Hukum Pidana di Masa Raja Airlangga, Ada Ingkar Janji hingga Meludahi Orang
Rabu, 11 Oktober 2023 - 07:18 WIB
Airlangga menjadi salah satu raja termasyur di zamannya. Ia berhasil membuat kerajaan besar bernama Kahuripan dan menjadi disegani saat itu. Sosoknya disebut berwibawa dan memerintah dengan kebijaksanaan.
Sejumlah aturan ditetapkan guna mengatur kehidupan sosial bermasyarakat warganya. Airlangga yang masih merupakan trah Mataram kuno ini mengatur hukum, termasuk tindak pidana yang dijatuhi hukuman.
Prasasti Kakurugan yang berangka tahun 945 Saka memuat daftar tindak pidana terbanyak yang diatur Raja Airlangga. Selain Prasasti Kakurugan, ternyata ada beberapa prasasti lain yang ditemukan pengaturan hukum ala Raja Airlangga.
Beberapa prasasti seperti Prasasti Baru disebut pada "Airlangga : Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI" dari tulisan Ninie Susanti sebanyak 17 buah tindak pidana diatur. Kemudian Prasasti Cane sebanyak 15 buah, Prasasti Turunhyang A sebanyak 12 buah, Prasasti Patakan sebanyak 11 buah, sayang dua prasasti ini tidak lengkap dan tidak utuh lagi. Prasasti terakhir adalah Gandhakuti sebanyak sembilan buah.
Namun dari sumber lain dan beberapa referensi sejarawan menyatakan, ada 18 tindak pidana yang dikenakan hukuman di masa Raja Airlangga bertahta. Tindak pidana yang dikenakan hukuman pertama yakni mayan tan pawwah (bunga kelapa yang tidak sampai menjadi buah) artinya kira-kira ingkar janji.
Kemudian kedua, walu rumambat in natar (labu yang menjalar di halaman) artinya kira-kira perselisihan batas-batas tanah milik. Ketiga, wipati wankay kabunan atau kejatuhan mayat berembun, keempat rah kasawur in natar, yang berarti darah yang tercecer di jalanan.
Selanjutnya, hidu kasirat berarti meludahi orang lain. Keenam duhilatěn tuduhan yang tidak benar, atau dapat dikatakan fitnah. Berikutnya ketujuh yakni sahasaḥ, yang berarti salah satu tindak pidana kekerasan. Di susul hastacapala, atau memukul dengan tangan.
Kemudian kesembilan, wakcapala yang berarti memukul dengan kata-kata, atau semacam menggunjing atau nyaris sama dengan fitnah yang belum berarti kebenarannya. Disusul, mamijilakěn wuri nin kikir, atau mengancam dengan senjata tajam.
Di tindak pidana ke-11 yang diatur Airlangga adalah mamuk atau mengamuk, mamumpaŋ artinya pelecehan terhadap wanita yang sudah bersuami atau yang telah bertunangan. Ludan atau mengejar musuh yang telah lari dan membunuhnya, menjadi tindak pidana ke-13 yang diatur Airlangga.
Airlangga juga hukuman tindak pidana saling membunuh atau tutan ansapratyansa. Kemudian tindak pidana dandakudanda atau pukul-memukul, mandihaladi yang berarti istilah untuk semua perbuatan jahat. Disusul ke-17 yakni paliḥ kuwu atau mengambil bagian kuwu atau penguasa, bisa berarti tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak yang seharusnya dibayar, dan terakhir ke-18 kadal mati rin hawan, yang berarti kadal mati di jalan.
Sejumlah aturan ditetapkan guna mengatur kehidupan sosial bermasyarakat warganya. Airlangga yang masih merupakan trah Mataram kuno ini mengatur hukum, termasuk tindak pidana yang dijatuhi hukuman.
Prasasti Kakurugan yang berangka tahun 945 Saka memuat daftar tindak pidana terbanyak yang diatur Raja Airlangga. Selain Prasasti Kakurugan, ternyata ada beberapa prasasti lain yang ditemukan pengaturan hukum ala Raja Airlangga.
Beberapa prasasti seperti Prasasti Baru disebut pada "Airlangga : Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI" dari tulisan Ninie Susanti sebanyak 17 buah tindak pidana diatur. Kemudian Prasasti Cane sebanyak 15 buah, Prasasti Turunhyang A sebanyak 12 buah, Prasasti Patakan sebanyak 11 buah, sayang dua prasasti ini tidak lengkap dan tidak utuh lagi. Prasasti terakhir adalah Gandhakuti sebanyak sembilan buah.
Namun dari sumber lain dan beberapa referensi sejarawan menyatakan, ada 18 tindak pidana yang dikenakan hukuman di masa Raja Airlangga bertahta. Tindak pidana yang dikenakan hukuman pertama yakni mayan tan pawwah (bunga kelapa yang tidak sampai menjadi buah) artinya kira-kira ingkar janji.
Kemudian kedua, walu rumambat in natar (labu yang menjalar di halaman) artinya kira-kira perselisihan batas-batas tanah milik. Ketiga, wipati wankay kabunan atau kejatuhan mayat berembun, keempat rah kasawur in natar, yang berarti darah yang tercecer di jalanan.
Selanjutnya, hidu kasirat berarti meludahi orang lain. Keenam duhilatěn tuduhan yang tidak benar, atau dapat dikatakan fitnah. Berikutnya ketujuh yakni sahasaḥ, yang berarti salah satu tindak pidana kekerasan. Di susul hastacapala, atau memukul dengan tangan.
Kemudian kesembilan, wakcapala yang berarti memukul dengan kata-kata, atau semacam menggunjing atau nyaris sama dengan fitnah yang belum berarti kebenarannya. Disusul, mamijilakěn wuri nin kikir, atau mengancam dengan senjata tajam.
Di tindak pidana ke-11 yang diatur Airlangga adalah mamuk atau mengamuk, mamumpaŋ artinya pelecehan terhadap wanita yang sudah bersuami atau yang telah bertunangan. Ludan atau mengejar musuh yang telah lari dan membunuhnya, menjadi tindak pidana ke-13 yang diatur Airlangga.
Airlangga juga hukuman tindak pidana saling membunuh atau tutan ansapratyansa. Kemudian tindak pidana dandakudanda atau pukul-memukul, mandihaladi yang berarti istilah untuk semua perbuatan jahat. Disusul ke-17 yakni paliḥ kuwu atau mengambil bagian kuwu atau penguasa, bisa berarti tidak membayar pajak atau memanipulasi jumlah pajak yang seharusnya dibayar, dan terakhir ke-18 kadal mati rin hawan, yang berarti kadal mati di jalan.
(hri)
tulis komentar anda