dengan tetap menerapkan protokol kesehatan COVID-19.
Lalu apa yang menyebabkan buruh meradang, hingga ancaman mogok kerja bakal dilakukan secara nasional. Ketua Umum FSP TSK SPSI dan Presidium Aliansi Gekanas Roy Jinto mengatakan, aksi buruh sebagai tindak lanjut dari pembahasaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan 25 hingga 27 September 2020.
"Kami melihat bahwa DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan kejar tayang dan target. Itu dapat dilihat pada hari libur pun tetap dilakukan pembahasan sampai jam 23.00 malam. Pembahasan juga dilakukan di hotel mewah dan berpindah-pindah ini membuat kaum buruh sangat kecewa dan marah," beber Roy, Senin (28/9/2020).
(Baca juga: Pekan Depan, Ribuan Buruh di Jabar Ancam Mogok Kerja, Ada Apa? )
Menurut dia, hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh. Mengorbankan hak-hak buruh dengan disepakatinya penghapusan syarat jenis pekerjaan, batasan waktu PWKT/Kontrak, outsourcing atau alih daya. Hal ini akan mengakibatkan semua jenis pekerjaaan, jabatan tanpa ada batasan waktu.
Serta menggunakan PKWT dan outsourcing, dikuranginya nilai pesangon, dihapuskannya Upah Minimum Sektor, cuti-cuti yang menjadi hak buruh dan dipermudahnya perusahaan melakukan PHK dan lainnya.
(Baca juga: Melawan Saat Ditangkap, Begal Mobil Pengangkut Kedelai Ditembak )
"Ini membuktikan bahwa DPR bukan lagi representasi rakyat. Neraka tidak mendengarkan aspirasi buruh, DPR telah mengkhianati buruh, oleh karena itu berdasarkan hasil rapat Pimpinan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh kami menolak pembahasan RUU itu," imbuh dia.
Kesepakatan aksi masa dan mogok, terdiri dari KSPSI, KSPI, ALIANSI GEKANAS yang didalamnya ada 32 Federasi Serikat Pekerja tingkat Nasional. Pihaknya sepakat tanggal 27 September 2020, menyatakan menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
Lalu apa yang menyebabkan buruh meradang, hingga ancaman mogok kerja bakal dilakukan secara nasional. Ketua Umum FSP TSK SPSI dan Presidium Aliansi Gekanas Roy Jinto mengatakan, aksi buruh sebagai tindak lanjut dari pembahasaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja klaster ketenagakerjaan 25 hingga 27 September 2020.
"Kami melihat bahwa DPR dan Pemerintah melakukan pembahasan kejar tayang dan target. Itu dapat dilihat pada hari libur pun tetap dilakukan pembahasan sampai jam 23.00 malam. Pembahasan juga dilakukan di hotel mewah dan berpindah-pindah ini membuat kaum buruh sangat kecewa dan marah," beber Roy, Senin (28/9/2020).
(Baca juga: Pekan Depan, Ribuan Buruh di Jabar Ancam Mogok Kerja, Ada Apa? )
Menurut dia, hasil kesepakatan panja dan pemerintah Klaster Ketenagakerjaan sangat merugikan buruh. Mengorbankan hak-hak buruh dengan disepakatinya penghapusan syarat jenis pekerjaan, batasan waktu PWKT/Kontrak, outsourcing atau alih daya. Hal ini akan mengakibatkan semua jenis pekerjaaan, jabatan tanpa ada batasan waktu.
Serta menggunakan PKWT dan outsourcing, dikuranginya nilai pesangon, dihapuskannya Upah Minimum Sektor, cuti-cuti yang menjadi hak buruh dan dipermudahnya perusahaan melakukan PHK dan lainnya.
(Baca juga: Melawan Saat Ditangkap, Begal Mobil Pengangkut Kedelai Ditembak )
"Ini membuktikan bahwa DPR bukan lagi representasi rakyat. Neraka tidak mendengarkan aspirasi buruh, DPR telah mengkhianati buruh, oleh karena itu berdasarkan hasil rapat Pimpinan Serikat Pekerja dan Serikat Buruh kami menolak pembahasan RUU itu," imbuh dia.
Kesepakatan aksi masa dan mogok, terdiri dari KSPSI, KSPI, ALIANSI GEKANAS yang didalamnya ada 32 Federasi Serikat Pekerja tingkat Nasional. Pihaknya sepakat tanggal 27 September 2020, menyatakan menolak seluruh hasil pembahasan RUU Cipta Kerja.
(msd)
tulis komentar anda