Kisah Heroik Pejuang Melawan Belanda dari Markas Rumah Limasan Jaya Wirya

Jum'at, 11 September 2020 - 04:56 WIB
Rumah limasan Jaya Wirya di Dusun Tegalrejo, Tamanmartani, Kalasan, Sleman, DIY, Rabu (9/9/2020). Foto/SINDOnews/Priyo Setyawan
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945, penjajah Belanda kembali berupa menguasai kembali Indonesia dengan berbagai cara. Hal ini menyebabkan para pejuang di berbagai daerah melakukan perlawanan sengit sehingga terjadi pertempuran untuk mempertahankan Kemerdekaan tersebut, terutama pada periode 1945-1949.

Lantaran situasi dianggap genting, Pemerintah Indonesia pun memutuskan untuk memindahkan ibukota negara dari Jakarta ke Yogyakarta pada 4 Januri 1946. Selanjutnya pada rentang 1948-1949 terjadi Agresi Militer II di Yogyakarta. Sehingga tentara, polisi bersama rakyat bersatu padu berjuang melawan tentara Belanda. Perjuangan di antaranya dilakukan di Tegalrejo, Tamanmartani, Kalasan, Sleman , DIY. (Baca juga: Bentrokan Pecah di Sorong Papua, Warga Saling Serang dengan Senjata Tajam)



Perjuangan mempertahanan kemerdekaan di Tegalrejo, Tamanmartani, Kalasan tidak bisa dilepaskan dari keberadaan rumah limasan keluarga Jaya Wirya. Sebab para pejuang, tentara dan taruna Militer Akademi (MA) menjadikan rumah tersebut sebagai markas untuk persinggahan dan menyusun strategi perang gerilya melawan Belanda.

Rumah tersebut dijadikan karena letaknya yang strategis untuk mengawasi pergerakan Belanda yang mendirikan markas di kawasan Bogem, Tirtomartani, Kalasan, Sleman. (Baca juga: Tukang Jahit dan Ketua RW yang Berani Nantang Gibran di Pilkada Solo)



"Para pejuang, tentara dan Taruna MA melakukan penyerangan terhadap markas Belanda pada malam hari. Sebelum melakukan penyerangan, mereka berkumpul di rumah tersebut untuk menyusun strategi. Termasuk digunakan untuk menginterogasi mata-mata Belanda yang tertangkap," kata cucu Jaya Wirya, Soerdarjo (88).



Rumah tersebut juga digunakan singgah oleh Herman Johanes (Rektor UGM periode 1961-1966) yang waktu itu mendapat tugas dari Letkol Suharto untuk meledakkan jembatan di sekitar Kalasan guna menghambat pergerakan Belanda yang akan masuk ke Yogyakarta. Herman Johanes mendapat tugas itu, karena merupakan salah satu ahli ledak pejuang.

Herman Johanes pun dapat melaksanakan misinya dengan meledakan dua jembatan, yakni Tulung dan Bogem pada 15 Januari 1949. Akibatnya konvoi tentara Belanda yang datang dari arah Timur harus berputar arah lewat barat untuk masuk Yogyakarta. Atas jasa-jasanya, Herman Johannes dianugerahi pahlawan nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2009.
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More