Kisah Pertarungan Epik Putri Penguasa Madiun dengan Senopati yang Berakhir di Pelaminan
Sabtu, 28 September 2024 - 07:28 WIB
Penguasa Mataram Panembahan Senopati konon pernah bertempur dengan Panembahan Madiun. Menariknya musuh yang dihadapi Senopati yakni seorang perempuan bernama Retno Dumilah, yang akhirnya berhasil ditaklukkannya dan dijadikan istrinya.
Retna Dumilah pada Serat Kandha dikisahkan denabn berani melawan Senopati dan pasukannya. Kala itu Serat Kandha mengisahkan peperangan berlangsung 24 jam pasukan Senopati dengan Madiun tersebut. Panembahan Madiun itu keluar dari wirasaba meninggalkan putrinya Retna Dumilah dengan bersenjatakan keris Gumarang.
Sang putri juga turut serta berperang melawan Senopati sebagaimana dikisahkan pada "Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung", dari H.J. De Graaf dikutip, Sabtu (28/9/2024). Konon sang putri Panembahan Madiun itu sempat pingsan hingga akhirnya kembali siuman atau tersadar.
Putri itu kembali berdandan seperti satria, bersenjatakan keris, pistol, dan tombak. Dengan senjata itulah ia menunggu kedatangan Senopati di dalam keraton.
Bermaksud menghabisi nyawa Senopati di istana, ternyata kesaktian Senopati terbukti kembali. Senjata-senjata yang dibawa olehnya tak mempan menembus badannya. Bahkan konon Senopati juga kenal terhadap pisau cukur. Akhirnya, putri Madiun itu dapat dirangkul Senopati dan dijadikan istrinya.
Serat Kandha masih menambahkan keterangan, perang antara sang perawan dan Senapati itu berlangsung 24 jam. Kisah penuh romantika ini mempunyai arti yang besar bagi orang Jawa. Dengan perkawinan ini, tokoh baru Senopati terangkat ke kalangan bangsawan tingkat teratas.
Putri yang direbutnya itu ialah cucu Trenggana, raja terakhir Demak yang merdeka. Dewasa ini di Surakarta dan Yogyakarta masih terdapat tarian yang melambangkan perang antara Senapati dan Retno Dumilah, yang mungkin memberi ilham pula kepada para penulis Babad Tanah Djawi.
Pistol yang di tangan perawan cantik itu suatu jenis senjata asing-menimbulkan dugaan bahwa pasti sudah ada pengenalan terhadap alam Eropa. Sementara pandangan Panembahan Madiun tentang musuhnya bernama Senopati, rupanya tidak terlampau meleset.
Perkawinan Senopati dengan putri Madiun itu juga menimbulkan akibat buruk dalam hubungan Mataram dengan sekutunya di utara. Bahkan Adipati Pati dibuat sangat geram mendengar pernikahan pasca kekalahan pasukan Madiun dari Mataram.
Sang Adipati Pati sempat meminta izin pulang dengan alasan daerahnya dalam bahaya. Senopati berniat menahannya, tetapi hal itu sia-sia. Tetapi dalam hatinya Senopati khawatir Adipati Pati akan membelot darinya. Ia pun menyampaikan keluh kesahnya kepada pamannya Adipati Mandaraka.
Retna Dumilah pada Serat Kandha dikisahkan denabn berani melawan Senopati dan pasukannya. Kala itu Serat Kandha mengisahkan peperangan berlangsung 24 jam pasukan Senopati dengan Madiun tersebut. Panembahan Madiun itu keluar dari wirasaba meninggalkan putrinya Retna Dumilah dengan bersenjatakan keris Gumarang.
Sang putri juga turut serta berperang melawan Senopati sebagaimana dikisahkan pada "Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung", dari H.J. De Graaf dikutip, Sabtu (28/9/2024). Konon sang putri Panembahan Madiun itu sempat pingsan hingga akhirnya kembali siuman atau tersadar.
Putri itu kembali berdandan seperti satria, bersenjatakan keris, pistol, dan tombak. Dengan senjata itulah ia menunggu kedatangan Senopati di dalam keraton.
Bermaksud menghabisi nyawa Senopati di istana, ternyata kesaktian Senopati terbukti kembali. Senjata-senjata yang dibawa olehnya tak mempan menembus badannya. Bahkan konon Senopati juga kenal terhadap pisau cukur. Akhirnya, putri Madiun itu dapat dirangkul Senopati dan dijadikan istrinya.
Serat Kandha masih menambahkan keterangan, perang antara sang perawan dan Senapati itu berlangsung 24 jam. Kisah penuh romantika ini mempunyai arti yang besar bagi orang Jawa. Dengan perkawinan ini, tokoh baru Senopati terangkat ke kalangan bangsawan tingkat teratas.
Putri yang direbutnya itu ialah cucu Trenggana, raja terakhir Demak yang merdeka. Dewasa ini di Surakarta dan Yogyakarta masih terdapat tarian yang melambangkan perang antara Senapati dan Retno Dumilah, yang mungkin memberi ilham pula kepada para penulis Babad Tanah Djawi.
Pistol yang di tangan perawan cantik itu suatu jenis senjata asing-menimbulkan dugaan bahwa pasti sudah ada pengenalan terhadap alam Eropa. Sementara pandangan Panembahan Madiun tentang musuhnya bernama Senopati, rupanya tidak terlampau meleset.
Perkawinan Senopati dengan putri Madiun itu juga menimbulkan akibat buruk dalam hubungan Mataram dengan sekutunya di utara. Bahkan Adipati Pati dibuat sangat geram mendengar pernikahan pasca kekalahan pasukan Madiun dari Mataram.
Sang Adipati Pati sempat meminta izin pulang dengan alasan daerahnya dalam bahaya. Senopati berniat menahannya, tetapi hal itu sia-sia. Tetapi dalam hatinya Senopati khawatir Adipati Pati akan membelot darinya. Ia pun menyampaikan keluh kesahnya kepada pamannya Adipati Mandaraka.
(kri)
tulis komentar anda