Kisah Raja Majapahit Disambut Musik Gamelan saat Blusukan ke Desa-desa Temui Rakyatnya
Rabu, 13 Maret 2024 - 07:28 WIB
Raden Wijaya memilih kian mendekatkan dirinya dengan rakyat. Gaya itu konon belum pernah ada pada raja-raja di kala itu. Foto/Ilustrasi/Ist
Raden Wijaya Raja Majapahit mengusung perubahan pasca peristiwa Bubat. Bubat memang membuat hubungan antara Raden Wijaya dan Gajah Mada selaku orang nomor dua di Kerajaan Majapahit merenggang. Alhasil, ketergantungan Raden Wijaya ke Gajah Mada mulai perlahan-lahan dihilangkan.
Kebijakan demi kebjakan sudah mulai diputuskan oleh Raden Wijaya sendiri. Kemudian membuat lebih banyak lagi perubahan, salah satunya dengan mengundang setiap bangsawan dan pimpinan kabupaten ke ibu kota dalam sebuah pertemuan nasional yang diadakan setiap bulan Maret. Dalam pertemuan itu, raja menekankan pentingnya memperhatikan wilayah pedesaan.
"Kalian harus teguh mengemban tugas sebagai kelas Wseya-nya petani, teguh pada apa pun yang akan menghasilkan kemakmuran desa-desa di kabupaten; tetaplah berpegang pada prinsip itu! Jembatan, bendungan, jalan-jalan utama, rumah dan seterusnya, segala macam fasilitas umum yang berguna harus ditata," demikian syair yang berkembang dikisahkan pada Nagarakretagama.
Raden Wijaya memilih kian mendekatkan dirinya dengan rakyat. Gaya itu konon belum pernah ada pada raja-raja di kala itu. Bahkan di Jawa Timur mungkin hanya Hayam Wuruklah yang mengubah pakem interaksi antara raja dan rakyatnya. Tapi sekali lagi pilihan itu memang sengaja diambil Hayam Wuruk agar ia terlihat berbeda dengan gaya Gajah Mada.
Kunjungan Hayam Wuruk ke desa-desa berkeliling digambarkan dalam Kitab Negarakretagama. Dalam buku "Gayatri Rajapatni : Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" diinformasikan bagaimana momen kunjungan Raja Majapahit itu ke desa-desa.
Para penduduk berbaris di tepi jalan, menanti kemunculan raja. Laksana umbul- umbul, gapura-gapura diberi hiasan pada kedua sisinya, semua kereta dikumpulkan di sisi-sisi jalan agar orang bisa berdiri di atasnya untuk menonton iring-iringan kerajaan dari kejauhan.
Sambutan begitu meriah mengiringi kedatangan Raja Hayam Wuruk. Ketika sang raja tiba, rakyat menunduk hormat, sementara musik gamelan dan terompet dari keong riuh menyambut. Bab-bab itu menyimpang dari pakem lawas yang menentukan apa yang diperbolehkan dan yang tidak dalam kesusastraan istana.
Larik-lariknya jauh lebih santai dan riang dan realis, jika dibandingkan dengan tuturan tradisional tentang aktivitas keluarga kerajaan. Prapanca memaparkan sebentuk baru kekuasaan raja, yang sebelumnya tak pernah dikenal di Jawa.
Kebijakan demi kebjakan sudah mulai diputuskan oleh Raden Wijaya sendiri. Kemudian membuat lebih banyak lagi perubahan, salah satunya dengan mengundang setiap bangsawan dan pimpinan kabupaten ke ibu kota dalam sebuah pertemuan nasional yang diadakan setiap bulan Maret. Dalam pertemuan itu, raja menekankan pentingnya memperhatikan wilayah pedesaan.
"Kalian harus teguh mengemban tugas sebagai kelas Wseya-nya petani, teguh pada apa pun yang akan menghasilkan kemakmuran desa-desa di kabupaten; tetaplah berpegang pada prinsip itu! Jembatan, bendungan, jalan-jalan utama, rumah dan seterusnya, segala macam fasilitas umum yang berguna harus ditata," demikian syair yang berkembang dikisahkan pada Nagarakretagama.
Raden Wijaya memilih kian mendekatkan dirinya dengan rakyat. Gaya itu konon belum pernah ada pada raja-raja di kala itu. Bahkan di Jawa Timur mungkin hanya Hayam Wuruklah yang mengubah pakem interaksi antara raja dan rakyatnya. Tapi sekali lagi pilihan itu memang sengaja diambil Hayam Wuruk agar ia terlihat berbeda dengan gaya Gajah Mada.
Kunjungan Hayam Wuruk ke desa-desa berkeliling digambarkan dalam Kitab Negarakretagama. Dalam buku "Gayatri Rajapatni : Perempuan di Balik Kejayaan Majapahit" diinformasikan bagaimana momen kunjungan Raja Majapahit itu ke desa-desa.
Para penduduk berbaris di tepi jalan, menanti kemunculan raja. Laksana umbul- umbul, gapura-gapura diberi hiasan pada kedua sisinya, semua kereta dikumpulkan di sisi-sisi jalan agar orang bisa berdiri di atasnya untuk menonton iring-iringan kerajaan dari kejauhan.
Sambutan begitu meriah mengiringi kedatangan Raja Hayam Wuruk. Ketika sang raja tiba, rakyat menunduk hormat, sementara musik gamelan dan terompet dari keong riuh menyambut. Bab-bab itu menyimpang dari pakem lawas yang menentukan apa yang diperbolehkan dan yang tidak dalam kesusastraan istana.
Larik-lariknya jauh lebih santai dan riang dan realis, jika dibandingkan dengan tuturan tradisional tentang aktivitas keluarga kerajaan. Prapanca memaparkan sebentuk baru kekuasaan raja, yang sebelumnya tak pernah dikenal di Jawa.
Lihat Juga :
tulis komentar anda