Cerita Masjid Bungkuk Malang Tempat Penggemblengan Pejuang 10 November hingga Kebal Senjata
Sabtu, 09 November 2024 - 10:00 WIB
MALANG - Arek-arek Jawa Timur melawan tentara Belanda dan sekutunya pada November 1945. Saat itu, Belanda dan sekutunya berusaha kembali merebut Indonesia dari kemerdekaan , termasuk di Surabaya.
Di Surabaya itu pula dijadikan akses masuk menuju wilayah-wilayah lain di Jawa Timur. Menariknya saat perjuangan melawan Belanda dan sekutunya, tentara santri dan tokoh agama se-Malang raya juga ikut andil.
Di Malang, Masjid Bungkuk Malang jadi salah satu markas pejuang Islam dari berbagai wilayah di Malang Raya. Masjid dan pondok pesantren yang ada di Bungkuk itu juga mengirimkan beberapa kader pilihannya untuk berjihad bergerilya melawan penjajah Belanda dan sekutu saat agresi militer Belanda.
Generasi keempat pendiri Masjid Bungkuk KH Moensif Nachrawi menuturkan, meski tidak secara resmi digunakan markas gerilyawan, tetapi masjid dan pondok pesantren Bungkuk jadi tertua se-Malang Raya ini menjadi area penggemblengan para pejuang.
Di sini para pejuang digembleng baik fisik maupun spiritual untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Tidak secara resmi markas begitu, tapi seperti anda tahu gerilya itu setelah (tahun) 45 merdeka, 45 Agustus merdeka, November 45 Belanda datang lagi bersama sekutu-sekutu waktu itu Inggris, sebetulnya itu urusannya sekutu. Tapi, Belanda ndompleng (ikutan) kepingin masuk lagi ke Indonesia," ujar Moensif ditemui di rumahnya Jalan Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, beberapa waktu lalu.
Belanda dan sekutunya memasuki Indonesia mulai dari kawasan Surabaya. Belanda dan sekutu terus bergerak ke selatan mencoba menguasai kembali beberapa daerah ke selatan Surabaya yang sempat dikuasai sebelum kedatangan Jepang.
"Waktu itu mulai masuk dari Surabaya yang diincar mulai terjadi rundingan gagal, rundingan gagal, perang lagi, hingga ada perang enam hari matinya Jenderal Mallaby. Belanda bertahan tahun 45, akhir 46, (tahun) 47 di Surabaya, 47 mulai merangsek ke selatan," ungkapnya.
Di Surabaya itu pula dijadikan akses masuk menuju wilayah-wilayah lain di Jawa Timur. Menariknya saat perjuangan melawan Belanda dan sekutunya, tentara santri dan tokoh agama se-Malang raya juga ikut andil.
Di Malang, Masjid Bungkuk Malang jadi salah satu markas pejuang Islam dari berbagai wilayah di Malang Raya. Masjid dan pondok pesantren yang ada di Bungkuk itu juga mengirimkan beberapa kader pilihannya untuk berjihad bergerilya melawan penjajah Belanda dan sekutu saat agresi militer Belanda.
Generasi keempat pendiri Masjid Bungkuk KH Moensif Nachrawi menuturkan, meski tidak secara resmi digunakan markas gerilyawan, tetapi masjid dan pondok pesantren Bungkuk jadi tertua se-Malang Raya ini menjadi area penggemblengan para pejuang.
Di sini para pejuang digembleng baik fisik maupun spiritual untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Tidak secara resmi markas begitu, tapi seperti anda tahu gerilya itu setelah (tahun) 45 merdeka, 45 Agustus merdeka, November 45 Belanda datang lagi bersama sekutu-sekutu waktu itu Inggris, sebetulnya itu urusannya sekutu. Tapi, Belanda ndompleng (ikutan) kepingin masuk lagi ke Indonesia," ujar Moensif ditemui di rumahnya Jalan Bungkuk, Kelurahan Pagentan, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, beberapa waktu lalu.
Belanda dan sekutunya memasuki Indonesia mulai dari kawasan Surabaya. Belanda dan sekutu terus bergerak ke selatan mencoba menguasai kembali beberapa daerah ke selatan Surabaya yang sempat dikuasai sebelum kedatangan Jepang.
"Waktu itu mulai masuk dari Surabaya yang diincar mulai terjadi rundingan gagal, rundingan gagal, perang lagi, hingga ada perang enam hari matinya Jenderal Mallaby. Belanda bertahan tahun 45, akhir 46, (tahun) 47 di Surabaya, 47 mulai merangsek ke selatan," ungkapnya.
tulis komentar anda