Masjid Pertama di Pedalaman Watusongu Berdesain Unik Berdinding Batu Sungai
Jum'at, 01 Mei 2020 - 21:26 WIB
BANDUNG - Momentum Ramadhan selalu menghadirkan 'keajaiban' bagi siapa saja. Sesuatu yang tidak mungkin, dengan izin dan kuasa NYA, pasti akan bisa terwujud.
Berkah di bulan suci ini memang selalu memberikan kesan yang mendalam bagi mereka yang selalu sabar dan bertawakal. Seperti dirasakan oleh warga muslim di Desa Watusongu, Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah.
Di Ramadhan 1441 H mereka memiliki bangunan masjid yang layak dan unik karena berdindingkan batu sungai. Masjid pertama di pedalaman ini terbangun dari penggalangan dana para donatur yang dihimpun oleh Yayasan Masjid Nusantara Kota Bandung.
"Butuh 1,5 bulan agar masjid di bantaran Sungai Bongka tersebut rampung dibangun," kata Direktur Masjid Nusantara Pras Purworo dalam rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (1/5/2020).
Pras menyebutkan, di Desa Watusungo terdapat 100 orang muslim dari total 1.000 jumlah penduduk desa. Sebelum masjid ini terbangun, mereka harus berjalan kaki 4 kilometer melintasi sungai dan hutan untuk sampai ke masjid terdekat. Atau kalaupun tidak mau pergi jauh, mereka beribadah di salah satu rumah warga meskipun dengan kondisi kurang nyaman karena sempit.
“Bangga dan bahagia sekali bisa menghadirkan masjid pertama bagi warga muslim di sana (Watusongu). Watusongu artinya ‘batu satu’, maka masjid batu ini semakin mempertegas identitas Watusongu," sambungnya.
Dia menerangkan, pembangunan masjid dilakukan secara gotong royong melibatkan minoritas muslim di sana. Untuk bahan baku sebagian memanfaatkan batu sungai sehingga desain bangunan menjadi terlihat unik. Masjid Batu Wotusongu merupakan 1 dari 100 lebih masjid yang sudah dibangun oleh Masjid Nusantara di sejumlah pelosok di Indonesia.
Hal tersebut merupakan wujud konsistensi Yayasan Masjid Nusantara dalam membangun peradaban Islam melalui rumah ibadah. Arsitek pembangunan masjid, Lutfi Maknun Maulana menambahkan, dinding masjid terbuat dari batu keranjang atau gabion yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki nilai artistik tinggi.
“Gabion (batu keranjang) memang bukan hal baru di dunia arsitektur. Tapi di pedalaman Tojo Una Una belum ada bangunan seperti ini, sehingga banyak masyarakat mengunjungi masjid ini karena tertarik arsitekturnya.
Apalagi lokasi masjidnya yang berada di pinggir jalan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi warga setempat," tuturnya.
Lihat Juga: Cerita Masjid Bungkuk Malang Tempat Penggemblengan Pejuang 10 November hingga Kebal Senjata
Berkah di bulan suci ini memang selalu memberikan kesan yang mendalam bagi mereka yang selalu sabar dan bertawakal. Seperti dirasakan oleh warga muslim di Desa Watusongu, Kecamatan Ulubongka, Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah.
Di Ramadhan 1441 H mereka memiliki bangunan masjid yang layak dan unik karena berdindingkan batu sungai. Masjid pertama di pedalaman ini terbangun dari penggalangan dana para donatur yang dihimpun oleh Yayasan Masjid Nusantara Kota Bandung.
"Butuh 1,5 bulan agar masjid di bantaran Sungai Bongka tersebut rampung dibangun," kata Direktur Masjid Nusantara Pras Purworo dalam rilis yang diterima SINDOnews, Jumat (1/5/2020).
Pras menyebutkan, di Desa Watusungo terdapat 100 orang muslim dari total 1.000 jumlah penduduk desa. Sebelum masjid ini terbangun, mereka harus berjalan kaki 4 kilometer melintasi sungai dan hutan untuk sampai ke masjid terdekat. Atau kalaupun tidak mau pergi jauh, mereka beribadah di salah satu rumah warga meskipun dengan kondisi kurang nyaman karena sempit.
“Bangga dan bahagia sekali bisa menghadirkan masjid pertama bagi warga muslim di sana (Watusongu). Watusongu artinya ‘batu satu’, maka masjid batu ini semakin mempertegas identitas Watusongu," sambungnya.
Dia menerangkan, pembangunan masjid dilakukan secara gotong royong melibatkan minoritas muslim di sana. Untuk bahan baku sebagian memanfaatkan batu sungai sehingga desain bangunan menjadi terlihat unik. Masjid Batu Wotusongu merupakan 1 dari 100 lebih masjid yang sudah dibangun oleh Masjid Nusantara di sejumlah pelosok di Indonesia.
Hal tersebut merupakan wujud konsistensi Yayasan Masjid Nusantara dalam membangun peradaban Islam melalui rumah ibadah. Arsitek pembangunan masjid, Lutfi Maknun Maulana menambahkan, dinding masjid terbuat dari batu keranjang atau gabion yang disusun sedemikian rupa sehingga memiliki nilai artistik tinggi.
“Gabion (batu keranjang) memang bukan hal baru di dunia arsitektur. Tapi di pedalaman Tojo Una Una belum ada bangunan seperti ini, sehingga banyak masyarakat mengunjungi masjid ini karena tertarik arsitekturnya.
Apalagi lokasi masjidnya yang berada di pinggir jalan, sehingga menjadi daya tarik tersendiri bagi warga setempat," tuturnya.
Lihat Juga: Cerita Masjid Bungkuk Malang Tempat Penggemblengan Pejuang 10 November hingga Kebal Senjata
(awd)
tulis komentar anda