UGM Bikin Pesawat Drone dengan Kemampuan Militer, Ini Penampakannya
Selasa, 03 September 2024 - 18:23 WIB
"Namun pesawat yang kedua ini, belum selesai dikembangkan. nantinya akan dilengkapi sistem autopilot dan sistem komunikasinya menggunakan telemetri satelit sehingga tak terbatas jangkauannya. Saat ini baru tahap fase membuat bodinya,” jelasnya.
Meski masih menggunakan tingkat komponen dalam negeri besar 25-30 persen namun Gesang optimistis pengembangan pesawat tanpa awak di tanah air nantiya akan terus berkembang karena sangat diperlukan.
Selain untuk kepentingan militer, juga bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, surveilans, dan pemantauan bencana bahkan untuk kepentingan pemeliharaan tanaman pertanian dan perkebunan.
Pihaknya mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit.
Alasannya pesawat tanpa awak yang dikembangkannya harganya jauh lebih murah dibanding dengan pesawat UAV dari luas. Selain lebih murah, pemeliharaan dan perawatan pesawat nirawak ini pun bisa dilakukan di dalam negeri.
“Harganya jauh lebih ekonomis, pesawat sekelas ini dijual di Indonesia bisa sampai Rp3 miliar. Untuk pesawat kita harganya bisa di bawah Rp1 miliar,” ungkapnya
Pada pidato pengukuhan yang berjudul Membangun Industri Pesawat Tanpa Awak Indonesia, Prof Gesang menyampaikan bahwa teknologi Pesawat Tanpa Awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) saat ini semakin maju dan berkembang.
Saat ini, UAV tidak hanya merupakan perangkat teknologi canggih semata, tetapi juga merupakan sebuah gebrakan revolusioner yang mengubah perspektif kita terhadap dunia.
Mulai dari kegunaan di sektor militer hingga penerapannya dalam berbagai bidang sipil, UAV telah melangkah masuk ke setiap aspek kehidupan masyarakat dengan kecepatan yang menakjubkan. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah mau menggunakan produk produk hasil riset bangsa sendiri.
"Apabila kerja sama saling mendukung sudah berjalan dengan baik, maka konsep Invention, Application and Utilization (IAU) akan berjalan berkesinambungan sehingga industri manufaktur akan tumbuh dan berkembang di tanah air," ujarnya.
Meski masih menggunakan tingkat komponen dalam negeri besar 25-30 persen namun Gesang optimistis pengembangan pesawat tanpa awak di tanah air nantiya akan terus berkembang karena sangat diperlukan.
Selain untuk kepentingan militer, juga bisa digunakan untuk kepentingan pemetaan, surveilans, dan pemantauan bencana bahkan untuk kepentingan pemeliharaan tanaman pertanian dan perkebunan.
Pihaknya mendorong perkembangan industri komponen pesawat dan industri pembuatan bodi pesawat dari komposit.
Alasannya pesawat tanpa awak yang dikembangkannya harganya jauh lebih murah dibanding dengan pesawat UAV dari luas. Selain lebih murah, pemeliharaan dan perawatan pesawat nirawak ini pun bisa dilakukan di dalam negeri.
“Harganya jauh lebih ekonomis, pesawat sekelas ini dijual di Indonesia bisa sampai Rp3 miliar. Untuk pesawat kita harganya bisa di bawah Rp1 miliar,” ungkapnya
Pada pidato pengukuhan yang berjudul Membangun Industri Pesawat Tanpa Awak Indonesia, Prof Gesang menyampaikan bahwa teknologi Pesawat Tanpa Awak atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV) saat ini semakin maju dan berkembang.
Saat ini, UAV tidak hanya merupakan perangkat teknologi canggih semata, tetapi juga merupakan sebuah gebrakan revolusioner yang mengubah perspektif kita terhadap dunia.
Mulai dari kegunaan di sektor militer hingga penerapannya dalam berbagai bidang sipil, UAV telah melangkah masuk ke setiap aspek kehidupan masyarakat dengan kecepatan yang menakjubkan. Oleh karena itu, masyarakat dan pemerintah mau menggunakan produk produk hasil riset bangsa sendiri.
"Apabila kerja sama saling mendukung sudah berjalan dengan baik, maka konsep Invention, Application and Utilization (IAU) akan berjalan berkesinambungan sehingga industri manufaktur akan tumbuh dan berkembang di tanah air," ujarnya.
tulis komentar anda